28 April 2014

PKB PERALAT RHOMA?

Pesta politik rutin 5 tahunan di Republik Indonesia tahap pertama telah menghasilkan fakta menarik dalam bidang legislasi. Pertama adalah banyaknya perubahan wajah baru di DPR RI yang menggantikan wajah lama. Orang lama macam Roy Suryo dan Sutan Batoegana tidak lagi masuk dalam daftar legislator yang melenggang ke Senayan yang notabene bernomor urut satu dalam dapil mereka. Mereka tidak dipercaya lagi mewakili rakyat di dapil mereka. Banyak penyebabnya, namun tentu saja image partai yang jatuh di mata konstituen. Partai yang menaungi mereka sebut saja Demokrat, jauh panggang dari api dalam menjalankan visi dan misinya, “katakan tidak pada(hal) korupsi”.


Hal lain yang menarik di cermati adalah permasalahan di Partai Kebangkitan Bangsa. Setelah ramai mengusung “sang satria bergitar” sebagai calon Presiden tunggal dari partai tersebut, belakangan manuver “kelicikan” Cak Imin selaku ketua umum mulai nampak. Efek dahsyat Rhoma Irama untuk partai begitu signifikan. Setelah di tinggal sang “symbol” KH. Abdurahman Wahid, sepertinya partai tersebut telah kehilangan roh, baik pergerakan maupun perjuangan. Sakit hati pendukung Gusdur atas dilengserkannya beliau dari PKB serasa menyayat para Gusdurian. Namun sudah menjadi tabiat masyarakat Jawa Timur dan para Nahdliyin, mereka seperti tak ingat apa yang telah dilakukan pengurus baru terhadap sang pendiri partai. Lupa mungkin, namun kedatangan tokoh baru lebih masuk akal. Kedatangan dua tokoh baru yaitu Rhoma Irama dan Mahfud MD yang digadang-gadang masuk bursa capres dari partai tersebut nampaknya memberikan nafas baru buat PKB. Benar saja, kini PKB memiliki suara 9% dan memiliki daya tawar yang kompetitif dalam koalis menuju RI 1.


Namun, lagi-lagi politik, penipuan selalu saja muncul. Lihat saja gerak-gerik partai itu sekarang, berdalih menggunakan management internal mereka mencoba membuang dan menenggelamkan peran sang pendongkrak suara siapa lagi kalo bukan “sang satria bergitar”. Alasan mereka memang kuat, bahwa ada kontrak politik  jika suara PKB minimal dari 15% dalam legislatif, barulah sang Raja Dangdut akan di perjuangkan menjadi RI 1. Ah…, kenapa bung Rhoma tak belajar dari sejarah, tokoh se-karismatik Gusdur aja diterjang dan dibabat mereka, apalah jadinya Rhoma?

PKB nampaknya sadar kalo Rhoma memang tak memiliki kompetensi dan daya tawar yang cukup hingga mampu meraih kursi RI 1, maka dibuatlah kontrak tak masuk akal itu. Tapi dibodohi seperti itu, tetap saja Raja Dangdut itu terperosok masuk dalam perangkap. Seperti kerbau dicocok hidung mungkin. He4, ah nafsu menjadi penguasa memang bisa membutakan hati dan pikiran. Perjudian besar telah dilakukan bung Rhoma, namun kini setelah perannya menaikan suara PKB di DPR RI berhasil dengan signifikan, ada bau pemenggalan peran. “Cukup di sini ajah yah bang…” mungkin itu yang ada di benak Cak Imin serta pengurus pusat PKB (sambil tertawa lantang tentu saja).

Lantas kemana arah pergerakan PKB pasca pemilu legislatif? Ah… mudah saja ditebak, karena tak pernah merasakan menjadi oposan sejati mereka lantas mendekati sang pemenang pemilu. Bau-bau moncong putih sudah menyeruak di kantor pusat PKB. Tengok saja, komunikasi intensif dengan Jokowi sudah gencar. Dengan suara  begitu besar, mana mungkin si merah mampu menolak. Dan jelas, beberapa kursi menteri akan diberikan sebagai kompensasi dukungan, nah pastilah Ketua Umum mendapat jatah untuk meneruskan kekuasaanya duduk di Istana, walapun saat menjadi menteri Tenaga Kerja nir prestasi. Jangankan prestasi, kerjanya saja tak tahulah awak. Tengok saja kasus banyaknya tenaga kerja illegal, ancaman hukuman mati, terus masih ingatkah kita dengan kasus ratusan TKI yang terlantar di kolong jembatan di Jeddah sampai Cak Imin tak tahu meskipun sedang kunjungan kerja di konjen RI. Sungguh sebagai sarjana teknik, nampaknya tak ada kemampuan menangani pekerja, namun apa boleh buat sang presiden waktu itu tak bisa menarik amanah karena sudah menjadi kompensasi dukungan.
Setelah tahu rencana akal bulus para pengurus pusat PKB, kini Sang Satria Bergitar mengancam akan mencabut dukungan dari PKB. Ah… begitu ironis dan seperti sinetron-sinetron kejar tayang. Sebuah akhir yang mudah saja ditebak. Ancaman bung Rhoma tak bakal di gubris, “mau dukung kek, mau enggak kek, mau jungkir balik kek, gue harus bilang waw gitu?” mungkin itu yang ada di benak pengurus pusat PKB. Apapun yang dilakukan Rhoma kini tak akan berpengaruh banyak, karena tujuan sejati dari PKB memang tidak untuk memenangkan pemilu apalagi mendapat RI-1. Sayang sekali, karena bung Rhoma sadar belakangan hanya diperalat oleh PKB. Yah apa mau di kata, modal sudah keluar banyak namun nyesek dan mak jlep karena kini hanya dipandang sebelah mata.

Ada sebuah pembelajaran menarik dari kasus Sang Satria Bergitar, politik memang kejam dan kualitas memang tak pernah bohong. Yah, bang Rhoma nampaknya harus kembali ke jatidirinya menjadi penyebar dakwah melalui music. Jangan sampai setres nanggepin para sengkuni yang memanfaatkan ketenarannya, “tiwas kecelik”. Ah, politik… kejamnya dikau, sakitnya melebihi penolakan seorang gadis terhadap lelaki yang telah dimabuk cinta… T.T (tahulah maksud saya).

22 April 2014

Jatuh Cinta Membuat Kenyang?

Cinta, tampak tak asing dalam telinga ketika mendengarnya. Kata ini begitu familiyar khususnya di kalangan muda. Tak terhitung berapa lagu dan karya musik yang terinspirasi dari cinta. Bahkan jutaan film, drama, novel dan karya seni lain terinspirasi dari kata yang sungguh ajaib “CINTA”.
Ditelisik secara bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ikatan emosi yang menghasilkan kasih sayang sesama manusia. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut.



Sedang definisi Cinta secara kimia (maklum penulis dari kimia, he4) adalah sebuah reaksi di otak yang menimbulkan perasaan melayang di awan. Jadi cinta memang betul-betul dapat diterjemahkan secara ilmiah. Proses reaksi kimia di otak ini begitu rumit, sehingga begitu menarik karena berefek pada organ lain di tubuh termasuk mata, lambung, mulut dan masih banyak lagi. Salah satu zat yang paling menonjol dan terlibat dalam reaksi kimia “cinta” ini DOPAMIN. Ketika kita sedang jatuh cinta dopamine akan diproduksi. Walaupun jumlahnya kecil diproduksi, namun perasaan melayang seperti di awan akan kita rasakan.
Buktinya, ketika malam tiba saya ups… (kita maksudnya) akan susah tidur mikirin sang jantung hati. Wajahnya akan selalu nampak di depan mata meskipun kita sudah berusaha membuangnya. Kamu ngga bisa tidur nyenyak. Si dia yang terakhir ada di pikiran kamu sebelum pergi tidur, dia lagi yang langsung kepikiran begitu kamu membuka matamu di pagi hari “you know you are the only one..”. Dopamin memang punya sedikit efek halusinogen layaknya “candu dan ganja” dimana kita akan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada didepan kita. Maka tak ayal seseorang yang lagi jatuh cinta akan sering melamun, mungkin sedikit “crazy” tandanya jelas, suka senyum sendiri bahkan bertingkah gak jelas kesana kemari. Maka gila gara-gara cinta tak akan mampu dielakan ketika kita lagi jatuh cinta.
Efek lain dari produksi dopamine ini  berakibat menurunnya selera makan, bahkan lupa makan… J, inilah yang menyebabkan kita merasa kenyang meskipun belum makan. Makanan kesukaan kita akan terasa hambar, meskipun makanan itu enak. Saking hebatnya zat ini, kita akan lebih semangat bahkan bisa membuat kita makin cakep… (kalo cakep mah relatip atuh… :-p), lebih anehnya lagi tiba-tiba kita akan menjadi pujangga pencipta puisi indah atau pencipta senandung cinta abadi.
Yah begitulah cinta, beruntunglah orang yang sedang jatuh cinta, seperti puisi karya Jalaludin El Rumi “Tak ada pilihan lain bagi jiwa, selain untuk mengasihi. Namun, pertama kali jiwa harus merangkak dan merayap di antara kaki para pecinta. Hanya para pecinta yang dapat lepas dari perangkap dunia dan akhirat. Hanya hati yang dipenuhi dengan cinta yang dapat menjangkau langit tertinggi. Bunga mawar kemuliaan hanya dapat bersemi di dalam hati para pecinta”





21 April 2014

Berpetualang Ke Konya (Bagian 3) : Museum Jalaludin El Rumi

Sore itu sudah menunjukan pukul 4 sore, dan hujan salju tipis mulai menerpa perjalan saya menuju destinasi terakhir di Konya, yaitu masjid dan museum Mevlana Jalaludin El Rumi. Salju yang baru jatuh begitu indah, lembut dan ketika menyentuh kulit dingin dan langsung menjadi air. Sungguh dahsyat rahmat Alloh di alam semesta. Saat itu kuteringat sebuah puisi sufi karya sang Mevlana.

Cinta adalah lautan tak bertepi. Langit hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah langit berputar karena gelombang Cinta. Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila bukan karena Cinta, Bagaimana sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
Bagaimana tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh?
Bagaimana ruh akan mengorbankan diri demi nafas  yang menghamili Maryam?
Semua itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju Tidak dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang. Setiap atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan naik ke atas laksana tunas. Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah lagu pujian Keagungan pada Tuhan.

Sungguh indah puisi sung ulama sufi, hati siapa yang tak hanyut mendengar puisi seperti itu. Maka demi tahu kedahsyatan cinta atas Rab-nya harus saya buktikan sendiri jejak kedahsyatan karya sang maestro cinta.

                                                    (pelataran musem Jalaludin EL Rumi)

Sampai di pelataran museum saya putuskan untuk langsung masuk. Harga tiket masuk sebesar 4 TL atau 20k IDR, cukup terjangkau untuk ukuran kantong saya he4. Di museum ini terdapat banyak peninggalan Jalaludin El Rumi, mulai dari baju, buku-buku bahkan sampai kursi beliau masih utuh.
Selain peninggalan, juga terdapat diorama atau semacam patung yang menggambarkan bagaimana para penari sufi berlatih dan mendalami ajaran sufi.

                                         (diorama para penari sufi)

Dalam kompleks ini, terdapat pula makam Jalaludin El Rumi dan para muridnya. Sayang sekali saya tidak diperbolehkan membawa kamera masuk. Demi menghormati makam ini, yah kita ngikut aja. Dalam makam tersebut ada hal yang istimewa, yaitu ada rambut Rasulullah. Seikat rambut Rasulullah ini memunculkan bau harum meskipun letaknya di dalam kotak kaca yang cukup besar. Memang benar, riwayat-riwayat yang mengatakan keringat Rosul wangi. Jangankan rambut, keringat saja wangi. Memang Muhammad SAW adalah manusia pilihan Alloh. 

                                                    (Di depan Makam Jalaludin El Rumi)
Saya terharu, merasa sedekat ini dengan Rosulullah, maka saya percaya orang-orang yang berdiri di depan makam Rosul sontak menangis karena kerinduan yang mendalam. Semoga di akhirat kelak, kami dipersatukan bersama Rosulullah SAW.

Setelah dua jam berkeliling museum dan makam saya putuskan keluar museum untuk sholat magrib dan makan malam. Tidak ada yang special, makan malam dengan roti dan corba. Selepas makan, saya lanjutkan berkeliling mencari souvenir, Saya temukan sebuah toko cindera mata di ujung pasar. Nampaknya murah-murah (ada tulisan diskon soalnya). Gak banyak sih yang saya beli karena keterbatasan budget. Saya Cuma beli 10 gantungan kunci (@1 TL) dan 2 buah keramik (@1TL) untuk dipajang di rumah. Usai belanja oleh-oleh, saya putuskan langsung menuju terminal untuk melanjutkan perjalanan ke kota kedua dalam liburan kali ini. Kota Antalya menjadi rencana singgah saya berikutnya.
Akhirnya saya harus berpisah dengan mas Faiz, teman baru yang begitu baik. Sebuah pelukan hangat pun mengakhiri kebersamaan kami. Terima kasih mas Faiz, semoga Alloh membalas semua kebaikanmu.

Bus berangkat menuju Antalya pukul 12 malam, kali ini saya juga naik bus metro. Perjalanan mungkin memakan waktu sekitar 6 jam, sehingga bisa untuk tidur dalam bis. Sampai jumpa di Antalya dalam halaman berikutnya…



Sumber : foto adalah koleksi pribadi penulis.

RASULULLAH, SANG PEMIMPIN DAN KEHIDUPAN

Rasulullah membawa begitu banyak prinsip dan ajaran luhur bagi umat manusia. Tak ada satupun dari prinsip atau ajaran tersebut yang berlawanan dengan kehidupan. Rasulullah menyampaikan risalah yang beliau emban dengan penuh percaya diri dan keyakinan tanpa keraguan.
Lewat Hadist-hasdits beliau, Rasulullah menyampaikan hampir segala hal mulai dari Arsy sampai alas duduk, dari surga sampai neraka, dari manusia pertama sampai hari kiamat. Semua itu disampaikan Rasulullah dengan jelas. Rasulullah sangat memperhatikan nasib umat beliau di masa mendatang. Bahkan beliau menyebut nama pada sebagian peristiwa yang beliau paparkan dengan sangat jelas seperti layaknya orang yang sedang melihat televisi.


Ya, Rasulullah selalu yakin dengan apa yang beliau sabdakan. Hal itu dapat terjadi karena Alloh telah menghamparkan di hadapan Rasulullah Al Kitab Al Mubin dan Al Imam Al Mubin serta menunjukan kepada beliau banyak hal yang tercatat dalam lembaran takdir. Setelah melihat semua itu Rasulullah lalu menjelaskan kepada umat manusia. Itulah sebabnya wajar jika ajaran yang dibawa Rasulullah menjadi ajaran yang abadi. Betapa Indahnya syair yang diubah olah Najib Fadhil :

"Esok milik kita... pasti milik kita..."
"Tiap kali matahari terbit atau tenggelam... keabadian milik kita..."

Dalam syairnya ini, penyair yang berjuluk Sulthan As Syu'ara ini menunjukan keyakinan yang bulat terhadap ajaran dan akidah yang dianutnya. Ketika kita mengulas kedua bait sudut pandang dakwah Rasulullah, pasti akan kita dapatkan makna yang mendalam.
Matahari terbit dan tenggelam. Hari, bulan dan tahun terus berlalu. Tapi risalah yang di bawa Muhammad SAW selalu kekal hingga akhir zaman.

(Muhammad FG)

Sumber : Gambar diambil dari www.muftizubair.co.za

PARTAI KA'BAH TERANCAM BUBAR

Republik Indonesia yang dahulu dikenal dengan Nusantara memang ditakdirkan berbeda-beda. Bayangkan, berdasar data terbaru Badan Pusat Statistik, terdapat kurang lebih 18.000 pulau, ada sekitar 700 suku bangsa dan lebih dari 500 bahasa dan dialek local tersebar di Nusantara. Keragaman ini sangat berpotensi memunculkan gesekan hingga pertikaian berakar pada SARA.



Nenek moyang kita sadar akan hal tersebut, mereka hidup berdampingan dengan mengedepankan perbedaan sebagai “lem” yang mengikat persaudaraan dan persatuan. Tengok saja di zaman Majapahit yang terkenal dengan semboyan “Bhineka Tungga Ika”, semboyan yang mengakui perbedaan dan siap hidup berdampingan dengan perbedaan itu. Nenek moyang kita sadar, ternyata perbedaan itulah yang membuat bangsa menjadi besar, perbedaan itulah yang membuat bangsa menjadi disegani. Sedikit banyak budaya tersebut terpelihara hingga sekarang. Masyarakat grass roots sangat bertenggang rasa dan menghargai perbedaan.
Yang menjadi masalah sekarang adalah partai politik yang nampaknya tak peduli dengan ancaman perpecahan. Tengok saja, kasus terbaru perpecahan dalam tubuh partai ka’bah. Bagaimana mungkin sebuah partai besar yang dihuni oleh orang-orang cerdas, berasas syariat, para cendekiawan muslim ternyata lebih mengedepankan golongan dan jatah jabatan. Perbedaan pandangan diantara pengurus pusat menghadirkan perpecahan. Musyawarah tak pernah disentuh, tabayun-pun mereka sepertinya pikun. Politik egois menjurus individualis partai muslim terbesar jelas tergaris. Sungguh ironis, kemana akhlakul karimah yang menjadi slogan partai ini, kemana amanah suara kaum muslim dibawa?


Muara persoalan adalah kedatangan Ketua Umum partai Ka’bah Surya Dharma Ali saat kampanye partai Gerindra yang akhirnya melahirkan koalisi. Hal itu jelas menusuk perasaan pengurus partai di level pusat dan daerah. Karena merasa tidak dianggap, akhirnya pengurus mengadakan rapimnas untuk menyatukan pendapat tentang mosi tidak percaya kepada ketua umum partai.
Ini aneh, mengapa tidak ada harmonisasi antara ketua umum dan sekjen yang notabene adalah orang tua untuk kader partai. Kenapa justru orangtua tidak berfikir yang terbaik untuk anak-anak mereka. Ada apa, adakah motif dibalik perpecahan ini?
Jelas, motif kekuasaan pasti menjadi latar belakang dibalik kasus PPP tersebut. Penulis berasumsi, kubu Surya DA memilih berkoalisi dengan Gerindra karena pasti mendapat porsi kekuasaan lebih besar. Transaksi yang paling mungkin adalah kursi wakil presiden. Jika koalisi ini permanen, dan berhasil pastilah Kursi Wapres ditangan PPP alias mampir kepada pak Surya DA. Menggiurkan bukan?


Asumsi kedua, kubu sekjen M Romahurmuziy dan pengurus PPP di daerah cenderung memilih berkoalisi dengan partai pemenang pemilu (si moncong putih). Meskipun tak se-menggiurkan tawaran koalisi dengan Gerindra, tapi jatah beberapa menteri sudah cukup. Karena berpihak kepada pemenang pasti lebih menjanjikan. PPP memang tak siap untuk kalah dan menjadi oposan. Tempat nyaman selama bertahun – tahun sebagai pendukung pemerintah memang berat untuk ditinggalkan.
Penulis berpendapat, untuk menandingi partai PDIP yang telah mengusung koalisi kuat, selayaknya PPP harus berfikir lebih bijak. Berkoalisi dengan dengan Gerindra sebetulnya adalah pilihan paling masuk akal, kenapa? Karena jika koalisi dengan Gerindra ini berhasil, maka posisi tawar umat Muslim akan besar di parlemen. Aneh memang, negara mayoritas muslim ini harus tertatih di parlemen. Partai nasionalis nampaknya kurang peduli dengan ke-mayoritasan ini. Suara PPP memang tidak signifikan dibanding partai nasionalis. Ini juga masih menjadi kendala, maka tak sedikit asumsi kedua di pilih karena lebih masuk akal untuk tetap membuat partai hidup.
Yah kita tunggu saja perkembangan partai muslim terbesar ini. Semoga partai ini tidak hancur karena perpecahan, karena di tangan partai-partai muslim inilah, 200 juta lebih umat muslim berharap, benteng terakhir dari kapitalisme dan kolonialisme modern terhadap Republik Indonesia. Semoga Alloh senantiasa merohmati para cendekiawan yang selalu memperjuangkan kepentingan umat.



Sumber :
Gambar Bhineka Tungga Ika : Kaskus.co.id
Gambar SDA dan Prabowo www.liputan6.com
Gambar M Romahurmuziy : news.detik.com