Tampilkan postingan dengan label Pandangan Politik AQU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pandangan Politik AQU. Tampilkan semua postingan

26 Juli 2016

Belajar Dari Brexit

Dunia kini berada dalam keadaan resesi berkepanjangan. Kemerosotan ekonomi global yang teramat kejam telah membawa sejumlah negeri dalam kebangkrutan. Tengok Angola, baru beberapa bulan dinobatkan sebagai “fail state” karena tak sanggup menanggung hutang luar negeri. Setali tiga uang dengan Yunani, tunggakan kredit yang mencapai lima ribu trilyun, itu nolnya kalo tidak salah ada lima belas, terpaksa mengemis belas kasihan kepada negara regional yang menopang kawasan perenonomian mata uang Euro, macam Jerman dan Inggris. Kejam bener ancaman resesi ini, lebih kejam kurasa daripada penolakan calon mertua.


Fenomena Brexit (British Exit) yang mengemuka beberapa bulan lalu merupakan reaksi keras bangsa Britania atas masalah resesi global yang menyeret kawasan Euro kedalam jurang kebangkrutan. Sejarah kerjasama kawasan Uni Eropa yang dimulai 40 tahun lalu itu nampaknya kini tak harmonis lagi. Masalah terbesar adalah karena Inggris terlalu menjadi tumpuan. Tengok saja, Inggris menjadi penyandang dana terbesar kawasan hingga mencapi hampir 30 % yang hanya selisih 1 digit dengan Jerman. Masalah terbesar kawasan ini adalah bangkrutnya Yunani dalam menyebabkan Inggris menjadi tumbal karena harus ikut menanggung dampak yang ditimbulkan Yunani.
Faktor lain yang membuat Inggris galau adalah banyaknya imigran yang mencapai 100 ribu orang pertahun masuk ke Inggris dari negara Uni Eropa, sebagai akibat kesepakatan kawasan bahwa setiap warga Uni Eropa bebas keluar masuk dan bekerja di semua negara anggotanya. Tentu masalah ini sangatlah pelik, membuat warga Inggris sendiri harus bersaing dengan imigran, sehingga ex officio pengangguran meningkat dan gejolak sosial bermunculan bak cendawan di musim penghujan.
Hal inilah yang memaksa Inggris menyelematkan dan mengamankan hajat hidup rakyatnya, pilihan berat harus diambil meskipun tak sedikit yang menolak. Tak  ada mufakat, voting pun diangkat. Semua pihak berusaha mengkapanyekan ide “in” or “out” dari Uni eropa. Jajak pendapat semua rakyat menjadi mutlak, dan ini menjadikan kursi perdana menteri menjadi panas, David Cameron harus rela terdepak jika “Brexit” berhasil di gol-kan kaum oposan yang dipimpin Theresa May.
Bukan tak berfikir keras juga sebetulnya kaum oposan ketika mengajukan Brexit keparlemen Inggris. Bagaikan makan buah simalakama, mudharat yang ditimbulkan ketika Inggris keluar dari Uni eropa juga sama besar jika tetap bertahan di dalamnya. Mata uang Poundsterling bakalan terjun bebas nilainya yang pasti berdampak pada bursa efek Inggris. Selain itu, sebagai penanam modal terbesar, Inggris harus kehilangan banyak investasi, kehilangan banyak hak dan keistimewaan dalam perdagangan regional yang sebelumnya mereka dapatkan. Namun apa boleh buat, kepentingan nasional menjadi prioritas. Hajat hidup rakyat Inggris harus diutamakan, tiada yang lain.
Ketika jajak pendapat diumumkan, ternyata sebagian besar rakyat Inggris yaitu sekitar 61% memilih memisahkan diri dari Uni Eropa. Sejarah baru telah dituliskan, salah satu pendiri dan pemrakarsa Uni Eropa harus menjadi yang yang pertama meninggalkan apa yang dulu dirintisnya, menjadikan negara itu kini sendirian di Eropa Barat. Terpisah seperti fitrahnya, terpisah dari Eropa daratan.
Beberapa pelajaran penting dari kasus Brexit untuk politik Indonesia. Pertama, meskipun secara ekonomi menguntungkan pemerintahan, namun kepentingan nasional menjadi prioritas, hajat hidup rakyat adalah hal utama yang harus dikedepankan. Bagaimana dampak Uni Eropa terhadap lapangan pekerjaan di Inggris begitu terasa dengan mengalirkan ratusan ribu imigran ke Inggris, praktis dengan Brexit mereka harus angkat kaki dari tanah Britania. Berbalik dengan kita, dengan adanya MEA dan ACFTA kita seakan membuka keran pekerja asing secara besar-besaran tanpa ada kualifikasi jelas. Ratusan ribu pekerja illegal China dengan mudahnya memasuki kawasan Indonesia. Bagaimana lahan-lahan pekerjaan yang seharusnya mampu di ampu oleh pekerja dalam negeri kini dinikmati pekerja expatriate. Dengan gaji yang jauh lebih tinggi, dengan fasilitas yang diberikan kepada mereka lebih bagus. Dengan memperlakukan bangsa sendiri seperti ini, Pancasila dan UUD 1945 hanya pepesan kosong, jauh panggang dari api.
Kedua, bagaimana oposan juga harus mengkritisi kebijakan pemerintah tanpa harus melupakan kepentingan nasional. Bagaimana program Brexit ini dilatarbelakangi keinginan Inggris untuk mandiri, mengelola kepentingan ekonomi dan politik mereka terlepas dari intervensi kawasan layak diacungi jempol. Oposan bertindak atas dasar kepentingan rakyat, bukan semata-mata demi menjegal pemerintahan. Jadi ada balancing kekuasaan di parlemen, sebuah pembelajaran bahwa rival merupakan tempat pengujian gagasan, bukan lawan yang harus ditumpas dan diberangus. Di dalam negeri kita, politik merupakan gerakan setuju berarti rangkul dan menolak berarti musuh, politik pragmatis yang mengedepankan urat dan otot. Maklum saja, budaya berpolitik di Indonesia tak jauh dari mencari rente, parpol mencomot secara instan kader-kader politik dengan siapa berani “menyetor” modal ke partai pengusung, bukan kualitas dan gagasan yang menjadi saringan. Sungguh naas, kita bak ayam mati di lumbung padi. Terlalu ironis, negara subur makmur namun miskin tak berdaya.

Sudah saatnya bangsa ini bangkit dan para pemimpin merealisasikan gagasan yang telah mereka sampaikan saat berkampanye, bahwa kepentingan nasional-lah yang harusnya menjadi prioritas, bukan hanya rente, balas budi kepada pemberi modal kampanye. Sebuah pembelajaran dari Brexit, dari tanah Britania yang maju secara demokrasi dan ekonomi namun tetap saja masih khawatir dengan dirinya, berhati-hati dalam menyikapi kebijakan dan berpihak kepada rakyat bangsa sendiri. 

25 Juli 2016

GETIR DI SELAT SUNDA

Nikmat Allah SWT atas keindahan dan kesuburan Nusantara merupakan amanah yang harus dijaga demi kemaslahatan rakyat. Sebuah amanah yang berat karena Indonesia memiliki lebih dari 18 ribu pulau yang tersebar dari Sabang Nangroe Aceh Darussalam hingga Merauke di Tanah Papua.
Namun setelah 70 tahun merdeka, kita sebagai bangsa belum sepenuhnya dengan baik menjalankan titah Tuhan. Salah satu potret ketimpangan sosial terjadi di Pulau Sangiang. Pulau ini merupakan salah satu potret diskriminasi yang ada di negeri ini. Tanah yang subur dan perairan yang kaya akan sumberdaya alam nyatanya tidak membuat masyarakatnya makmur namun justru jatuh ke dalam jurang kemiskinan.
Banyak faktor penyebab Sangiang yang dulunya sempat direncanakan sebagai kasino oleh Tomy Suharto ini terpuruk. Faktor utama adalah adanya sengketa antara warga dan pengusaha swasta yang memiliki klaim penggunaan pulau Sangiang dari pemerintah. Pemegang legalitas yaitu pemerintah daerah juga abai, karena merasa warga Sangiang hanyalah pendatang dan tidak memiliki hak atas tanah di pulau ini. Namun mereka telah secara turun temurun menempati wilayah ini sejak zaman penjajahan Belanda, jauh sebelum Proklamasi. Karena bukan dianggap sebagai warga sah maka akses pendidikan dan kesehatan terabaikan. Bayangkan saja, pulau yang dihuni ratusan kepala keluarga ini tak memiliki fasilitas kesehatan dan pendidikan yang layak, alhasil jika ingin berobat mereka harus menempuh sekitar 2 jam menuju daratan utama. Diskriminasi di bidang pendidikan juga sangat terasa, bagaimana anak-anak usia sekolah harus merantau meninggalkan rumah demi sekolah. Anak-anak yang seharusnya masih dalam buaian dan pengawasan bunda harus hidup jauh merantau demi mendapat akses pendidikan. Jadi UUD 1945 hanyalah isapan jempol di pulau ini, hanya wacana tanpa realita.
Hal keji dan tak manusiawi juga dilakukan para pengusaha licik di pulau itu. Demi melancarkan aksinya, pulau yang dulunya subur makmur, gemah ripah lohjinawi kini tak lagi bisa diandalkan saebagai mata pencaharian, karena adanya babi hutan liar yang sengaja dilepas oleh pengusa. Dampak nya begitu terasa, tanaman pangan tak lagi bersisa, pertanian hancur lebur karena hama ini memiliki efek destruktif. Babi ini juga mematikan mental warga, karena mereka menyerang dan berbahaya sehingga di malam hari warga jarang keluar rumah.
Keprihatikan dan kepedulian kita sebagai sesama muslim dituntut disini. Saudara kita di Sangiang sangat membutuhkan perhatian. Bukan materi semata, lebih-lebih mereka sangat membutuhkan semangat supaya mereka tidak kehilangan harapan. 
Adapun wawancara dengan penduduk asli Pulau Sangiang bisa di lihat di channel berikut bersama reporter : Mutia Amsuri Nasution






4 Januari 2016

FREEPORT EKSPLOITASI MENTAL INLANDER PEJABAT NEGERI

Siapa yang tak tahu Indonesia yang sejak dahulu kala menjadi rebutan bangsa asing karena kekayaan alamnya. Zamrud Khatulistiwa ini begitu menakjubkan, sampai-sampai pedagang dari Eropa dan Afrika rela berlayar berbulan-bulan demi mencapai Indonesia, demi rempah-rempah yang saat itu seharga emas.



Nusantara yang begitu makmur di bawah panji kerajaan-kerajaan Islam dan sultan-sultan yang adil, benar-benar mencerminkan gemah ripah lohjinawi, semua rakyat makmur, cukup makan dan sejahtera lahir batinnya. Hingga kedatangan kaum kapitalis Portugis yang membawa semangat Gold, Glory dan Gospel ditahun 1512. Mulanya Portugis berdagang dengan penduduk lokal dan menjalin mitra dengan mereka. Kemudian otak licik mereka bekerja, tak lagi berdagang dengan adil, mereka mulai memonopoli perdagangan, semua perdagangan mereka kuasai. Kekuatan militer dan lobi terhadap penguasa lokal menjadikan mereka punya taring di pelabuhan.
Ketika pelabuhan sudah dikuasai, mereka mulai membangun benteng dan melancarkan misi mereka dengan menguasi wilayah perdagangan sebagai jajahan. Dengan persenjataan lengkap mereka dengan mudah menaklukan raja sebagai penguasa lokal. Mereka mau tidak mau membiarkan program commonwealther dalam melancarkan rencana eksploitasi terhadap rakyat. Tanam paksa dan kerja paksa, siasat biadap penjajah pemasung kebebasan tanpa nurani. Begini keadaan rakyat nusantara hingga berganti tirani
Kemudian Belanda datang setelah mengusir Portugis pada tahun 1602. Kekalahan Portugis memaksa mereka angkat kaki dari Nusantara dan menyerahkan kekuasaan kepada Hollanda. Ditangan Belanda, kita terjajah hingga 3 abad. Dibawah VOC (Verenigde Oost indische Compagnie) kita termonopoli dan terpasung kebebasan hingga melewati dua kali perang dunia. Lebih kejam, lebih  nggegirisi, karena tindakan mereka yang semena-mena terhadap rakyat. Taktik keji devide et impera dilancarkan kumpeni, mengadu domba kemudian menguasai menjadi metode jitu hingga kekuasaan langgeng hingga 30 dekade. Mereka sadar bahwa nusantara beragam dan penuh perbedaan. Bangsa ini dahulu belum sadar, perbedaan adalah sebuah senjata dan kekuatan maha dahsyat yang mampu mengalahkan kekuatan asing manapun, persatuan adalah bahasa yang belum dikenal, bahkan belum ada dalam angan pemimpin saat itu.
Inlander, begitu istilah yang disematkan kepada kaum pribumi nusantara. Julukan yang sebetulnya bermakna sangat menyakitkan, bermakna sangat menyayat bagi harkat dan martabat bangsa ini. Inlander yang berarti jajahan, bawahan, suruhan dan makna konotatif tertuju pada “budak”. Budak yang dikuasai sepenuhnya, dikuasai dari semua segi hingga hak asasi manusia. Belanda saat itu mengeruk habis kekayaan kita dan membawa ke negeri mereka, dan dengan bangganya mereka menyebut DAM yang mereka bangun di negera asal mereka sebagai kekayaan dan kehebatan. Mereka hanyalah lintah, drakula penghisap darah yang berhutang banyak pada nusantara. Van den Bosch yang membantai jutaan rakyat dalam kerja paksa mereka anggap pahlawan.
Didikan kolonialisme Belanda, yang sangat menjerumuskan. Tengok saja, mental terjajah begitu mendarah daging, mental takut menentang kaum kapitalis masih tersisa, bahkan dalam jiwa pemimpin dan wakil kita di eksekutif dan legsilatif saat ini.
Mental inlander yang akut ini tercium oleh Freeport persahaam tambang asal negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Bayangkan, tambang emas dan logam mulia dari bumi nusantara dikeruk hampir 30 tahun terakhir dan kita hanya kebagian upeti 1%, berton-ton mineral berharga yang tertambang, kita hanya kebagian hitungan kilogram. Pemimpin sepertinya tak pernah mendengar suara bawah yang menginginkan tambang itu kepangkuan ibu pertiwi.
Ketika kontrak karya Freeport Mcmoran akan segera berakhir di 2021, otak licik Freeport mulai bekerja. Tengok saja, seorang legislator dari partai beringin, yang notabene adalah ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat, mencatut nama Presiden untuk memperpanjang kontrak karya Freeport hingga 2040. Dengan dalih mendapat upeti 18%, mereka beralasan dan berani mencatut nama Presiden, sebuah entitas lembaga tinggi negara, yang lebih dari itu adalah penghinaan terhadap rakyat negeri ini.
Setelah ketahuan belakangnya, sebut saja Setya Novanto, tak juga malu dan mengundurkan diri. Partai kuning bekas penguasa membawa kasus ini ke dalam MKD (Majelis Kehormatan Dewan), yang jelas sama busuk otaknya. Telah diduga sebelumnya, SN bebas melenggang, tanpa hukuman berarti. Hanya pencopotan jabatan ketua, tapi tetap menjadi anggota dewan di Senayan.
Meskipun kadang cinta tak ada logika, tapi tindakan MKD ini lebih tak bernalar dan bernuarani. Jika seseorang mencemarkan nama baik ketika salah sebut di media sosial seperti kasus para artis saja, bisa dituntut ke meja hijau, apalagi ini kasus mencatut nama, menggunakan legalitas dan kewenangan presiden untuk kepentingan perutnya, kenapa hanya dijatuhi hukuman pencopotan jabatan. Selayaknya orang macam ini dihukum mati atau minimal seumur hidup dipenjara. Apa akibatnya jika kasus ini dibiarkan, semua orang yang berakal bulus di DPR akan mencatut nama presiden sebagai legalitas tindakan mereka yang bernafsu menjarah bangsa mereka sendiri.
Inilah mental inlander, mental budak terjajah, belum bebas dan tidak merdeka secara hakiki. founding father bangsa ini telah berpesan dalam UUD 1945 pasal 33, bahwa kekayaan nusantara harus dikembalikan demi kesejahteraan rakyat. Tapi yang mereka perbuat sungguh jauh panggang dari api. Apa yang diramalkan oleh Ranggawarsito dalam bukunya, bahwa kelak bangsa ini akan dijajah lagi bukan oleh bangsa asing saja, namun ada yang lebih kejam, yaitu oleh bangsanya sendiri. Kini, dalam perkembangannya, SN menuntut menteri ESDM yang menjadi wistle blower dalam kasus ini, pengungkap fakta kebusukan kader Partai Golkar. Bagaimana mungkin penjahat macam ini laporanya bisa diterima oleh kejaksaan? Miris.
Apa yang terjadi di dewan ini adalah menguak betapa bobrok dan buruknya kualitas dan nurani dari kaum legislator. Apa yang mereka kejar dan perjuangakan selama mereka duduk di kursi terhormat? Yah, kejar setoran dan balik modal, sehingga apapun akan dilakukan demi mendapat upeti dari proyek yang mereka kerjakan. Institusi DPR telah berubah menjadi lembanga pengejar rente, pengejar provit, tak ubahnya makelar, makelar yang tega menghisap darah rakyat yang telah mempercayai mereka menjadi wakil yang akan memperjuangkan nasib dan kemajuan bangsa ini.
Ironis, tapi ini bukti kegagalan proses demokrasi. Demokrasi yang mahal dan berorientasi materi menjadi pangkal. Rakyat yang memilih karena money politic, kini merasakan efek domino proses yang juga mereka dukung dimasa pemilu. Kita seharusnya belajar, mereka yang menginginkan amanah dengan cara menyuap pemilih akan menghasilkan kinerja yang buruk. Kini kita hanya bisa berdoa dan berharap bahwa bangsa ini akan segera sadar dan tidak terjerumus lebih dalam masuk ke lembah kenistaan. Semog Alloh SWT lindungi bangsa dan rakyat bangsaku ini. Amin.

Gambar diambil di : http://www.luwuraya.net/wp-content/uploads/2014/10/setyanovanto.jpg

23 November 2015

Bangkitnya Kembali Komunisme di Negeri Pancasila


Untuk generasi yang pernah merasakan orde lama, tentu mendengar kata “komunisme” berkonotasi kekejaman, pembunuhan, pembantaian dan makar. Ketika mendengar kata “komunisme” sebagian besar akan menghubungkan dengan sebuah gerakan terlarang, sebuah partai yang pernah meluluhlantakan rasa kebangsaan, rasa persatuan dan bertindak keji atas dasar keinginan sepihak mengubah haluan negara.


Komunisme merupakan ideologi  yang berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis Karl Max dan Frederich Engels, sebuah manifesto politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1948.
Komunisme sebagai anti-kapitalisme (anti barat) menggunakan partai komunis sebagai pengambil akumulasi modal pada individu. Komunisme secara umum berlandaskan pada teori Meterialisme Dialektika dan Materialisme Historis oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan mitos, tahayul dan agama dengan demikian tidak ada pemberian doktrin pada rakyatnya dengan prinsip bahwa “agama dianggap candu” yang membuat orang berangan-angan yang membantasi rakyatnya dari pemikiran ideologi lain karena dianggap tidak rasional serta keluar dari hal yang nyata.
Hal sebaliknya dengan ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia. Pancasila merupakan manifestasi dan saripati dari kebudayaan dan karakter bangsa Indonesia yang menghargai perbedaan, menghargai kepercayaan agama dan mengutamakan toleransi. Pengingkaran terhadap Tuhan merupakan perbedaan paling fatal dan bertentangan dengan ideologi Pancasila. Ketuhanan merupakan hal paling penting dan soko guru dari Pancasila itu sendiri, sebuah landasan yang menyusun dasar lain dalam batang tubuhnya.
Di masa lalu, komunisme merupakan pergerakan di level bawah karena ketidakadilan dari pemerintah. Pergerakan ini dipelopori oleh kaum buruh yang termarginalkan. Sifat komunisme yang dekat dengan sosialis, menyebabkan faham ini laris manis dikalangan buruh. Karena menjanjikan pemerataan, tidak diakuinya kepemilikan pribadi menjadikan komunis-sosialis magnet yang kuat untuk kalangan bawah yang saat itu benci dengan liberalisme dan kapitalisme, karena mereka mengeruk dan mengeksploitasi tanpa memikirkan kesejahteraan kaum buruh yang mereka pekerjakan.
Di Indonesia sendiri, gerakan komunis lahir dari adanya Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai berhalauan kiri ini memiliki suara yang sangat signifikan dimasyarakat. Tercatat saat pemilihan umum awal suara PKI begitu signifikan hingga mampu bersaing dengan partai Islam macam Masyumi dan partai nasionalis seperti PNI. Bahkan karena kuatnya PKI saat itu Presiden Soekarno sempat mengutaran sebuah gagasan politik bertajuk NASAKOM, akronim dari Nasionalis, Agama dan Komunis. Usaha menyatukan paham ini punya niatan baik dari Presiden, karena beliau adalah agen pemersatu bangsa yang sudah menjadi trade mark beliau yang tak pernah memandang suku, agama dan ras.
Kuatnya lobi PKI atas presiden Soekarno membuat pergerakan PKI menjamur di nusantara. Saking kuatnya, mereka mengusulkan adanya angkatan V, selain Polri, TNA AD, AL dan AU. Anggota angkatan V ini adalah petani, buruh dan pekerja yang dipersenjatai. Namun usulan itu mandapat tentangan dari banyak pihak, khususnya TNI saat itu. Karena dianggap membayakan kestabilan negara.
Ternyata ketakutan itu menjadi kenyataan, PKI melakukan gerakan makar kepada pemerintah RI dengan membunuh banyak Jendral angkatan perang saat itu, yang dikenal dengan G30SPKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia). Ternyata selain pembunuhan itu, banyak kasus PKI yang tidak terungkap seperti pembantaian para ulama dan penyerangan pesantren. Makar tersebut kemudian berhasil ditumpas oleh TNI saat itu yang kemudian menjadi suksesi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Terlepas adanya politisasi PKI saat itu dari Presiden Soeharto ketika masih menjadi perwira tinggi AD, namun ancaman PKI terhadap kesatuan negara begitu kuat.
Kini, bibit lama yang telah terkubur, mencoba bangkit kembali dengan membawa luka lama yang mereka coba bangkitkan. Mereka coba menghubung-hubungkan kasus politisasi oleh Presiden Soeharto waktu itu sebagai kejahatan HAM karena hukuman simpatisan dan pengurus PKI dianggap sebagai pelanggaran HAM berat sehingga pemerintah harus meminta maaf dan mencabut ketetapan MPR tentang pelarangan semua bentuk komunisme dan PKI di tanah air. Bahkan, kini mereka tengah berjuang di Mahkamah Internasional untuk memaksa pemerintah Indonesia meminta maaf kepada keluarga PKI dan membersihkan nama mereka sebagai pelaku makar.
Pergerakan ini muncul lagi, karena dipicu masalah ketimpangan ekonomi, karena lemahnya kesejahteraan, karena tidak adanya kontrol pemerintah terhadap sumber alam yang dalam UUD 1945 dinyatakan seluas-luasnya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Kaum liberalis dan kapitalis kian berkuasa. Dan segala sumber kekayaan bangsa ini telah dikuasai asing sehingga kita tak lagi punya apa-apa. Sepertinya di era modern ini, ideologi tak hanya berkenaan dengan politik. Barat ternyata juga menggunakan paham mereka untuk menjajah bangsa lain atas nama demokrasi.
Komunisme modern juga terjadi pergeseran nilai. Komunisme kini juga tak lagi hanya sekedar ideologi dan pergerakan. Ideologi yang dipelopori China ini ternyata juga mengincar kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Presiden Jokowi dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan penulis lihat ada kecenderungan ke China. Liat saja, bagaimana tiga bank nasional besar yang menguasai mayoritas keuangan Bangsa Indonesia kini digadaikan ke China dengan nilai pinjaman 500T hanya 6 bulan setelah Presiden Jokowi naik jabatan. Ada indikasi balas budi atas bantuan negeri Tiongkok dalam pemenangan saat pilpres. Diduga penyandang dana pemilu berasal dari Negeri Tirai Bambu itu.
Rasa-rasanya partai pimpinan Megawati itu tak pernah belajar. Bagaimana ketika berkuasa mereka selalu menggadaikan aset bangsa. Tengok saja, kasus Indosat dan Pertamina dimasa Presiden Megawati bagaimana mereka menjual murah kedua aset tersebut ke asing dan enteng saja, mereka bilangnya butuh dana untuk rakyat. Sepertinya pemimpin dipilih hanya untuk mencari uang. Tapi mereka tak bekerja keras, bagaimana masalah bangsa ini teratasi, buka menambah masalah baru dari apa yang mereka lakukan. Lucunya, sudah ditipu di masa lalu, rakyat kita ternya tak juga bisa rasional dan kembali memilih kader partai moncong putih. Ah..apa yang salah dengan bangsa ini?
Komunisme kini tak lagi berupa paham yang anti-Tuhan. Mereka kini membawa misi baru yang jauh lebih berbahaya, yaitu menghancurkan Pancasila dan menjadikan negeri ini boneka yang dapat mereka kuasai sumber daya alamnya.

Sungguh naas bangsa ini. Di dunia kita hanya jadi penonton. Kita jadi bulan-bulanan dan bancakan bangsa lain. Sumber daya alam kita disedot habis-habisan dan kita diam saja. Tidak diam sebenarnya, tapi para pemimpin dan penentu kebijakan bangsa ini tak bisa berbuat apa-apa karena mereka sesungguhnya hanya manekin, boneka yang dikendalikan. Boneka kaum kapitalis dan komunis yang intinya sama, mengeksploitasi bangsa ini dari semua hal. Semoga Allah selamatkan bangsa Indonesia.



Gambar diambil dari : http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2014/06/bahaya-laten-komunisme.jpg

15 Februari 2015

Mbok Turah

Kita seharusnya gundah dengan dinamika politik saat ini atas apa yang terjadi pada pemerintahan Jokowi. Namun kita harus percaya bahwa Presiden Jokowi bukanlah sosok yang mudah terkungkung kekuasaan. Ia akan segera keluar dari kerangkeng rasa amannya dan menyelesaikan segala persoalan satu per satu. Seratus hari memerintah cukup bagi presiden untuk menimbang siapa para loyalis, oportunis dan penghianat, baik yang berada di pemerintahan maupun di luar pagar pemerintahan.
Terus bagaimana tugas seorang pemimpin disaat seperti ini? Saat ini secara simbolik pemimpin harus menjadi Mbok Turah. Menjadi mbok (baca : ibu) dan turah (tak pernah kekurangan) dalam memberikan kasih saying dan menghidupi anak-anaknya, yaitu seluruh bangsa, secara adil. Sebaliknya, ia akan mengambil segala resiko untuk melindungi anak-anak dan Tanah Air-nya.


Dalam perspektif budaya politik, kini saatnya bagi Presiden Jokowi menerapkan prinsip suro diro joyo ningrat lebur dening pangastuti (segala kesaktian dan kehebatan akan kalah oleh kelembutan). Lembut bukan berarti tidak adil dan tidak tegas. Itu juga sifat otentik dari Mbok Turah.
Dalam konstruksi seperti itu, langkah awal yang harus dilakukan Jokowi adalah mengukuhkan kembali komunikasi dengan Megawati Soekarnoputri. Suka atau tidak, dari PDIP Jokowi menapak ranah politik kekuasaan. Sejak pelantikan Kabinet Kerja, siapa pun yang mencermati gerak politik Indonesia akan menangkap merenggangnya hubungan mereka.
Sebelum memang santer ada isu miring bahwa Jokowi hanya sebagai boneka. Ini sama dengan isu yang menghebat akhir-akhir ini, yaitu Megawati akan “di-KPK-kan” menyangkut kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ia gulirkan ketika menjadi presiden, sedangkan gembpuran isu yang menghampiri Jokowi adalah ia akan dimakzulkan oleh Megawati.


Secara politik, isu itu dapat ditempatkan secara variable disinformasi yang sengaja diolah dan ditebar oleh suatu kalangan politik guna menjauhkan relasi kedua tokoh tersebut. Tujuannya sederhana apabila hubungan mereka berjarak, apalagi berkonflik, peluang untuk “mengontrol” Jokowi dari pintu mana pun akan terbuka.
Kemudian, disinformasi itulah yang menjadi pemicu munculnya fenomena Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri, Bambang Widjojanto menjadi tersangka, dan hiruk pikuk lain menyangkut hubungan Polri-KPK yang di mata public hubungan kedia institusi penegak hukum tersebut sudah dianggap gontok-gontokan. Akibatnya, hampir seluruh gerak dan eksekusi kebijakan pemerintah melamban dan sebagian besar masyarakat bingung serta merasa tersia-sia.
Hubungan Megawati-Jokowi sebagai titik pijak guna mencermati arah politik nasional tiga bulan terakhir, Terlepas dari semua kelemahan dan kekurangan Megawati, dia adalah politisi paling tangguh saat ini karena memiliki pengalaman politik paling lengkap sejak kecil-anak presiden, ketua umum partai, pernah menjadi wakil presiden dan presiden, serta “melahirkan” presiden. Ia juga pernah di telikung jika tidak boleh disebut dikhianati oleh orang-orang yang sebelumnya dia percaya.
Bacaan politik Megawati, dengan demikian akan sangat diperhitungkan lawan. Kedekatan Megawati dan Jokowi akan mempersempit ruang maneuver mereka. Oleh sebab itu hubungan tersebut harus diperlemah, bahkan kalau bisa diputus. Tanpa itu, upaya untuk mempengaruhi Jokowi lebih bersifat utopis dari pada realistis. Juga sulit untuk menyusun skenario mengubah bangunan politik kekuasaan.
Dengan buruknya komunikasi Megawati-Jokowi, misalnya, pihak-pihak yang berkehendak mempunyai peran dominan dilingkaran kekuasaan bisa meyakinkan Jokowi bahwa apabila Megawati dan PDIP keras kepala, arah politik bisa diubah. Dengan istilah lain, ketika presiden melakukan perombakan cabinet, menteri yang berasal dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bisa diganti oleh figure-figur yang berasal dari Koalisi Merah Putih (KMP). SIngkatnya, dalam konfigurasi politik baru itu, KMP menjadi partai pemerintah dan KIH menjadi partai oposisi. Kaki keuasaan berubah, tetapi presidennya sama.
Oleh sebab itu, untuk mencegah ketidak pastian politik dan meluasnya spekulasi public, ibarat Mbok Turah yang tidak pernah lelah menyayangi dan memberi, langkah yang perlu segera dilakukan Jokowi pekan ini adalah secara lembut dan tegas mengukuhkan kembali eksistensi Polri dan KPK. Lalu, Jokowi harus berkomunikasi dengan Megawati sekaligus mempertegas komitmennya untuk mempertahankan hak prerogatifnya sebagai Presiden Republik Indonesia.

28 Desember 2014

Tiongkok-isasi

          Akhir-akhir ini, penggunaan kata "Tiongkok" untuk menggantikan sebuatan negara China menarik untuk dicermati. Setelah SBY mengesahkan penggunaan kata "Tiongkok" April lalu, maka secara resmi surat menyurat dan administrasi yang berhubungan dengan China akan dirubah penulisannya menjadi Tiongkok. SBY menyatakan, bahwa sebuatan Cina dirasa kurang menghargai etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Kemudian diakhir pemerintahannya SBY mengembalikan sebutan "Tiongkok" yang telah lama hilang dari peredaran. Penyebabnya saya kira adalah semakin kuatnya lobi China di Indonesia. Semua orang tahu siapalah Imelda Tan atau Syamsul Nursalim yang menjadi konglomerat keturunan Tiongkok. 
         Peran Tiongkok memang besar di Indonesia, sejarah ini dimulai saat Orde Baru zaman Presiden Soeharto. Etnis China diberikan kekuasaan untuk mengelola kekayaan dan sumberdaya yang ada di Indonesia. Mereka terlalu diberikan kekuasaan dalam bidang ekonomi, sehingga mereka merajai ekonomi Indonesia.
  

           
Sakit hati bangsa Indonesia mencapai puncaknya ketika pengemplang utang yang sebagian besar etnis Tionghoa lari keluar negeri dengan membawa uang rampokan, ya BLBI salah satu blunder dan kesalahan terbesar Presiden Soeharto yang membawa bangsa ini menuju kehancuran dan lilitan utang yang sampai kini belum terbayarkan. 
      Era reformasi bahkan menyebabkan dominasi ekonomi tionghoa kian menjadi-jadi karena diberlakukannya ekonomi pasar bebas/free fight competition. Ketertinggalan dalam penguasaan ekonomi golongan pribumi menyebabkan pribumi tidak pernah mampu bersaing dengan Tionghoa. Meski demikian, penguasaan ekonomi yang dominan oleh Tionghoa saat ini tidak terlalu kelihatan karena banyak konglomerat tionghoa gunakan proxy. Proxy atau kuasa atau boneka konglomerat-konglomerat tersebut umumnya adalah pribumi. Dan satu konglomerat Tionghoa bisa gunakan banyak proxy.
        Penggunaan proxy yang mayoritas pribumi oleh konglomerat ini dimaksudkan untuk mencegah konglomerat Tionghoa tampil langsung di depan publik. Mereka belajar dari pengalaman pahit masa kerusuhan MEI 1998 dulu dimana kelompok Tionghoa kaya jadi sasaran pelaku kerusuhan. Disamping itu, tujuan utamanya adalah untuk menyembunyikan diri atau sembunyikan kekayaannya. Karena banyak dari konglomerat tersebut adalah konglomerat tionghoa yang sama, yang pernah terlibat sebagai pelaku perampokan atau pembobolan bank-banknya sendiri dan mendapatkan BLBI.
          Sebagian dari mereka sudah mendapatkan predikat LUNAS dengan skema MSAA (master settlement & acquisition agreement). Sebagian lagi yang belum selesaikan kewajibannya berdasarkan skema MSAA tersebut. Mereka itulah yang dikenal dengan sebutan konglomerat buronan BLBI. Sebagian besar mereka sekarang tinggal di singapura dan gunakan proxy di RI.
            Ayin atau arthalita suryani adalah salah satu contoh proxy. Dia adalah kuasa syamsul nursalim (BDNI) dalam menjalankan bisnisnya di RI. Proxy-proxy ini juga dimaksudkan agar konglomerat-konglomerat yang sudah masuk daftar hitam bisa beli kembali asset mereka yang pernah disita Negara. Setelah dominan menguasai ekonomi RI , kini sejumlah elit Tionghoa mengkonsolidasi semua kekuatan Tionghoa RI untuk berkuasa secara politik.
             Apalagi setelah keberhasilan Ahok dalam pilgub DKI tahun lalu. Ini adalah test the water dari elit Tionghoa untuk dapat berkuasa. Jokowi yang semula hanya terkait dengan segelintir konglo tionghoa seperti Imelda Tan & Edward Suryajaya, kini jadi proxy hampir semua konglomerat. Elit konglo tionghoa ini mau memaksakan diri agar dapat berkuasa secara politik dgn menjadikan Jokowi atau Dahlan Iskan sebagai presiden. Kini dimasa Presiden Joko Widodo, dominasi China menjadi sangat kentara. Maklum saja bagaimana pengusaha China menjadi lumbung dana kegiatan kampanye Jokowi dan partai banteng. 
          Bagaimana jika usaha /strategi konglomerat Tionghoa untuk berkuasa secara politik, kendalikan pemerintah/presiden RI ini berhasil ? Bagi kami tidak ada persoalan. Namun harus disadari bahwa dominasi ekonomi dan politik oleh konglo-konglo Tionghoa, bisa timbulkan masalah besar. Bagaimanapun juga kecemburuan ekonomi dari pribumi terhadap golongan Tionghoa masih sangat besar dan tidak akan terhapus selama terjadi ketimpangan.

Sumber Gambar : http://images.detik.com/ content/2014/11/11/10/061845 _jokowiberbajutiongkok.jpg


28 April 2014

PKB PERALAT RHOMA?

Pesta politik rutin 5 tahunan di Republik Indonesia tahap pertama telah menghasilkan fakta menarik dalam bidang legislasi. Pertama adalah banyaknya perubahan wajah baru di DPR RI yang menggantikan wajah lama. Orang lama macam Roy Suryo dan Sutan Batoegana tidak lagi masuk dalam daftar legislator yang melenggang ke Senayan yang notabene bernomor urut satu dalam dapil mereka. Mereka tidak dipercaya lagi mewakili rakyat di dapil mereka. Banyak penyebabnya, namun tentu saja image partai yang jatuh di mata konstituen. Partai yang menaungi mereka sebut saja Demokrat, jauh panggang dari api dalam menjalankan visi dan misinya, “katakan tidak pada(hal) korupsi”.


Hal lain yang menarik di cermati adalah permasalahan di Partai Kebangkitan Bangsa. Setelah ramai mengusung “sang satria bergitar” sebagai calon Presiden tunggal dari partai tersebut, belakangan manuver “kelicikan” Cak Imin selaku ketua umum mulai nampak. Efek dahsyat Rhoma Irama untuk partai begitu signifikan. Setelah di tinggal sang “symbol” KH. Abdurahman Wahid, sepertinya partai tersebut telah kehilangan roh, baik pergerakan maupun perjuangan. Sakit hati pendukung Gusdur atas dilengserkannya beliau dari PKB serasa menyayat para Gusdurian. Namun sudah menjadi tabiat masyarakat Jawa Timur dan para Nahdliyin, mereka seperti tak ingat apa yang telah dilakukan pengurus baru terhadap sang pendiri partai. Lupa mungkin, namun kedatangan tokoh baru lebih masuk akal. Kedatangan dua tokoh baru yaitu Rhoma Irama dan Mahfud MD yang digadang-gadang masuk bursa capres dari partai tersebut nampaknya memberikan nafas baru buat PKB. Benar saja, kini PKB memiliki suara 9% dan memiliki daya tawar yang kompetitif dalam koalis menuju RI 1.


Namun, lagi-lagi politik, penipuan selalu saja muncul. Lihat saja gerak-gerik partai itu sekarang, berdalih menggunakan management internal mereka mencoba membuang dan menenggelamkan peran sang pendongkrak suara siapa lagi kalo bukan “sang satria bergitar”. Alasan mereka memang kuat, bahwa ada kontrak politik  jika suara PKB minimal dari 15% dalam legislatif, barulah sang Raja Dangdut akan di perjuangkan menjadi RI 1. Ah…, kenapa bung Rhoma tak belajar dari sejarah, tokoh se-karismatik Gusdur aja diterjang dan dibabat mereka, apalah jadinya Rhoma?

PKB nampaknya sadar kalo Rhoma memang tak memiliki kompetensi dan daya tawar yang cukup hingga mampu meraih kursi RI 1, maka dibuatlah kontrak tak masuk akal itu. Tapi dibodohi seperti itu, tetap saja Raja Dangdut itu terperosok masuk dalam perangkap. Seperti kerbau dicocok hidung mungkin. He4, ah nafsu menjadi penguasa memang bisa membutakan hati dan pikiran. Perjudian besar telah dilakukan bung Rhoma, namun kini setelah perannya menaikan suara PKB di DPR RI berhasil dengan signifikan, ada bau pemenggalan peran. “Cukup di sini ajah yah bang…” mungkin itu yang ada di benak Cak Imin serta pengurus pusat PKB (sambil tertawa lantang tentu saja).

Lantas kemana arah pergerakan PKB pasca pemilu legislatif? Ah… mudah saja ditebak, karena tak pernah merasakan menjadi oposan sejati mereka lantas mendekati sang pemenang pemilu. Bau-bau moncong putih sudah menyeruak di kantor pusat PKB. Tengok saja, komunikasi intensif dengan Jokowi sudah gencar. Dengan suara  begitu besar, mana mungkin si merah mampu menolak. Dan jelas, beberapa kursi menteri akan diberikan sebagai kompensasi dukungan, nah pastilah Ketua Umum mendapat jatah untuk meneruskan kekuasaanya duduk di Istana, walapun saat menjadi menteri Tenaga Kerja nir prestasi. Jangankan prestasi, kerjanya saja tak tahulah awak. Tengok saja kasus banyaknya tenaga kerja illegal, ancaman hukuman mati, terus masih ingatkah kita dengan kasus ratusan TKI yang terlantar di kolong jembatan di Jeddah sampai Cak Imin tak tahu meskipun sedang kunjungan kerja di konjen RI. Sungguh sebagai sarjana teknik, nampaknya tak ada kemampuan menangani pekerja, namun apa boleh buat sang presiden waktu itu tak bisa menarik amanah karena sudah menjadi kompensasi dukungan.
Setelah tahu rencana akal bulus para pengurus pusat PKB, kini Sang Satria Bergitar mengancam akan mencabut dukungan dari PKB. Ah… begitu ironis dan seperti sinetron-sinetron kejar tayang. Sebuah akhir yang mudah saja ditebak. Ancaman bung Rhoma tak bakal di gubris, “mau dukung kek, mau enggak kek, mau jungkir balik kek, gue harus bilang waw gitu?” mungkin itu yang ada di benak pengurus pusat PKB. Apapun yang dilakukan Rhoma kini tak akan berpengaruh banyak, karena tujuan sejati dari PKB memang tidak untuk memenangkan pemilu apalagi mendapat RI-1. Sayang sekali, karena bung Rhoma sadar belakangan hanya diperalat oleh PKB. Yah apa mau di kata, modal sudah keluar banyak namun nyesek dan mak jlep karena kini hanya dipandang sebelah mata.

Ada sebuah pembelajaran menarik dari kasus Sang Satria Bergitar, politik memang kejam dan kualitas memang tak pernah bohong. Yah, bang Rhoma nampaknya harus kembali ke jatidirinya menjadi penyebar dakwah melalui music. Jangan sampai setres nanggepin para sengkuni yang memanfaatkan ketenarannya, “tiwas kecelik”. Ah, politik… kejamnya dikau, sakitnya melebihi penolakan seorang gadis terhadap lelaki yang telah dimabuk cinta… T.T (tahulah maksud saya).

21 April 2014

PARTAI KA'BAH TERANCAM BUBAR

Republik Indonesia yang dahulu dikenal dengan Nusantara memang ditakdirkan berbeda-beda. Bayangkan, berdasar data terbaru Badan Pusat Statistik, terdapat kurang lebih 18.000 pulau, ada sekitar 700 suku bangsa dan lebih dari 500 bahasa dan dialek local tersebar di Nusantara. Keragaman ini sangat berpotensi memunculkan gesekan hingga pertikaian berakar pada SARA.



Nenek moyang kita sadar akan hal tersebut, mereka hidup berdampingan dengan mengedepankan perbedaan sebagai “lem” yang mengikat persaudaraan dan persatuan. Tengok saja di zaman Majapahit yang terkenal dengan semboyan “Bhineka Tungga Ika”, semboyan yang mengakui perbedaan dan siap hidup berdampingan dengan perbedaan itu. Nenek moyang kita sadar, ternyata perbedaan itulah yang membuat bangsa menjadi besar, perbedaan itulah yang membuat bangsa menjadi disegani. Sedikit banyak budaya tersebut terpelihara hingga sekarang. Masyarakat grass roots sangat bertenggang rasa dan menghargai perbedaan.
Yang menjadi masalah sekarang adalah partai politik yang nampaknya tak peduli dengan ancaman perpecahan. Tengok saja, kasus terbaru perpecahan dalam tubuh partai ka’bah. Bagaimana mungkin sebuah partai besar yang dihuni oleh orang-orang cerdas, berasas syariat, para cendekiawan muslim ternyata lebih mengedepankan golongan dan jatah jabatan. Perbedaan pandangan diantara pengurus pusat menghadirkan perpecahan. Musyawarah tak pernah disentuh, tabayun-pun mereka sepertinya pikun. Politik egois menjurus individualis partai muslim terbesar jelas tergaris. Sungguh ironis, kemana akhlakul karimah yang menjadi slogan partai ini, kemana amanah suara kaum muslim dibawa?


Muara persoalan adalah kedatangan Ketua Umum partai Ka’bah Surya Dharma Ali saat kampanye partai Gerindra yang akhirnya melahirkan koalisi. Hal itu jelas menusuk perasaan pengurus partai di level pusat dan daerah. Karena merasa tidak dianggap, akhirnya pengurus mengadakan rapimnas untuk menyatukan pendapat tentang mosi tidak percaya kepada ketua umum partai.
Ini aneh, mengapa tidak ada harmonisasi antara ketua umum dan sekjen yang notabene adalah orang tua untuk kader partai. Kenapa justru orangtua tidak berfikir yang terbaik untuk anak-anak mereka. Ada apa, adakah motif dibalik perpecahan ini?
Jelas, motif kekuasaan pasti menjadi latar belakang dibalik kasus PPP tersebut. Penulis berasumsi, kubu Surya DA memilih berkoalisi dengan Gerindra karena pasti mendapat porsi kekuasaan lebih besar. Transaksi yang paling mungkin adalah kursi wakil presiden. Jika koalisi ini permanen, dan berhasil pastilah Kursi Wapres ditangan PPP alias mampir kepada pak Surya DA. Menggiurkan bukan?


Asumsi kedua, kubu sekjen M Romahurmuziy dan pengurus PPP di daerah cenderung memilih berkoalisi dengan partai pemenang pemilu (si moncong putih). Meskipun tak se-menggiurkan tawaran koalisi dengan Gerindra, tapi jatah beberapa menteri sudah cukup. Karena berpihak kepada pemenang pasti lebih menjanjikan. PPP memang tak siap untuk kalah dan menjadi oposan. Tempat nyaman selama bertahun – tahun sebagai pendukung pemerintah memang berat untuk ditinggalkan.
Penulis berpendapat, untuk menandingi partai PDIP yang telah mengusung koalisi kuat, selayaknya PPP harus berfikir lebih bijak. Berkoalisi dengan dengan Gerindra sebetulnya adalah pilihan paling masuk akal, kenapa? Karena jika koalisi dengan Gerindra ini berhasil, maka posisi tawar umat Muslim akan besar di parlemen. Aneh memang, negara mayoritas muslim ini harus tertatih di parlemen. Partai nasionalis nampaknya kurang peduli dengan ke-mayoritasan ini. Suara PPP memang tidak signifikan dibanding partai nasionalis. Ini juga masih menjadi kendala, maka tak sedikit asumsi kedua di pilih karena lebih masuk akal untuk tetap membuat partai hidup.
Yah kita tunggu saja perkembangan partai muslim terbesar ini. Semoga partai ini tidak hancur karena perpecahan, karena di tangan partai-partai muslim inilah, 200 juta lebih umat muslim berharap, benteng terakhir dari kapitalisme dan kolonialisme modern terhadap Republik Indonesia. Semoga Alloh senantiasa merohmati para cendekiawan yang selalu memperjuangkan kepentingan umat.



Sumber :
Gambar Bhineka Tungga Ika : Kaskus.co.id
Gambar SDA dan Prabowo www.liputan6.com
Gambar M Romahurmuziy : news.detik.com

26 Maret 2014

Hilangnya Idealisme Berpolitik

Politik, sungguh dapat menjadikan sebuah bangsa unggul dimata dunia. Politik pulalah yang membuat suatu negara hancur dalam kenistaan dan keterpurukan. Politik dalam bahasa aslinya "politikos" yang berarti "dari, untuk dan tentang negara" seolah kini menjadi rancu dijalankan di Negara Republik Indonesia. Tengok para politisi sekarang, jauh dari pembahasan tentang negara apalagi kesejahteraan. Politik dalam kacamata rakyat tak lebih dari perebutan kekuasaan berbalut kepentingan kapitalis. 




Motif ekonomi ini didorong oleh biaya politik yang besar dalam pemilu. Ketika seorang caleg dalam pemilu mengeluarkan uang miliyaran rupiah ketika kampanye, dan uang itu sebagian besar dari dana pribadi. Tak ayal, jika kemudian mereka terpilih motif pengembalian "modal" menjadi pikiran mereka sehari-hari. Sialnya jika tak tembus, tak sedikit yang jatuh miskin, bangkrut dan masuk rumah sakit jiwa.
Andaikan mereka dapat sponsor, siapa yang berani mensponsori perjudian politik selain pengusaha? Jika kemudian lolos ke badan legislatif, pasti imbal jasa atau hutang budi kepada pihak pemberi sponsor seperti lumrah. Tengok saja pembalakan hutan atau pemenangan tender proyek justru didalangi anggota DPR yang bukan ranahnya lagi menangani proses teknis.
Dalam bahasa yang lain, politik diartikan kecerdasan bahkan sifat sopan, arif, bijaksana ataupun rasional. Menilik arti tersebut sungguh geli rasanya (mungkin muak) kita mendengar polah tingkah para caleg dalam pemilu 2014. Mereka melakukan ritual siraman di sungai keramat, meminta petunjuk dukun atau mendatangi makam-makam keramat untuk mendapatkan berkat. Jika jalan yang mereka tempuh saja sudah tidak menunjukan sifat-sifat rasional, bisa dibayangkan bagaimana kualitas kebijakan yang meraka buat nanti jika fikiran meraka tak jauh dari klenik dan penyembahan setan.
Hilangnya idealisme dalam politik ternyata tak hanya ada di badan legislasi, tapi masyarakat kita sekarang sudah "rusak" pula pemahamanya tentang berpolitik. Mereka sangat pragmatis siapa yang berani bayar akan mereka pilih. Tidak perlu dibayangkan terlalu mendalam, he4... 50 ribu untuk sebuah suara di bilik pencoblosan menjadi cendawan di musim penghujan, bak jamur di kayu mati politik uang sudah mendarah daging di kalangan bawah. Bahkan penulis sendiri mendengar pengakuan, mereka (masyarakat) dikoordinir tokoh panutan untuk memilih salah seorang caleg, dengan jaminan jalan meraka akan diperbaiki sebelum pemilu atau kelompok tani mereka dapat subsidi pupuk sebelum pemilu, dalam istilah akuntansi utang di bayar muka mungkin...he4


Dalam memilih, sadar atau tidak sadar kita digiring memilih orang-orang yang juah dari kata kenal. Jangankan visi dan misinya, bagaimana karakter dan tabiat kita tak bisa tahu, partai politik sepertinya memberikan pilihan sambil menutup mata kita dengan kain hitam berlapis-lapis (ratusan, he4... kaya wafer T*ngo ajah). 
Mungkin harapan kita satu-satunya adalah pada kaum muda, kaum terpelajar yang memiliki pemikiran terbuka dan idealis. Mereka belum terkontaminasi kejahatan pemikiran atau kebusukan kapitalis pengeruk uang rakyat yang bekerjasama dengan legislator untuk memuluskan jalan. Benar kata Soekarno, dalam kebusukan politikus tua selalu ada harapan dari kaum muda yang memiliki pemikirian segar dan idealis akan datang dan membawa perubahan bagi bangsa ini. Semoga...



Sumber :
Gambar atas diambil dari www.globalindonesia.com
Gamabar bawah diambil dari www.berdikarionline.com

21 September 2012

OLAH RAGA SALAH URUS

Olah raga, secara maknawiyah dimensional bisa diartikan sebagai alat pemersatu, kebanggaan sekaligus perjuangan bangsa di dunia Internasional. Dengan olah raga, negara-negara yang secara ekonomi dan kekuatan tidak berimbang, bisa mengalahkan tim negara adidaya dan kaya raya sekalipun. Ini sesungguhnya yang ditunggu negara-negara ketiga di dunia membalas, yang secara ekonomi dan kekuatan militer sering menjadi bulan-bulanan negara adikuasa.
Indonesia yang menjadi salah satu negara berkembang, olah raga seharusnya menjadi motor pergerakan perjuangan yang harus diperhatikan secara serius. Namun melihat prestasi olah raga republik tercinta dewasa ini sesungguhnya miris. Kita tidak hanya tertinggal sekarang, namun kita juga mengalami dilema dalam prahara yang hampir tidak berujung pangkal.
 Masalah yang paling banyak diidap oleh Induk olah raga adalah dualisme kepemimpinan. Masih segar dalam ingatan, bagaimana perwakilan AFC tak digubris oleh peserta rapat pemilihan ketua umum PSSI dalam MUNAS PSSI. Masalahnya klasik, tidak ada yang mau mengakomodir kepentingan bangsa. Mereka fokus dan maksimal dalam mengurus kepentingan dan golongan mereka. Tentu bukan hanya itu, dibelakangnya terselubung kepentingan politik dan kekuasaan yang bermuara pada "uang".
Ah.., kenapa begini? Olah raga seharusnya tidak perlu dihubung-hubungkan dengan politik atau bahkan hanya sebagai bahan pencitraan tokoh yang akan maju sebagai pimpinan politik. Olah raga tak seharusnya menjadi tambang pendulangan suara untuk politik. Tapi inilah kenyataannya. Induk olah raga sekarang kebanyakan dipimpin orang yang cuma "nitip" atau "part-time" dalam mengurus amanahnya. Bukan karena tidak ada waktu, tapi seseorang yang memimpin organisasi Olah Raga tidak memahami atau bahkan tidak mengerti bagaimana olah raga itu seharusnya berkembang. Sebagai akibat, cabang andalan Indonesia, Bulutangkis, olah raga yang selama ini menjadi kebanggaan ternyata pulang tanpa medali di Olimpiade 2012. Piala Thomas dan Uber sekarang tak lagi mau mampir, bahkan Piala Sudirman bak kacang lupa kulitnya. Sungguh ironis.
Pembinaan, lagi-labi pembinaan yang disalahkan. Apa kurang klub-klub bulutangkis sekelas PB. Djarum, PB. Tangkas sampai Suryanaga menelurkan atlet-atlet berbakat luar biasa. Apa kurang ribuan SSB U-10 sampai U-17 bertebaran seantero bumi pertiwi. Ada apa sebenarnya? pertanyaan yang lagi-lagi perlu dijawab.
Melihat perkembangan terakhir kasus Hambalang, Sea Games hingga PON rasa-rasanya itu adalah adzab buat republik ini. Fasilitas yang baru seminggu selesai dibangun runtuh, bahkan fondasi yang baru saja kering bisa ambles... Nah ini diya, muara masalah. Uang mengalir tak jelas arahnya karena alasan pembangunan, dan seakan pembangunan "mendadak" menjadi tren, supaya kas negara keluar membanbi buta untuk segera mengejar penyelesaian pembangunan. Hah, pelaku-pelaku seperti ini yang seharusnya segera di gantung sebagai "sesajen".
Namun atlet tetap berjuang sekuat tenaga dan kita wajib mengapresiasi mereka setinggi-tingginya. Mereka rela meninggalkan semua yang dimilikinya demi bangsa dan negaranya. Ini saya kira nasionalisme yang sesungguhnya tanpa ada kepentingan pribadi, walu kadang honor sering telat... Sukses buat para atlet. Semoga Alloh membalas jasa-jasamu atas bangsa ini...

Gambar diambil dari :
1. http://www.mediaindonesia.com/spaw/uploads/images/article/image/20120724_112924_hal.1.jpg
2. http://www.rimanews.com/sites/default/files/imagecache/article/anas2_2.jpg
3. http://www.hai-online.com/var/gramedia/storage/images/kidnesia/sekitar-kita/pengetahuan-umum/atlet-olimpiade-tetap-berpuasa/8001894-1-ind-ID/Atlet-Olimpiade-Tetap-Berpuasa_articleimage.jpg

28 Juni 2011

Ya Alloh Selamatkan Bangsaku

Entah apa yang akan dilakukan pendiri bangsa ini ketika melihat polah tingkah pemegang amanah rakyat. Mereka mungkin akan menangis sejadi-jadinya atau bahkan kembali ke kubur karena malu melihat bangsa yang telah meraka bangun dengan sekuat tenaga., tak cuma harta... nyawa pun diberikan buat negeri tercinta kini porak poranda, kembali terjajah bukan dari bangsa lain, melainkan dari warga negaranya sendiri yang tega memerah saudara sebangsanya sendiri demi kepentingan segelintir golongan.
Jutaan nyawa menjadi bayaran untuk kemerdekaan, kini tergadaikan oleh kemunafikan, omong kosong demokrasi yang menjadi antek kolonial dan impelisme global. Seakan mereka merasa tak ada lagi tanggungan di akherat atas perbuatan mereka. Mereka anggap 250 juta rakyat negeri ini hanyalah onggokan daging dan tulang yang tak bernurani...bagaimana raja-raja rela menyerahkan kekuasaan demi berdirinya republik, penguasa hakiki tanah nusantara. Mereka meralakan kedigdayaanya demi kemakmuran dan cita-cita luhur persatuan dan keadilan sosial bukan so-sial....
Bagaimana keadilan menjadi barang dagangan, tidak lagi berpihak kepada yang benar, melainkan yang kuat. Hukum rimba berlaku, seperti tanpa peradaban. Pencurian berbalut KORUPSI makin menggila. Elit menjadi contoh, korupsi jamaah sudah menjadi kesepakatan. Pembangunan gedung tanpa dibarengi kualitas, hanya mengejar materi, tak peduli nurani....
Bagaimana cita-cita luhur bangsa untuk melindungi segenap tumpah darah warganya, kini hanya menjadi isapan jempol. Pembantaian WNI diluar negeri, seakan warge negara ini tak lebih berharga dari seekor lalat. Perlindungan negara hanya sebatas surat, tak ada tindakan nyata yang mencerminkan perlindungan. Pembelaan menjadi tameng, PANJA hanya menjadi omong kosong untuk melanggengkan kekuasaan.
Demi Alloh, para pemimpin bangsa ini segeralah sadar...
yang kau lakukan adalah meghunus pedang ke arah bangsamu...
sadarlah atas sumpahmu... sadarlah akan ada hari pembalasan atas amanah,,,
Semoga Alloh menyelamatkan bangsa ini....
Gamabar diamabil dari :
(Atas : http://kolomsejarah.wordpress.com/2008/05/26/tiga-serangkai)
(Bawah : http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1244971017/kampanye-sby)


24 Mei 2011

DPR = DEWAN PEMERAH RAKYAT

Dewan Terhormat kembali berulah. Dewan kembali membuktikan dirinya sebagai "dracula" penghisap darah rakyat. Setelah pembuatan anggaran pembangunan gedung baru yang menyedot anggaran 1,2 Triliyun... (nyuwun sewu = menawi ngge tumbas dawet saget kangge langen (sak kolam renang)). Gedung baru tersebut rencananya dilengkapi dengan kolam renang dan spa berstandard internasional. Sungguh mencerminkan keadaan dimana wakilnya hidup mewah, yang diwakili hidup merana... bahkan busung lapar masih ada.
Yang terbaru dan lebih mengiris batin adalah rencana penganggaran 16 juta perbulan untuk biaya pulsa DPR. Kemudian seperti yang diugkapkan  Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) bahwa setiap anggota DPR menerima tunjangan pulsa sebesar Rp 14 juta per bulan dan Rp 20 juta per masa reses. Jika demikian, maka setiap anggota menerima tunjangan pulsa secara total mencapai Rp 270 juta per tahun.
Ternyata gaji besar, fasilitas penuh, rumah mewah dan tunjangan luar biasa besar tidak membuat kerakusan anggota dewan tereduksi bahkan semakin menjadi.
Dinegara ini tidak ada korelasi antara gaji besar dengan tingkat penuruanan korupsi. Besarnya gaji juga tidak berimplikasi positif dengan tingkat kinerja. Yang ada semakin besar gaji, malah semakin menggila korupsinya... semakin besar gaji juga semakin rendah etos dan kualitas kerja...
Ini adalah ironi diatas ironi, bangsa kaya raya gemah ripah lohjinawi harus miskin karena para elit dan pejabat tak dapat mengatur bangsa ini dengan bijak. Semoga bangsa ini dilindungi Alloh dari kehancuran...

7 Mei 2011

PROPOSAL KEMISKINAN ALA DPR

DPR oh DPR.... Ulahmu kembali membuat geram rakyat bangsa ini... mulai dari video porno (senator PKS, nuwun sewu katanya partai timur tengah) sampai yang terbaru pembangunan gedung baru yang ditaksir mencapai biaya 1,3 triliyun rupiah. Celakanya lagi, renca pembangunan gedung baru itu digulirkan ketika rakyat sedang dalam kondisi collaps menghadapi gempuran CAFTA.
Alasan yang mengemuka dari mulut basi angggota DPR karena gedung yang tidak lagi representatif dan gedung sudah miring. Ditambah lagi gedung yang lama memang hanya diperuntukan untuk 3 orang bukan 8 orang seperti yang sekarang (mosok? ternyata anggota DPR kakean staf ahli, jane ki anggota DPR do godhak ora toh? staff nganti 7 orang)
Yang lebih mengiris hati lagi, ribuan sekolah rusak dan hampir roboh. Tengok salah satu sekolah di bekasi yang jaraknya tak ada saeam dari gedung DPR, masih ada sekolah yang roboh dan mengancam jiwa siswanya. Seharusnya mereka berfikir tentang masa depan bangsanya, bukan perutnya.
Ada sebuah indikasi, bahwa partai-partai berkuasa sedang mencari dana korupsi untuk 2014. Mencari "magazine" money politik yang  mendewakan "sogokan" demi meraih simpati. Politik kotor, busuk dan dagang sapi adalah wajah lama disulap baru dalam dunia politik kita. Semoga anggota DPR segera sadar, sebelum orang tak lagi mau datang ke TPS untuk memilih. smoga Alloh menyadarkanmu...
Gambar diambil dari : hendri-skmbusertipikor.blogspot.com

20 April 2011

FREEDOM FOR PALESTINIAN... atau Penghianatan Konstitusi...

Derita Palestina semakin hari semakin berat, ini adalah pembiaran dari negara-negara di dunia yang ngakunya adalah cinta damai (termasuk rep.ini).... Kita sebagai negara telah menghianati konstitusi kita sendiri, paling tidak kecaman pada Paman Sam dan sekutunya wajib 'ain jika menjadi pemimpin negeri ini yang pembukaan undang-undangnya "penjajahan di atas dunia harus dihapuskan". Ini adalah liberalisme konstitusi republik. Kita terlalu takut pada ketiak Paman Sam, terlalu takut boikot F-16...
Politik timur tengah adalah politik basi sesungguhnya, karena belum pernah memberikan hasil significant. Bahkan sejak naiknya Yasher Arafat hingga wafatnya beliau kemudianberganti rezimer Hamas, penjajahan tetap saja dilakukan Zionis Israil. Barat (AS dan Sekutu) yang mendaulat diri menjadi polisi dunia, berhak kerahkan militer untuk perdamaian semu dibalik politik minyak, nyatanya tidak berkutik ketika berhadapan dengan Zionis laknatulloh.
Memang daya Tawar Israel sangat kuat di parlemen Paman Sam, semua lini penting kehidupan khususnya Ekonomi dan Pertahanan dikuasai Israel... Sebut saja Paul Wolfowitzs... serigala Israel ini begitu mengendalikan kebijakan militer AS. Orang yang pernah dituduh "aktor" dibalik kerusuhan mei 1998 nyatanya berniat menjadikan citra "ISLAM" menjadi TERORIS hampir pasti menjadi kenyataan, bahkan dinegeri Islam terbesar...Indonesia. Bagaimana jika seseorang berusaha menegakan syariat ternyata justru menjadi tertuduh Teroris
Palestina, negara perjanjian masalalu yang dikorbankan demi kontrak biadab kepentingan barat.... Kapan bangsa ini memegang janjinya dalam kontitusinya sendiri, akankah kita menjadi lumpuh tak berdaya? Kembalikan jati diri negeriku wahai pemimpin negeri................... Semoga Alloh selamatkan saudara kita di Palestina............
(gambar diambil dari  tulizan.blogspot.com)

10 Desember 2010

Negeri Kolong Jembatan...

Dua berita yang amat menggemparkan terjadi dalam satu minggu belakangan. Pertama adalah berita TIMNAS sepakbola Indonesia yang berhasil mengalahkan tim Thailand 2-1 di piala AFF. Ini tentu adalah berita baik dan aku juga ikut seneng bro....
Berita kedua adalah berita yang amat mengenaskan sekaligus merobek rasa kemanusiaan, menjatuhkan harga diri dan perasaan manusia biasa macam saya boleh juga rasanya saya mengatakan BAGAI TERSAMBAR PETIR DI SIANG HARI. Bagaimana tidak, ratusan warga negara Indonesia ASLI terlunta di negara Saudi "BIADAB" Arabia. Mereka terlunta-lunta di kolong jembatan kandara Jeddah lebih dari 4 bulan. Umumnya mereka "melarikan diri" dari kegiatan perbudakan (NEO PERBUDAKAN = NEO KAPITALISME ; kata Ir. Soekarno ) yang kejam dari majikan Biadab di ARAB SAUDI. Bahkan ada yang mengaku mendapat pemerkosaan dan gaji selama berbulan-bulan yang tidak dibayar. Ini merupakan kasus yang teramat memalukan sekaligus merendahkan bangsa kita dimata dunia Internasional. Namun itu belum seberapa, bayangkan Menakertrans Muhaimin Iskandar yang datang ke KONJEN RI di Jeddah tak tau menau soal hal itu. Ini merupakan preseden buruk buat RI. Apasih kerja cak imin? bisa gak sih dia ngurus TKI? kalo gak bisa ya mundur donk, jangan terus berlindung diketiak KOALISI BUSUK.....
Bayangkan bagaimana Filiphina yang punya kasus sama, mereka begitu luar biasanya memperlakukan tenaga kerjanya diluar negeri. Ketika ada pekerjanya 1 orang saja yang meninggal diluar negeri, maka saat itu presiden atau salah menteri akan datang ke negera yang bersangkutan dan mengurus secepatnya. Bahkan ketika pulang, para tenaga kerjanya di berikan fasilitas khusus, bahkan yang saya dengan dari Metro TV sampai digelarkan karpet merah segala... ini bentuk penghormatan kepada pahlawan devisa negara. 
Berbeda 180 derajad dengan perlakuan TKI dinegara RI yang menjunjung asas PANCASILA. TKI dianggap sebagai komoditi, hanya dianggap barang dagangan. dan tidak ada perlindungan yang jelas. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, yang namanya terminal TKI berada disudut bandara. Mereka diperas ketika sampai ditana airnya oleh bangsanya sendiri, mereka dianggap bak sapi perah yang siapapun berhak memperlakukan mereka dengan sewenang-wenang. Jika bangsa sendiri menganggap mereka budak, bagaimana bangsa lain mau menghargai mereka.
Ini PR besar pemerintah, jika sekali ini gagal memang Kabinet ini kayak SIBUYA, lamban, bodo dan ga tau diri. Tinggal tunggu adzab dari Alloh kalo begini caranya.....

3 Desember 2010

PENGHIANAT KONSTITUSI....

Jual murah...jual murah...., polemik penjualan murah Krakatau Steel oleh pemerintah nampaknya merupakan bukti baru "ada yang salah" dalam pengelolaan negara di sektor ekonomi. Sektor strategis macam baja dan minyak bumi sesuai amanah konstitusi seharusnya dikuasai dan dikelola negara dimana digunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Eh... ini malah diobral 850 rupian per lembar saham, harga yang begitu merendahkan diri, harga selembar saham BUMN Paling diminati di seluruh dunia hanya berharga tak lebih dari sebungkus kacang....
Aneh bin ajaibnya lagi siapa pembeli mayoritas saham tidak dibuka secara penuh ke masyarakat. walau rencananya 65 % adalah rakyat Indonesia, namun rakyat yang mana..., jangan-jangan malah maling-maling yang diberi jatah... Akankah negeri ini kembali kehilangan aset berharganya lagi? setelah Indosat dijual oleh Megawati yang ngakunya anak Proklamator, dimana saat itu dilego Rp.6 T... padahal harganya bisa mencapai Rp. 150 T, yang kini juga ikut menghujat pemerintah sekarang....
Sektor Baja memang menjadi incaran berbagai pihak, mulai dari asing dan swasta yang didalangi asing...., dimana sektor ini begitu menggiurkan. Bayangkan saja kita adalah penghasil bijih besi terbesar didunia, penduduk kita 250 juta orang, kebutuhan kita mencapai 300 juta ton baja pertahun... apakah pemerintah sekarang buta...
Ini jelas-jelas penghianatan terhadap konstitusi dan ideologi bangsa, Pemerintah sekarang menyeret bangsa ini makin dalam ke jurang Kapitalisme dan Liberalisme.Semoga Alloh mengampuni bangsa ini....

2 September 2010

Ketegasan Yang Dipertanyakan....

Seminggu lebih, Bapak Presiden Terhormat menjadi buah bibir di media masa baik media cetak maupun elektronik. Ini tak lain karena sikapnya yang lembek dan lama.....banget menanggapi isu pelecehan harga diri dan kedaulatan bangsa oleh "malingsial" (nyuwun ngapunten pakde Tun Abdul Razak dan Ahmad Badawi). Pak Presiden kita tercinta itu terkesan memble dan takut sebelum berperang. Emang bener, malingsial punya sekutu kayak Inggris, tapi kan kita punya 250 juta serdadu yang siap mati demi merah putih. Tengok komentar Bung Karno menanggapi ulah malingsial dulu.... "Seribu serdadu Malaysia masuk ke Indonesia, 1 juta sukarelawan menumpahdarahkan dirinya untuk negara..." Sukarno juga berani menantang kebijakan Barat soal imperialisme dan liberalisme yang menguntung kaumnya sendiri (penajajah maksudnya). Tapi kok nampaknya SBY adem ayem saja dan terkesan meredah diri di depan bangsa yang pernah kita cerdaskan dan sekarang blagu....
Yang paling kentara negara yang ngakunya sahabat, melukai perasaan sahabatnya dengan menangkap petugas yang secara sah berada di wilayah Republik Indonesia. Kalo Amerika, mungkin tu malingsia dah jadi abu kayak WTC.... he3....,
memang kita akui, kita hanya punya rongsokan senjata... yang membunuh tentara ketika latihan. Tapi kita kan punya semangat bambu runcing, buktinya belanda bersama sekutu saja kalah di ujung bambu, sedangkan mereka punya artileri yang tertangguh dipasifik saat itu....kita tak gentar dengan modal takbir...
Bagaimana bangsa ini mau disegani, mohon maap pak presiden... nampaknya kok bersembunyi diketiak diplomasi dan santun. Padahal jaim tu bagus pak... malah membuat kita makin dilecehkan....
walau begitu saya masih percaya sama pak presiden, saya percaya beliau mampu, meski bergerak seperti si BuYa yang pelan tapi sampai juga....
(Foto SBY diambil dari detik.com )