21 September 2012

OLAH RAGA SALAH URUS

Olah raga, secara maknawiyah dimensional bisa diartikan sebagai alat pemersatu, kebanggaan sekaligus perjuangan bangsa di dunia Internasional. Dengan olah raga, negara-negara yang secara ekonomi dan kekuatan tidak berimbang, bisa mengalahkan tim negara adidaya dan kaya raya sekalipun. Ini sesungguhnya yang ditunggu negara-negara ketiga di dunia membalas, yang secara ekonomi dan kekuatan militer sering menjadi bulan-bulanan negara adikuasa.
Indonesia yang menjadi salah satu negara berkembang, olah raga seharusnya menjadi motor pergerakan perjuangan yang harus diperhatikan secara serius. Namun melihat prestasi olah raga republik tercinta dewasa ini sesungguhnya miris. Kita tidak hanya tertinggal sekarang, namun kita juga mengalami dilema dalam prahara yang hampir tidak berujung pangkal.
 Masalah yang paling banyak diidap oleh Induk olah raga adalah dualisme kepemimpinan. Masih segar dalam ingatan, bagaimana perwakilan AFC tak digubris oleh peserta rapat pemilihan ketua umum PSSI dalam MUNAS PSSI. Masalahnya klasik, tidak ada yang mau mengakomodir kepentingan bangsa. Mereka fokus dan maksimal dalam mengurus kepentingan dan golongan mereka. Tentu bukan hanya itu, dibelakangnya terselubung kepentingan politik dan kekuasaan yang bermuara pada "uang".
Ah.., kenapa begini? Olah raga seharusnya tidak perlu dihubung-hubungkan dengan politik atau bahkan hanya sebagai bahan pencitraan tokoh yang akan maju sebagai pimpinan politik. Olah raga tak seharusnya menjadi tambang pendulangan suara untuk politik. Tapi inilah kenyataannya. Induk olah raga sekarang kebanyakan dipimpin orang yang cuma "nitip" atau "part-time" dalam mengurus amanahnya. Bukan karena tidak ada waktu, tapi seseorang yang memimpin organisasi Olah Raga tidak memahami atau bahkan tidak mengerti bagaimana olah raga itu seharusnya berkembang. Sebagai akibat, cabang andalan Indonesia, Bulutangkis, olah raga yang selama ini menjadi kebanggaan ternyata pulang tanpa medali di Olimpiade 2012. Piala Thomas dan Uber sekarang tak lagi mau mampir, bahkan Piala Sudirman bak kacang lupa kulitnya. Sungguh ironis.
Pembinaan, lagi-labi pembinaan yang disalahkan. Apa kurang klub-klub bulutangkis sekelas PB. Djarum, PB. Tangkas sampai Suryanaga menelurkan atlet-atlet berbakat luar biasa. Apa kurang ribuan SSB U-10 sampai U-17 bertebaran seantero bumi pertiwi. Ada apa sebenarnya? pertanyaan yang lagi-lagi perlu dijawab.
Melihat perkembangan terakhir kasus Hambalang, Sea Games hingga PON rasa-rasanya itu adalah adzab buat republik ini. Fasilitas yang baru seminggu selesai dibangun runtuh, bahkan fondasi yang baru saja kering bisa ambles... Nah ini diya, muara masalah. Uang mengalir tak jelas arahnya karena alasan pembangunan, dan seakan pembangunan "mendadak" menjadi tren, supaya kas negara keluar membanbi buta untuk segera mengejar penyelesaian pembangunan. Hah, pelaku-pelaku seperti ini yang seharusnya segera di gantung sebagai "sesajen".
Namun atlet tetap berjuang sekuat tenaga dan kita wajib mengapresiasi mereka setinggi-tingginya. Mereka rela meninggalkan semua yang dimilikinya demi bangsa dan negaranya. Ini saya kira nasionalisme yang sesungguhnya tanpa ada kepentingan pribadi, walu kadang honor sering telat... Sukses buat para atlet. Semoga Alloh membalas jasa-jasamu atas bangsa ini...

Gambar diambil dari :
1. http://www.mediaindonesia.com/spaw/uploads/images/article/image/20120724_112924_hal.1.jpg
2. http://www.rimanews.com/sites/default/files/imagecache/article/anas2_2.jpg
3. http://www.hai-online.com/var/gramedia/storage/images/kidnesia/sekitar-kita/pengetahuan-umum/atlet-olimpiade-tetap-berpuasa/8001894-1-ind-ID/Atlet-Olimpiade-Tetap-Berpuasa_articleimage.jpg