22 Januari 2019

PERAN PENDIDIKAN ISLAM MENGHDAPI GEMPURAN GLOBALISASI


Tak bisa dipungkiri, bahwa tiada lagi pintu yang dapat membatasi komunikasi antar manusia dari seluruh dunia. Kita di Indonesia bisa berbagi dengan orang lain di benua seberang, di belahan bumi yang berbeda. Semua konten tentang ilmu pengetahuan bisa kita akses dan bagikan ke seluruh penjuru dunia hanya dengan ujung jari. Sehingga jarak tak lagi berlaku dan pengetahuan dengan murah dan mudah dapat diperoleh. Seorang siswa SMA bisa mengakses jurnal sains dari Oxford University dan belajar melampaui materi yang didapatnya di sekolah. Bahkan, dengan bantuan video tutorial di youtube, seorang siswa bisa merakit TV atau membuat solar cell rumahan. Saya percaya dengan teknologi, pemerataan kecerdasan dan kemakmuran akan bisa diraih bangsa Indonesia.
Namun tekhnologi seperti pisau dengan dua sisi. Tak hanya sisi positif, namun sisi negatif juga tak kalah menghantui. Konten pornografi merupakan masalah yang paling mengancam bagi generasi muda. Berdasarkan hasil survey google, Indonesia adalah pengakses situs porno tertinggi ketiga di dunia. Dan 25.000 akun – akun remaja mengakses situs ini setiap hari. Ini merupakan ancaman serius bagi bangsa Indonesia, dan ketika generasi penerus ini terkena virus pornografi, maka tak ayal masa depan bangsa Indonesia akan terancam.
Pendidikan Islam menjadi solusi paling tepat bagi permasalahan pendidikan. Dasar – dasar agama Islam yang kuat dapat membentengi siswa dari ketergelinciran akhlak dan perilaku. Dengan pendidikan Islam, siswa diajarkan untuk bersifat “ihsan” dimana saja. Merasa dilihat Allah SWT, sehingga dalam kondisi ramai atau sendirian akan tetap ingat bahwa setiap perbuatannya akan dihisap dan dipertanggungjawabkan di yaumil akhir.
Islam mengajarkan, bahwa dunia ini adalah ladang penemuan. Ladang ilmu pengetahuan yang telah Allah tunjukan dalam Al-Qur’an. Manusia hanya perlu menemukan kembali apa yang telah Allah sebarkan di alam semesta. Untuk dapat menangkap pesan-pesan Al-Qur’an, dibutuhkan ilmu pengetahuan. Sehingga Islam dan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan. Dengan fakta – fakta sains akan menguatkan keimanan kita kepada Allah. Maka pendidikan yang berbasis Islam akan mampu memadukan keduanya, sehingga kita tak akan lagi buta dan lumpuh seperti kata Albert Einstein, “agama tanpa ilmu adalah buta dan ilmu tanpa agama akan lumpuh”.
Yang menarik dari pendidikan Islam, adalah nilai – nilai keluhuran Rasulullah SAW yang menjadi nafas bagi setiap materi yang diberikan kepada siswa. Akhlak Rasulullah SAW menjadi acuan dan tujuan setiap guru dalam mendidik siswanya. Mengutamakan adab adalah ciri khas pendidikan Islam, sehingga siswa akan dikembalikan kepada “humanities”, bukan hanya dipersiapkan dan dididik supaya cerdas dan berilmu, namun juga memiliki budi pekerti yang luhur.
Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin, rahmad bagi seluruh alam. Maka pendidikan yang bernafas Islam tak hanya menjadi kebutuhan, namun sebagai keharusan dalam menghadapi tantangan global. Dengan dasar iman, Islam dan ilmu maka kita siap menyongsong nubuah Rasulullah, bahwa Islam akan kembali berjaya dan menguasai dunia.


30 Oktober 2018

Surat Khalifah Umar Untuk Mesir


Ketika Mesir jatuh bertekuk lutut ke dalam pelukan Islam pada masa ke-khalifah-an umar bin khatab radhiallah huanhu. Kemudian Amru bin ‘Ash, ditetapkan Khalifah Umar bin Khaththab sebagai Gubernur di Mesir.
Suatu hari di hari pertama di bulan dalam sistem penanggalan masyarakat setempat, orang-orang datang menemui Amru bin ‘Ash. Juru bicara mereka berkata, “Wahai Amirul mukminin, Sungai Nil di tempat kami punya kebiasaan, tidak mau mengalirkan air kecuali permintaannya dipenuhi.” “Apa permintaannya?” tanya Amru bin ‘Ash. “Kalau sudah tanggal 11 bulan ini, kami biasa mencari seorang anak gadis. Setelah kami menjadikan kedua orang tuanya senang dan ridha, maka kami menyuruh gadis itu berdandan dan berhias seelok mungkin. Lalu kami melemparnya ke Sungai Nil sebagai tumbal,” papar mereka.
Amru bin ‘Ash memotong, “perbuatan itu dilarang oleh Islam dan Islam melenyapkan ajaran buruk sebelumnya.” Karena tidak ada solusi, para penduduk Mesir yang menetap di sekitar Sungai Nil memutuskan untuk menetap sementara seperti biasa. Bila air Sungai Nil tidak mengalir, mereka berencana pindah ke wilayah lain.
Melihat keadaan itu, Amru bin ‘Ash berkirim surat kepada Khalifah Umar bin Khaththab di Madinah. Amru melaporkan peristiwa yang dihadapinya dan meminta nasihat kepada Umar apa yang mesti ia lakukan.
Umar membalas surat Amru. Dalam suratnya Umar menulis, “Tindakanmu benar. Islam memang menghapus kebiasaan buruk sebelumnya. Aku telah mengirim kertas khusus untuk engkau lempar ke Sungai Nil.”
Surat Umar sampai ke tangan Amru. Amru membaca isi surat khusus yang ditulis Umar untuk Sungai Nil. “Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin untuk Nil penduduk Mesir. Amma ba’du. Jika engkau mengalir karena kemauanmu, janganlah engkau mengalir. Tetapi bila engkau mengalir karena diperintah oleh Allah, maka aku meminta kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa agar menjadikanmu mengalir.”
Kertas itu dilempar Amru bin ‘Ash ke Sungai Nil sehari sebelum hari raya Nasrani. Saat itu penduduk Mesir tengah bersiap-siap pindah ke negeri lain karena Sungai Nil yang menjadi sumber penghidupan mereka berhenti mengalirkan air. Setelah surat Umar dilempar, keesokan harinya, di pagi hari di hari raya Nasrani, air Sungai Nil telah mengalir dengan ketinggian 7 meter lebih hanya dalam waktu semalam. Sejak itu adat buruk masyarakat Mesir melempar tumbal seorang gadis hidup-hidup ke tengah Sungai Nil berhenti. 
(Mutiara Islam)