28 Desember 2015

Ujian Persahabatan Di Bumi Prau



Sahabat, yang kemudian membentuk kata persahabatan merupakan kata yang lazim kita dengar dalam keseharian. Kata yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia yang berarti kawan kental, karib ataupun dekat. Bagitu hits nya kata ini, grup band terkenal macam Sheila On Seven pernah menukil kata sahabat dalam singlenya yang melegenda bertajuk “sahabat Sejati” di akhir era 90an. Lagu ini begitu fenomenal karena menohok dan menyentuh kalbu para pendengarnya yang rata-rata berusia remaja.
Kata sahabat juga digunakan dalam Islam, kita mengenal istilah “Sahabat Rasulullah”.Begitu pentingnya Sahabat Rasulullah ini, mereka sampai dibagi menjadi beberapa tingkatan karena dapat digunakan untuk mengevaluasi keabsahan suatu hadits maupun perbuatan nabi yang diriwayatkan oleh mereka.


Ngomong-ngomong soal persahabatan, izinkan saya bercerita tentang sebuah pengalaman menarik bersama anak-anak Al Gazhi dalam sebuah ekspedisi. Mungkin, apa yang dilakukan Al Ghazi Adventure kali ini merupakan kegiatan rutin, tapi menurut saya kegiatan ini bermakna dalam, merupakan bentuk self assesement, karena persahabatan merupakan kawah candradimuka psikologis, fase puncak entitas sosial insani yang menimbulkan hubungan erat, rasa memiliki, rasa sepenanggungan dan rela berkorban.
Ekspedisi ini bertajuk “Prau Adventure”. Rangkaian kegiatan yang telah digaungkan sejak 3 bulan lalu begitu menarik dan serasa menggelitik untuk diikuiti. Sejak masuk angkatan Rabbani di YISC, baru sekali ini saya dengar ada sebuah mikat (klub, minat dan bakat) yang menaungi para pecinta alam yang konon katanya dibalut secara “syar’i”. Rasa penasaran saya membuncah, setelah melihat fliyer yang di sebar panitia diberbagai media sosial yang ada di civitas Rabbani. Pendakian masal Prau bakal digelar diawal Desember, sebuah tantangan yang mengingatkan saya akan masa lalu yang berliku (malah curcol, he4).
Gunung Prahu (dalam dialeg jawa Prau) ini memang sayang untuk dilewatkan. Kabar pesona keindahan alamnya begitu menyihir pendaki pemula macam saya. Puncak memanjang, padang ilalang berhiaskan bunga Daisy dan tentu saja golden sunrise yang disajikan dari negeri di atas awan, Dieng adalah Surga yang singgah ke bumi. Surga yang dititipkan Sang Maha Pencipta ke tanah Nusantara, tiada duanya.
Pendaftaran peserta dibuka diawal Oktober dengan sistem seat by order, dengan mendaftarkan nama dahulu hingga semua kuota peserta terpenuhi, dan saya adalah orang yang beruntung masih kebagian kuota satu tempat, jadideh naik gunung lewati lembah, menyeberang sungai yang mengalir indah ke samudra, bersama teman berpetualang. He4…
Sebulan menjelang keberangkatan, mulailah panitia mengumpulkan peserta dan diberikan pengarahan macam anak ospek. Bahkan urusan jogging pun dicover. Apa urusanya panitia turut campur masalah perjogingan peserta? Inilah kawan, saya mendapatkan pelajaran pertama dari kegiatan ini. Ternyata kesiapan kita secara mental dan fisik menjadi penentu berhasil tidaknya kegiatan ini. Persiapan mental, kita dibekali dengan ilmu teoritis mulai dari teknik packing, survival, ilmu navigasi dan thethekbengek urusan perlengkapan dibahas secara mendetail. Kemudian fisik, kita diwajibkan minimal 4 kali sebelum keberangkatan melakukan jogging selama 30-60 menit persesi. Dan untuk memantapkan, kita dibagi menjadi tim-tim kecil beranggotakan 4-5 orang dan didampingi seorang fasilitator, yang kayaknya panitia memang memantau kita dengan seksama, salut buat kakak panitia. Ternyata urusan naik gunung ini ribet, tapi asikin ajalah, bukankah kata pepatah hidup semakin indah dengan sedikit berarah-darah (lebay).
Tibalah kita di hari pelaksanaan kegiatan. Jum’at, 4 Desember  tepat pukul 18.00 peserta diwajibkan kumpul di depan loket bus Sinar Jaya di Kampung Rambutan yang akan mengantar kita menuju Wonosobo. Sore itu hujan cukup deras mengguyur, ples bertepatan dengan akhir pekan, kebayangkan macetnya Jakarta apalagi menuju terminal Kampung Rambutan. Praktis jadwal molor dari rencana semula. Ujian pertama berupa kesabaran telah dimulai. Hingga pukul 20.30 peserta belum lengkap, masih ada yang terjebak macet di jalan. Kawan, meskipun lama menunggu, tapi kita mahfum bahwa tidak boleh satu orang pun anggota tertinggal dalam acara ini. Tidak ada keluh kesah dari peserta lain, dan panitia dengan sabar menunggu hingga semua peserta lengkap. Hem, amazing. Akhirnya, bus berangkat dari Rambutan pukul 21 teng dan nyampe di terminal Wonosobo pukul 10 keesokan harinya.
Hari kedua, merupakan puncak kegiatan ini. Perjalanan sebenarnya baru akan dimulai. Setelah packing ulang dan sarapan, kita langsung bergerak menuju Base Camp Patak Banteng dengan minibus. Konon, Patak Banteng ini merupakan jalur yang paling berat dilalui dibanding jalur lain untuk menuju Gunung Prau. Namun ada keunggulannya, treknya lebih cepat hanya memerlukan waktu 4 jam untuk mencapai puncak.
Langit cerah berawan menyambut kedatangan kami di Patak Banteng, rasa-rasanya perjalanan ini bakal mudah, alam saja mendukung perjalanan kami. Setelah melakukan registrasi dan thethekbengek urusan administrasi kita langsung deh jalan menuju puncak Prau. Baru berjalan ratusan meter, kita langsung disambut oleh trek pendakian yang aduhai, pemandangan indah persawahan dikiri kanan jalan setapak, menemani perjalanan kami hingga di pos pertama.
Lewat pos pertama, trek sangat menantang. Medan berbatu, sempit dan licin serta jurang dikiri kanan jalur membuat perjalanan begitu berbahaya. Jalur yang menanjak 50-60o memaksa kami menggenjot tenaga supermaksimal, praktis makan siang yang kami santap beberapa waktu lalu hilang tak berbekas karena hadangan jalur yang “gila” ini, huft. Banyak peserta yang kelelahan, kehabisan tenaga karena jalur yang terjal. Ujian berikutnya baru saja dimulai, kegigihan dan pantang menyerah menjadi cobaan. Ada satu hal menarik, jika kita mau tahu sifat asli seseorang, ajaklah dia mendaki gunung. Orang yang dalam posisi nyaman tidak akan keluar sifat aslinya, sedangkan dikondisi ekstrim sifat asli akan keluar. Kita akan melihat seberapa besar loyalitas sahabat disaat terdesak dan bagaimana mereka akan berbagi.
Kawan, ternyata trek yang menyiksa lutut ini tak membuat kita menyerah. Kita saling menyemangati, kita saling mendukung dan kita rela saling mengulurkan tangan untuk membantu anggota tim dalam melalui jalur terjal. Dukungan dari kakak pendamping begitu membakar jiwa kami, ada satu rahasia kecil, kakak-kakak yang mendampingi kami ini sepertinya memiliki keistimewaan. Mereka tak henti-hentinya berteriak memberi semangat, ngajakin becanda (kadang ngegombal, he4) sehingga perjalanan sedikit lebih ringan. Hah..., akhinya jelang magrib kita semua mampu tuntaskan ujian ketahanan, ujian kebersamaan, daya juang dan hadangan jalur tiada ampun Gunung Prau. Makasih kakak fasil…
Setelah kelar mendirikan tenda dan bersih diri, acara dilanjutkan dengan sholat berjamaah kemudian dilanjutkan makan malam bersama. Menu istimewa dihidangkan malam itu, sop kentang. Ini sop kentang pertama yang saya makan diatas gunung. Dan spesialnya lagi, kentangnya terasa berbeda, perfecto, cok guzel, lezetli, seperti ada manis-manisnya gitu. Halah… (bukan iklan).
Kelar makan malam acara dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Sambutan seperti di kondangan saling bergantian, dari ketan Al Ghazi, ketua panitia dan sambutan malam itu diakhiri oleh pesan dari kak Andi dari Wanadri. Pesan beliau kepada kita nih anak-anak nubie masalah pergunungan, bahwa belajar dari alam merupakan salah satu metode untuk mengenal diri kita lebih dalam, mengenal dan menghargai setiap detik dari hidup kita. Pesan yang superb… kemudian acara malam itu ditutup dengan acara tukar kado dan tukar pesan dan kesan diantara peserta. Lepas acara semua berangkat kepulau kapuk demi persiapan berburu sunrise esok hari.
Tepat pukul 4 pagi kami bangun untuk melaksanakan sholat Shubuh berjamaah dilanjut dzikir al ma’surat pagi, kemudian lanjut menuju spot pemantauan sunrise. Spot banyak pilihan, karena bentuk puncak Prau yang memanjang, kita bisa pilih mana nih yang kita suka. Akhirnya tak beberapa lama yang ditunggu datang. Matahari muncul layaknya bidadari yang bangun dari tidur, merah merona, beralaskan awan putih dan birunya deretan pegunungan, memanjakan mata barang 15 menit, kemudian ia kembali bersembunyi, cantik sekali. Inilah kawan yang membuat bangsa barat ngiri sama kita, natural beauty. Hem, 15 menit yang berharga. Lanjut dong poto-poto, seperti biasa nih mah. Kelar sunrise kita dihidangkan nasi lauk rendang yang pokoknya pengin tamboah ciek, tapi apa daya jatah cuman sepotong.
Kelar sarapan langsung deh kita operasi semut dan turun kembali menuju base camp Patak Banteng. Perjalanan turun ini juga tak kalah menantang. Medan terjal kembali menghadang, tapi dengan pengalaman saat menanjak,  perjalanan turun menjadi lebih enjoy dan santai. Ringan karena tak perlu menguras energi. Hanya 2 jam kami tembus terjalnya Prau. Perjalanan turun ini dihiasi hujan, sepertinya Prau tak rela kami pulang segera. Tepat pukul 14, kami meninggalkan Patak Banteng menuju terminal Wonosobo dan kemudian dilanjutkan pulang menuju Jakarta. Kembali dengan membawa kenangan baru, membawa atmosfer baru persahabatan di hati dan rindu tuk bertemu kembali di lain hari, indah sekali.
Kawan, malam itu saya belajar banyak hal dari angkatan Al Ghazi ini. Pertama bertemu mereka, saya langsung merasakan kehangatan, atmosfer kebersamaan yang kental serta tidak ada batasan sekat. Tidak kentara siapa yang menjabat disini, sampai-sampai saya baru sadar ternyata ketua angkatan mereka menjadi peserta kegiatan. Persahabatan mereka telah mendarah daging. Saling goda dan “ngecengin” satu dengan yang lain, tapi masih dalam batas syar’i meskipun agak absurd. Tiada dendam, tiada yang merasa terhina, karena sadar mereka adalah saudara. Ukhuwah yang sangat kurindukan, ukhuwah yang pasti tidak tertukar dengan emas berlian. Seharusnya memang begini sebuah organisasi dibangun, atas dasar persahabatan. Seperti larutan glukosa, mereka jernih, tiada layer-layer, sangat homogen namun terasa manis. Manis yang sejati bukan ilusi ataupun sakarin yang merusak hati, karena saling mengisi. Inilah proses ujian persahabatan yang berhasil mereka lewati. Sebuah ujian berat yang pasti akan lebih mendekatkan. Karena hakikatnya ujian itu menguatkan bukan melemahkan. Ujian ukhuwah yang menjadi bagian dari keimanan seorang muslim.

18 Desember 2015

Kisah Cinta Ali bin Abi Thalib dan Fathimah Az-Zahra

Bicara kisah cinta dan romansa, maka kita akan terbersit cerita Romeo dan Juliet karya fiktif dari seniman terkenal Inggris, William Shakespear. Iya kisah fiktif, karena cerita itu di buat ketika William sedang berkunjung ke Verona, Italia dan dia mendapat inspirasi tentang cerita itu kemudian menulisnya disebuah kamar di hotel di jalanan kota Verona, yang sampai sekarang diabadikan di Italia.
Ternyata dalam dunia Islam, ada cerita yang nyata. Cerita yang pasti menyihir banyak hati karena cinta itu terbungkus ketaatan, manis kawan, indah sekali. Saking indahnya, setiap kali saya merasa galau, saya selalu kembali mengingat cerita ini dan semangat saya kembali bangkit. Dan saya hari ini akan berbagi kepada kalian semua. Semoga anda menikmati dan akhirnya terinspirasi.



Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah, karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ‘Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan! Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu. ”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ‘Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ‘Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
 Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ‘Utsman, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ‘Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ‘Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan ‘Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
‘Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. “Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ‘Ali. “Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.
Ia adalah keberanian,
atau pengorbanan

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
‘Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ‘Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ‘Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ‘Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ‘Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, “Aku datang bersama Abu Bakar dan ‘Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ‘Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ‘Umar.”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ‘Umar melakukannya. ‘Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.
‘Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. “Wahai Quraisy”, katanya. “Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ‘Umar di balik bukit ini!” ‘Umar adalah lelaki pemberani. ‘Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ‘Umar jauh lebih layak. Dan ‘Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti
Ia mengambil kesempatan
Itulah keberanian
Atau mempersilakan
Yang ini pengorbanan

Maka ‘Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ‘Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ‘Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ‘Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
“Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. “Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.“
“Aku?”, tanyanya tak yakin.
“Ya. Engkau wahai saudaraku!”
“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
“Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
‘Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
“Engkau pemuda sejati wahai ‘Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, “Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
“Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
“Entahlah..”
“Apa maksudmu?”
“Menurut kalian apakah ‘Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
“Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
“Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”
Dan ‘Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
 Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ‘Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
‘Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ‘Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda”.
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”, ini merupakan sisi romantis dari hubungan mereka berdua.
Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” 


Daftar Pustaka :
Redaksi – Selasa, 16 Muharram 1435 H / 19 November 2013 10:18 WIB
Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4
http://arhamvhy.blogspot.co.id/2012/03/10-kisah-cinta-paling-indah-dalam-islam.html

9 Desember 2015

First Semester Final Test Preparation of Chemistry Subject

Hello my lovely students, here I'm sending preparation test packets for you all guys...
thank you for your attentions..., you can dowload it...
don't forget to study and leave a comment here.. :-)

28 November 2015

Manusia Seindah-indah Penciptaan

Manusia merupakan ciptaan Allah yang sempurna. Kita dilengkapi dengan piranti maha canggih dan futuristic berkualitas super yang belum bisa ditiru tekhnologi manapun saat ini. Dari segi hardware, kita tiada bandingannya dengan makhluk lain. Mata misalkan, kedua mata kita dapat membedakan 250 jenis warna, tidak peduli sesedikit apapun perbedaannya. Warna yang beraneka ragam ini ditangkap oleh sel kerucut pada retina. Sel kerucut terbagi atas sel kerucut merah, hijau dan biru. Ketiga warna itu saling menyatu dan membentuk beberapa warna baru. Di dunia ini, makhluk hidup yang bisa mengenali warna hanya manusia dan monyet. Anjing dan sapi hanya bisa mengenali warna hitam dan putih.


Contoh lain kedahsyatan manusia, adalah kita dilengkapi oleh indera pembau yang sensitif. Berdasarkan hasil penelitian Richard Axel, seorang ilmuan dari Columbia University, dewasa ini manusia mampu membedakan hingga 10.000 jenis bau berbeda. Setiap bau dideteksi oleh 1.200 reseptor yang terbagi atas 400 jenis reseptor. Dan indahnya lagi, kita bahkan bisa memberikan respon dari bau-bau tersebut secara detail, maka tak ayal ada koki yang mampu membedakan bumbu suatu masakan hanya dengan mencium bau masakannya. Superb…
Selain hardware, manusia dibekali dengan software yaitu “akal” sehingga manusia bisa berkembang, manusia bisa menemukan hal baru, menemukan tekhnologi dan manusia bisa beradaptasi dengan lingkungan untuk membangun peradapan maju hingga sampai sekarang ini. Kesempurnaan manusia telah Allah SWT sampaikan sendiri dalam firman-Nya, yaitu dalam surat At Tiin ayat 4 :

Artinya : “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Begitu dahsyatnya Allah menciptakan manusia sebagai cipataanya yang begitu sempurna, namun kita sering lupa akan nikmat yang telah diberikan-Nya. Kita melupakan hal yang paling asasi, mengenal dan mencintai Allah. Pondasi utama dari sebuah tugas besar dan tujuan penciptaan, beribadah kepada-Nya. Berbakti, mengabdi, pasrah, menyerah sepenuhnya. Yang keberadaannyalah esensi dari keberhasilan dan rasa kenikmatan. Dan kehilangannya meniscayakan kegagalan dan hampa akan semua yang bisa dirasakan.
Allah SWT telah mengancam orang-orang yang tidak mau besyukur dengan balasan yang pedih, yaitu mengembalikan mereka ketempat yang serendah-rendahnya tempat dalam surat At Tin ayat 5.

Artinya : “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
Ada yang menarik, kenapa tempat rendah itu disebut sebagai “asfal”. Dalam bahasa Arab kata “sulfa”,asfala” menunjukkan ke tempat yang rendah, atau dibawah, mungkin ada yang mengatakan “othak athik gathok” atau “utak-atik kemudian dihubungkan”, namun dari segi kimia hal ini sangat menarik untuk dikaji.
Aspal atau Asphalt yang asal katanya dari bahasa arab “asfal” dalam bahasa kimia merupakan salah satu senyawa hidrokarbon yang dihasilkan dari pengolahan minyak bumi. Aspal merupakan senyawa hidrokarbon, artinya sebagian penyusun utamanya adalah karbon dan air. Apa pula hubungannya ini dengan manusia?
Manusia merupakan organisme yang disusun dari atas sel-sel, dan sel-sel tersebut jika diselidiki, maka susunan utamanya air, karena sebagian besar sel plasma adalah air. Kemudian penyusun dominan lain adalah senyawa karbohidrat, lemak dan protein. Dan ketiga jenis senyawa tersebut merupakan senyawa organic yang disusun atas rantai karbon. Sebagai bukti bahwa manusia disusun atas karbon, maka jika manusia terbakar dalam api, maka yang tersisa hanyalah arang, arang yang hitam legam.
Karbon yang secara lazim disebut sebagai arang, adalah konotasi dari sesuatu yang kotor, bahan sisa pembakaran yang berwarna hitam legam dan tak berharga. Karbon juga banyak ditemukan dalam tanah yang dikenal sebagai zat hara yang berguna bagi tanaman. Dan fakta ini membuktikan bahwa manusia dibuat dari sari pati tanah. Subhanallah, Al Qur’an telah menceritakan hal ini dalam surat Al Mukminun ayat 12 : 
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah”.
Kawan, kita sering membanggakan tubuh kita yang bagus, ganteng atau cantik. Tak sadarkah kita, bahwa tubuh ini tak lebih hanya sebongkah arang yang hitam legam dan kotor. Dengan kekuasaan Allah lah kita menjadi seperti sekarang ini, sempurna. Namun dengan nikmat kesempurnaan tersebut kita lupa. Kita gunakan semua nikmat itu untuk memburu dunia. Kita menjadi manusia yang takut kehilangan, hingga kita menjadi rakus dan buas atas dunia. Semua harus diberangus, semua harus dilibas dan siapapun yang menghalangi kita harus musnahkan. Bukankah semua itu tidak sesuai dengan tatanan syariat dari Yang Maha Membuat, Yang Maha Menjadikan?
            Maka Allah secara tegas dalam surat At Tin diatas, barang siapa yang kufur akan nikmatnya maka Allah akan mengembalikan kita ke tempat yang serendah-rendahnya, mengembalikan kita ke keadaan hina kita. Mengembalikan kita ke keadaan dari apa kita diciptakan. Keadaan hina sebelum Allah memuliakan kita, keadaan sebelum Allah menyempurnakan kita. Karena kita sebenarnya memang tak bisa apa-apa, tak memiliki daya dan kuasa barang sekecil apapun.

Kebenaran hanya milik Allah semata.


Gambar anak-anak diambil dari : http://cdn.klimg.com/kapanlagi.com//p/anakindo_bp.jpg

23 November 2015

Bangkitnya Kembali Komunisme di Negeri Pancasila


Untuk generasi yang pernah merasakan orde lama, tentu mendengar kata “komunisme” berkonotasi kekejaman, pembunuhan, pembantaian dan makar. Ketika mendengar kata “komunisme” sebagian besar akan menghubungkan dengan sebuah gerakan terlarang, sebuah partai yang pernah meluluhlantakan rasa kebangsaan, rasa persatuan dan bertindak keji atas dasar keinginan sepihak mengubah haluan negara.


Komunisme merupakan ideologi  yang berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis Karl Max dan Frederich Engels, sebuah manifesto politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1948.
Komunisme sebagai anti-kapitalisme (anti barat) menggunakan partai komunis sebagai pengambil akumulasi modal pada individu. Komunisme secara umum berlandaskan pada teori Meterialisme Dialektika dan Materialisme Historis oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan mitos, tahayul dan agama dengan demikian tidak ada pemberian doktrin pada rakyatnya dengan prinsip bahwa “agama dianggap candu” yang membuat orang berangan-angan yang membantasi rakyatnya dari pemikiran ideologi lain karena dianggap tidak rasional serta keluar dari hal yang nyata.
Hal sebaliknya dengan ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia. Pancasila merupakan manifestasi dan saripati dari kebudayaan dan karakter bangsa Indonesia yang menghargai perbedaan, menghargai kepercayaan agama dan mengutamakan toleransi. Pengingkaran terhadap Tuhan merupakan perbedaan paling fatal dan bertentangan dengan ideologi Pancasila. Ketuhanan merupakan hal paling penting dan soko guru dari Pancasila itu sendiri, sebuah landasan yang menyusun dasar lain dalam batang tubuhnya.
Di masa lalu, komunisme merupakan pergerakan di level bawah karena ketidakadilan dari pemerintah. Pergerakan ini dipelopori oleh kaum buruh yang termarginalkan. Sifat komunisme yang dekat dengan sosialis, menyebabkan faham ini laris manis dikalangan buruh. Karena menjanjikan pemerataan, tidak diakuinya kepemilikan pribadi menjadikan komunis-sosialis magnet yang kuat untuk kalangan bawah yang saat itu benci dengan liberalisme dan kapitalisme, karena mereka mengeruk dan mengeksploitasi tanpa memikirkan kesejahteraan kaum buruh yang mereka pekerjakan.
Di Indonesia sendiri, gerakan komunis lahir dari adanya Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai berhalauan kiri ini memiliki suara yang sangat signifikan dimasyarakat. Tercatat saat pemilihan umum awal suara PKI begitu signifikan hingga mampu bersaing dengan partai Islam macam Masyumi dan partai nasionalis seperti PNI. Bahkan karena kuatnya PKI saat itu Presiden Soekarno sempat mengutaran sebuah gagasan politik bertajuk NASAKOM, akronim dari Nasionalis, Agama dan Komunis. Usaha menyatukan paham ini punya niatan baik dari Presiden, karena beliau adalah agen pemersatu bangsa yang sudah menjadi trade mark beliau yang tak pernah memandang suku, agama dan ras.
Kuatnya lobi PKI atas presiden Soekarno membuat pergerakan PKI menjamur di nusantara. Saking kuatnya, mereka mengusulkan adanya angkatan V, selain Polri, TNA AD, AL dan AU. Anggota angkatan V ini adalah petani, buruh dan pekerja yang dipersenjatai. Namun usulan itu mandapat tentangan dari banyak pihak, khususnya TNI saat itu. Karena dianggap membayakan kestabilan negara.
Ternyata ketakutan itu menjadi kenyataan, PKI melakukan gerakan makar kepada pemerintah RI dengan membunuh banyak Jendral angkatan perang saat itu, yang dikenal dengan G30SPKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia). Ternyata selain pembunuhan itu, banyak kasus PKI yang tidak terungkap seperti pembantaian para ulama dan penyerangan pesantren. Makar tersebut kemudian berhasil ditumpas oleh TNI saat itu yang kemudian menjadi suksesi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Terlepas adanya politisasi PKI saat itu dari Presiden Soeharto ketika masih menjadi perwira tinggi AD, namun ancaman PKI terhadap kesatuan negara begitu kuat.
Kini, bibit lama yang telah terkubur, mencoba bangkit kembali dengan membawa luka lama yang mereka coba bangkitkan. Mereka coba menghubung-hubungkan kasus politisasi oleh Presiden Soeharto waktu itu sebagai kejahatan HAM karena hukuman simpatisan dan pengurus PKI dianggap sebagai pelanggaran HAM berat sehingga pemerintah harus meminta maaf dan mencabut ketetapan MPR tentang pelarangan semua bentuk komunisme dan PKI di tanah air. Bahkan, kini mereka tengah berjuang di Mahkamah Internasional untuk memaksa pemerintah Indonesia meminta maaf kepada keluarga PKI dan membersihkan nama mereka sebagai pelaku makar.
Pergerakan ini muncul lagi, karena dipicu masalah ketimpangan ekonomi, karena lemahnya kesejahteraan, karena tidak adanya kontrol pemerintah terhadap sumber alam yang dalam UUD 1945 dinyatakan seluas-luasnya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Kaum liberalis dan kapitalis kian berkuasa. Dan segala sumber kekayaan bangsa ini telah dikuasai asing sehingga kita tak lagi punya apa-apa. Sepertinya di era modern ini, ideologi tak hanya berkenaan dengan politik. Barat ternyata juga menggunakan paham mereka untuk menjajah bangsa lain atas nama demokrasi.
Komunisme modern juga terjadi pergeseran nilai. Komunisme kini juga tak lagi hanya sekedar ideologi dan pergerakan. Ideologi yang dipelopori China ini ternyata juga mengincar kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Presiden Jokowi dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan penulis lihat ada kecenderungan ke China. Liat saja, bagaimana tiga bank nasional besar yang menguasai mayoritas keuangan Bangsa Indonesia kini digadaikan ke China dengan nilai pinjaman 500T hanya 6 bulan setelah Presiden Jokowi naik jabatan. Ada indikasi balas budi atas bantuan negeri Tiongkok dalam pemenangan saat pilpres. Diduga penyandang dana pemilu berasal dari Negeri Tirai Bambu itu.
Rasa-rasanya partai pimpinan Megawati itu tak pernah belajar. Bagaimana ketika berkuasa mereka selalu menggadaikan aset bangsa. Tengok saja, kasus Indosat dan Pertamina dimasa Presiden Megawati bagaimana mereka menjual murah kedua aset tersebut ke asing dan enteng saja, mereka bilangnya butuh dana untuk rakyat. Sepertinya pemimpin dipilih hanya untuk mencari uang. Tapi mereka tak bekerja keras, bagaimana masalah bangsa ini teratasi, buka menambah masalah baru dari apa yang mereka lakukan. Lucunya, sudah ditipu di masa lalu, rakyat kita ternya tak juga bisa rasional dan kembali memilih kader partai moncong putih. Ah..apa yang salah dengan bangsa ini?
Komunisme kini tak lagi berupa paham yang anti-Tuhan. Mereka kini membawa misi baru yang jauh lebih berbahaya, yaitu menghancurkan Pancasila dan menjadikan negeri ini boneka yang dapat mereka kuasai sumber daya alamnya.

Sungguh naas bangsa ini. Di dunia kita hanya jadi penonton. Kita jadi bulan-bulanan dan bancakan bangsa lain. Sumber daya alam kita disedot habis-habisan dan kita diam saja. Tidak diam sebenarnya, tapi para pemimpin dan penentu kebijakan bangsa ini tak bisa berbuat apa-apa karena mereka sesungguhnya hanya manekin, boneka yang dikendalikan. Boneka kaum kapitalis dan komunis yang intinya sama, mengeksploitasi bangsa ini dari semua hal. Semoga Allah selamatkan bangsa Indonesia.



Gambar diambil dari : http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2014/06/bahaya-laten-komunisme.jpg

19 November 2015

Selasa Yang (pernah) Manis

Dulu, ketika bunga krisan masih mekar di Pasar Minggu
Waktu seminggu begitu berat untuk dilalui
Tak kuasa menanti sebuah hari
Hari yang membuat hari lain tak berarti dimataku

Dulu, ketika bunga krisan masih mekar di Pasar Minggu
Hanya sehari dalam seminggu
Hanya ingin kuintip dirinya yang mekar menarik kalbu
Indah tiada duanya, hingga mawar pun merasa malu

Dulu, setiap Selasa Senja
Tak lengkap hidupku jika tak menyapamu
Tak lengkap soreku jika tak melihatmu
Hanya Selasa, hingga Minggu melupakan dirinya

Dulu, setiap Selasa senja
Hidupku pernah berbeda
Hidupku seperti mendapat pelita
Itu karenamu, krisan yang pernah mekar di sana

Seperti titah Sang Khalik
Ronamu membawa kebaikan, bagi tiap insan
Tak terkecuali diriku
Mengenal hijrah, dari ronamu

Bunga krisan di Pasar Minggu
Aku dahulu sempat berkhayal memilikimu
Mengisi relung kalbuku yang kering berdebu
Mengisi kalbuku yang sepi, merindu

Seperti titah Sang Khalik
Ukuran kepantasan telah di titahkan-Nya
Memastikan jalan yang dicinta-Nya 
Tak meleset satu pun, semua ada jalannya

Bunga krisan di Pasar Minggu
Kini ku tak lagi bisa kagumi ronamu
Nyatanya kau sudah terikat
Meskipun dahulu kau bebas mengaku

Dulu, Selasa Senja di Pasar Minggu
Aku beruntung telah mengenalmu
Pernah merasakan indahnya gelora di kalbu
Gelora yang membawaku bercermin kembali
Cermin untuk menemukan jalan-Nya


(Lihatlah, Krisan dilangit...itu selalu untuk mu...)

18 Agustus 2015

Menyoal Ijab Qabul Harus Satu Nafas

Setiap saya menghadiri akad nikah (masih belajar, jadi maklum penulis belum pernah praktek sungguhan, he4), sebelum ucapan ijab qabul dimulai, sang penghulu menjelaskan kepada calon mempelai pria bahwa nanti dalam mengucapkan qabul harus bersambung/tidak terputus dengan ucapan ijab dari wali dan bahkan ada yang mengatakan harus diucapkan dalam satu nafas. Apakah memang seperti itukah dalam sunnah? Dan apa pula maksud “ijab dan qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu?”



Coba mari kita bedah. Untuk menjelaskan masalah ini perlu diketahui dahulu adanya syarat ijab qabul, diantaranya :
Ijab harus sesuai dengan qabul dalam ukuran, kriteria, pembayaran dan temponya, (Lihat Raudhatuth Thalibin, Imam Nawawi 3/342) jika tidak sesuai, maka akad jual belinya tidak sah. Apabila penjual menyatakan : “saya jual rumah ini seharga 300 juta”, lalu pembeli menjawab : “saya terima penjualannya dengan harga 250 juta”, maka akad jual belinya tidak sah.
Apabila qabul menyelisihi kandungan ijab, maka akad atau transaksinya tidak sah. Namun bila qabul menyelisihi ijab yang berisi kemaslahatan bagi orang yang mengucapkan ijab, maka para ulama mengesahkan transaksi tersebut. Misalnya, seorang wali mengucapkan ijab dengan mengatakan, “saya nikahkan anak saya dengan mahar 50 ribu dolar”. Lalu sang mempelai lelaki menjawab dalam qabulnya, “saya terima nikah anak bapak dengan mahar 100 ribu dolar”. Akad atau transaksi ini diterima karena menyangkut kemaslahatan pemberi ijab, bahkan ini lebih jelas dan gamblang dalam menunjukan keridhaanya.
Bersambungnya ijab qabul yang dapat diwujudkan dengan diadakannya dalam satu meja atau harus berada dalam satu lokasi. Karena ijab hanya bisa menjadi bagian dari transaksi bila ia bertemu langsung dengan qabul. Perlu dicatat, bahwa kesamaan lokasi tersebut disesuaikan dengan kondisi. Transaksi itu bisa berlangsung melalui pesawat telefon. Selama percakapan itu masih berlangsung, dan line telefon masih tersambung, berarti kedua belah pihak masih dalam lokasi tersebut.
Tidak terselingi jeda yang panjang yang menunjukan ketidak inginan salah satu pihak. Tidak adanya hal yang menunjukan penolakan atau pengunduran diri dari pihak kedua merupakan syarat, karena adanya hal itu membatalkan transaksi ijab. Kalu datang lagi penerimaan sesudah itu, sudah tidak ada gunanya lagi, karena tidak terkait lagi dengan ijab sebelumnya secara tegas sehingga transaksi bisa dilangsungkan.
Kedua belah pihak mendengar ucapan ijab qabul. Apabila jual belinya menggunakan saksi maka perdengaran saksi cukup untuk mengesahkan jual beli tersebut.
Hal yang menjadi penyebab terjadinya ijab harus tetap ada hingga terjadinya qabul dari pihak kedua yang ikut dalam transaksi. Kalau ijab itu ditarik oleh pihak pertama, lalu datang qabul, itu dianggap qabul tanpa ijab, dan itu tidak ada nilainya sama sekali.

Jelaslah di sini, maksud “Ijab dan qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu" (Kompilasi Hukum Islam, pada Hukum Perkawinan Bagian V pasal 27). Inilah yang dimaksud dalam syarat ijab qabul yang disampaikan dan dijelaskan sebelumnya. Sehingga, bukan yang difahami salah oleh sebagian orang yang mewajibkan harus satu nafas. Yang sesuai dengan syariat adalah yang bersambung dalam satu majelis dan tidak ada jeda panjang yang menunjukan ketidaksetujuan salah satu pihak yang terkait. Wabillahittaufiq.

Pustaka :
Raudhatuht Thalibin Imam An Nawawi 
Sakinah. Khalid Syamsulhadi, LC. 2011. Surakarta.
Gambar Ijab Qabul : http://img.hipwee.com/cdn/wp-content/uploads/2015/ 02/ijab-qabul-nikah.jpg.30676a


8 Agustus 2015

Mengunjungi Makam Ataturk : Jenazah Yang Tak Diterima Bumi

Pagi itu, awal bulan Februari. Masih dalam masa liburan musim dingin, dan pasti kita akan malas beranjak dari tempat tidur. Suhu yang dingin di bawah nol dercel, akan membuat kita nyaman bermalas-malasan  di kamar dengan secangkir coklat panas. Namun pagi itu begitu cerah, tak  ada awan kelabu seperti biasa, matahari yang dirindukan datang. Matahari cerah adalah sebuah keajaiban ditengah musim dingin. Dan inilah saat yang tepat untuk menjalankan rencana jalan-jalan yang telah saya rancang selama di Turki. Kegiatan ngajar dan kuliah yang padat membuat saya merasa jenuh dan penat dan kesempatan ini harus dimanfaatkan.



Kali ini tak jauh memang masih disekitaran ibu kota Turki, Ankara. Mengunjungi salah satu tempat paling terkenal di Turki, makam orang paling berpengaruh di Turki moderen siapa lagi kalo bukan Mustafa Kemal Ataturk. Orang yang pernah menggantung puluhan ulama Turki dan pencetus sekulerisme di Turki yang akhirnya menghancurkan kekhalifahan Turki Utsmani.
Ataturk membuktikan dirinya sebagai komandan militer yang sukses sementara berdinas sebagai komandan divisi dalam Pertempuran Galipoli Setelah kekalahan Kekaisaran Ottoman di tangan tentara Sekutu, dan rencana-rencana berikutnya untuk memecah negara itu, Mustafa Kemal memimpin gerakan nasional Turki apa yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan Turki. Kampanye militernya yang sukses menghasilkan kemerdekaan negara ini dan terbentuknya Republik Turki. Sebagai presiden pertama negara ini, Mustafa Kemal memperkenalkan serangkaian pembaruan yang luas yang berusaha menciptakan sebuah negara modern yang sekuler dan demokratis. Menurut Hukum Nama Keluarga, Majelis Agung Turki memberikan kepada Mustafa Kemal nama "Atatürk" (yang berarti "Bapak Bangsa Turki") pada 24 November 1934.
Setelah mandi dan bersiap, saya berangkat dari flat jam 10 pagi dan sudah janjian dengan teman-teman Indonesia lain untuk mengunjungi tempat itu. Jalan kaki ke stasiun MRT Macunkoy di tengah salju memang butuh perjuangan, selain dingin juga becek dan licin. Salah melangkah kita pasti akan jatuh dan ngrasain salju yang telah memadat jadi es…eh3… Saya berangkat dengan MRT dari Macunkoy ke Kizilay, sengaja saya berhenti di sini, soalnya mau cari sarapan. Perut udah berontak ni dari tadi. Jangan salah, di musim dingin kita akan mudah sekali lapar, tapi sedikit haus. Berbeda dengan di daerah tropis… kita pasti akan lebih sering haus dari pada lapar…
Nah keluar stasiun kita bisa mendapatkan roti Turki, 1 TL dapet 3 biji (udah saya ceritakan kemarin). Sambil duduk di taman kota dan menunggu teman-teman datang, saya menikmati pemandangan musim dingin di kota Ankara. Walaupun musim dingin ternyata daerah ini begitu ramai di siang hari. Maklum, Kizilay ini adalah pusat kota Ankara, layaknya Sudirman-Thamrin di Jakarta.
Tak lama, teman-teman saya datang dan kita segera menuju lokasi tujuan. Cukup jauh lokasi makam Ataturk, yaitu di Anitkabir, sekitar 30 menit menggunakan bus kota dari Kizilay. Bus kota dan MRT di Turki sudah terintegrasi, jadi tiket pun juga terintegrasi. Konon katanya Pemerintah Turki dulu belajar dari KRL dan Transjakarta. Dan seperti Jepang ketika mereka belajar sepakbola dari Indonesia, kenapa mereka mengembangkan jauh lebih baik dari kita. Sedangkan kita malah sibuk melakukan studi banding tak jelas ke negara lain dan tak ada feed back yang berguna bagi negara. Huh, sungguh ngomongin para pejabat bikin sakit perut…, laper lagi nih soalnya…he4
Jalan pake bus kota selama 30 menit kita akan nyampe di gerbang  Anitkabir, dan kita harus jalan cukup jauh menuju lokasi makam. Yah lumayan buat manasin tubuh. Di pintu gerbang, kita akan disambut dengan pemeriksaan metal detector dari tentara pengamanan, tas kita juga akan di geledah.
 Masuk ke kompleks makan, kita akan merasa ini bukanlah sebuah makan. Karena saking luas dan megahnya. Di sini ada gedung utama makam di depannya ada lapangan yang sangat luas. Jadi lebih mirip pangkalan militer bagi saya, karena pengamanan yang ketat serta pengunjung yang membeludak. Selain bangunan utama makam, di kompleks ini juga ada museum yang menyimpan koleksi dari foto, baju militer hingga senjata yang pernah dipakai Ataturk.
Okeh, udah ga sabar ni masuk. Langsung deh kita cekidot, dan ternyata gratis (ga tau kalo sekarang)… he4. Tur di tempat ini diatur jalurnya. Semua tamu masuk dan memulai tur dari pintu di sayap kiri. Pertama masuk, pengunjung akan disambut dengan sebuah ruangan yang berisi koleksi saat Ataturk di militer. Mulai dari prajurit hingga menjadi jenderal. Lengkap sekali koleksinya bahkan korek api sang presiden pertama pun dipajang. Kemudian diruang-ruang berikutnya akan ditampilkan sejarah tantang Ataturk, mulai dari masa kecil hingga menjelang kematiannya.
Kemudian, nah memasuki gedung utama ada video, dimana jasad Ataturk disimpan. Menurut cerita, jasad Ataturk tidak dikebumikan, namun dijepit diantara batu besar yang sebelumnya mayatnya diawetkan terlebih dahulu.  Menurut sejarah dalam buku-buku biografinya, yang ditulis  oleh para pendukungnya, kematian Kemal dikarenakan akibat over dosis  minuman keras. Ditambah lagi dengan berbagai penyakit  seperti penyakit kelamin, malaria , sakit ginjal dan lever.
Beliau meninggal dunia pada 10 November 1938 , kulit di tubuh badannya rusak dengan cepat dan díganggu pula oleh penyakit gatal-gatal. Doktor-doktor sudah memberi bermacam-macam salep untuk diusap pada kakinya yang sudah banyak luka-luka karena tergaruk oleh kukunya. Walaupun begitu beliau masih sangat angkuh. Di akhir-akhir hayatnya yaitu ketika menderita sakratulmaut, anehnya beliau takut sekali berada di istananya dan tubuhnya merasa panas maka ia ingin dibawa ke tengah laut dengan kapalnya. Bila penyakitnya bertambah krisis, beliau tidak dapat menahan diri daripada menjerit. Jeritan itu semakin kuat (hingga kedengaran di sekeliling istana), Beliau berteriak kesakitan dalam sakratulmautnya dengan penuh azab di tengah-tengah laut
Pada 29 September 1938 Kamal Ataturk mengalami koma selama 48 jam. Pada 9 November, beliau mengalami koma kali kedua. Dan sewaktu itulah air dalam perutnya disedot keluar. Beliau kemudiannya tidak sadarkan diri selama 36 jam dan akhirnya  meninggal dunia. Cara kematiannya begitu menghinakan sekali. Mayatnya tidak dimandikan, tidak dikafankan, tidak disembahyangkan dan tidak dikebumikan dengan segera seperti yang dituntut oleh ajaran Islam. Tetapi sebaliknya, mayatnya diawetkan dan diletakkan di ruang takhta di Istana Dolmabahce selama 9 hari 9 malam.
Setelah 9 hari, barulah mayatnya disembahyangkan, itupun setelah didesak oleh seorang adik perempuannya. Kemudian mayatnya telah dipindahkan ke Ankara dan dipertontonkan di hadapan Grand National Assembly Building. Pada 21 November, dipindahkan pula ke sebuah tempat sementara di Museum Etnografi di Ankara yang berdekatan  gedung parlemen. Lima belas tahun kemudian yaitu pada tahun 1953, barulah mayatnya diletakkan di sebuah bukit di Ankara. Mayat Ataturk tidak pernah dikebumikan.  Tiada tanah yang layak untuk menjadi kuburnya.

Kemudian, tur berakhir di gedung sayab kanan. Dimana ini adalah pusat suvenir. Ah tapi awak lagi bokek, soalnya belum turun uang bulanan. So… Cuma foto yang jadi kenangan dari tempat ini. Suvenir yang dijual disini begitu beragam, mulai dari vandal hingga lukisan ada. Bahkan miniatur Anitkabir juga ada loh…, harga sih normal.  Berhubung sudah jam 2 siang dan waktunya sholat dzuhur, maka kita putuskan mengakhiri tur kali ini dan pulang… Sebuah pelajaran yang amat berharga, tentang seseorang yang teramat kejam di masa hidupnya dan adzab Allah SWT telah nampak padanya sejak di dunia. Semoga Allah senantiasa menjaga diri kita dari api neraka. Amin.