28 Desember 2014

Tiongkok-isasi

          Akhir-akhir ini, penggunaan kata "Tiongkok" untuk menggantikan sebuatan negara China menarik untuk dicermati. Setelah SBY mengesahkan penggunaan kata "Tiongkok" April lalu, maka secara resmi surat menyurat dan administrasi yang berhubungan dengan China akan dirubah penulisannya menjadi Tiongkok. SBY menyatakan, bahwa sebuatan Cina dirasa kurang menghargai etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Kemudian diakhir pemerintahannya SBY mengembalikan sebutan "Tiongkok" yang telah lama hilang dari peredaran. Penyebabnya saya kira adalah semakin kuatnya lobi China di Indonesia. Semua orang tahu siapalah Imelda Tan atau Syamsul Nursalim yang menjadi konglomerat keturunan Tiongkok. 
         Peran Tiongkok memang besar di Indonesia, sejarah ini dimulai saat Orde Baru zaman Presiden Soeharto. Etnis China diberikan kekuasaan untuk mengelola kekayaan dan sumberdaya yang ada di Indonesia. Mereka terlalu diberikan kekuasaan dalam bidang ekonomi, sehingga mereka merajai ekonomi Indonesia.
  

           
Sakit hati bangsa Indonesia mencapai puncaknya ketika pengemplang utang yang sebagian besar etnis Tionghoa lari keluar negeri dengan membawa uang rampokan, ya BLBI salah satu blunder dan kesalahan terbesar Presiden Soeharto yang membawa bangsa ini menuju kehancuran dan lilitan utang yang sampai kini belum terbayarkan. 
      Era reformasi bahkan menyebabkan dominasi ekonomi tionghoa kian menjadi-jadi karena diberlakukannya ekonomi pasar bebas/free fight competition. Ketertinggalan dalam penguasaan ekonomi golongan pribumi menyebabkan pribumi tidak pernah mampu bersaing dengan Tionghoa. Meski demikian, penguasaan ekonomi yang dominan oleh Tionghoa saat ini tidak terlalu kelihatan karena banyak konglomerat tionghoa gunakan proxy. Proxy atau kuasa atau boneka konglomerat-konglomerat tersebut umumnya adalah pribumi. Dan satu konglomerat Tionghoa bisa gunakan banyak proxy.
        Penggunaan proxy yang mayoritas pribumi oleh konglomerat ini dimaksudkan untuk mencegah konglomerat Tionghoa tampil langsung di depan publik. Mereka belajar dari pengalaman pahit masa kerusuhan MEI 1998 dulu dimana kelompok Tionghoa kaya jadi sasaran pelaku kerusuhan. Disamping itu, tujuan utamanya adalah untuk menyembunyikan diri atau sembunyikan kekayaannya. Karena banyak dari konglomerat tersebut adalah konglomerat tionghoa yang sama, yang pernah terlibat sebagai pelaku perampokan atau pembobolan bank-banknya sendiri dan mendapatkan BLBI.
          Sebagian dari mereka sudah mendapatkan predikat LUNAS dengan skema MSAA (master settlement & acquisition agreement). Sebagian lagi yang belum selesaikan kewajibannya berdasarkan skema MSAA tersebut. Mereka itulah yang dikenal dengan sebutan konglomerat buronan BLBI. Sebagian besar mereka sekarang tinggal di singapura dan gunakan proxy di RI.
            Ayin atau arthalita suryani adalah salah satu contoh proxy. Dia adalah kuasa syamsul nursalim (BDNI) dalam menjalankan bisnisnya di RI. Proxy-proxy ini juga dimaksudkan agar konglomerat-konglomerat yang sudah masuk daftar hitam bisa beli kembali asset mereka yang pernah disita Negara. Setelah dominan menguasai ekonomi RI , kini sejumlah elit Tionghoa mengkonsolidasi semua kekuatan Tionghoa RI untuk berkuasa secara politik.
             Apalagi setelah keberhasilan Ahok dalam pilgub DKI tahun lalu. Ini adalah test the water dari elit Tionghoa untuk dapat berkuasa. Jokowi yang semula hanya terkait dengan segelintir konglo tionghoa seperti Imelda Tan & Edward Suryajaya, kini jadi proxy hampir semua konglomerat. Elit konglo tionghoa ini mau memaksakan diri agar dapat berkuasa secara politik dgn menjadikan Jokowi atau Dahlan Iskan sebagai presiden. Kini dimasa Presiden Joko Widodo, dominasi China menjadi sangat kentara. Maklum saja bagaimana pengusaha China menjadi lumbung dana kegiatan kampanye Jokowi dan partai banteng. 
          Bagaimana jika usaha /strategi konglomerat Tionghoa untuk berkuasa secara politik, kendalikan pemerintah/presiden RI ini berhasil ? Bagi kami tidak ada persoalan. Namun harus disadari bahwa dominasi ekonomi dan politik oleh konglo-konglo Tionghoa, bisa timbulkan masalah besar. Bagaimanapun juga kecemburuan ekonomi dari pribumi terhadap golongan Tionghoa masih sangat besar dan tidak akan terhapus selama terjadi ketimpangan.

Sumber Gambar : http://images.detik.com/ content/2014/11/11/10/061845 _jokowiberbajutiongkok.jpg


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...