21 April 2014

PARTAI KA'BAH TERANCAM BUBAR

Republik Indonesia yang dahulu dikenal dengan Nusantara memang ditakdirkan berbeda-beda. Bayangkan, berdasar data terbaru Badan Pusat Statistik, terdapat kurang lebih 18.000 pulau, ada sekitar 700 suku bangsa dan lebih dari 500 bahasa dan dialek local tersebar di Nusantara. Keragaman ini sangat berpotensi memunculkan gesekan hingga pertikaian berakar pada SARA.



Nenek moyang kita sadar akan hal tersebut, mereka hidup berdampingan dengan mengedepankan perbedaan sebagai “lem” yang mengikat persaudaraan dan persatuan. Tengok saja di zaman Majapahit yang terkenal dengan semboyan “Bhineka Tungga Ika”, semboyan yang mengakui perbedaan dan siap hidup berdampingan dengan perbedaan itu. Nenek moyang kita sadar, ternyata perbedaan itulah yang membuat bangsa menjadi besar, perbedaan itulah yang membuat bangsa menjadi disegani. Sedikit banyak budaya tersebut terpelihara hingga sekarang. Masyarakat grass roots sangat bertenggang rasa dan menghargai perbedaan.
Yang menjadi masalah sekarang adalah partai politik yang nampaknya tak peduli dengan ancaman perpecahan. Tengok saja, kasus terbaru perpecahan dalam tubuh partai ka’bah. Bagaimana mungkin sebuah partai besar yang dihuni oleh orang-orang cerdas, berasas syariat, para cendekiawan muslim ternyata lebih mengedepankan golongan dan jatah jabatan. Perbedaan pandangan diantara pengurus pusat menghadirkan perpecahan. Musyawarah tak pernah disentuh, tabayun-pun mereka sepertinya pikun. Politik egois menjurus individualis partai muslim terbesar jelas tergaris. Sungguh ironis, kemana akhlakul karimah yang menjadi slogan partai ini, kemana amanah suara kaum muslim dibawa?


Muara persoalan adalah kedatangan Ketua Umum partai Ka’bah Surya Dharma Ali saat kampanye partai Gerindra yang akhirnya melahirkan koalisi. Hal itu jelas menusuk perasaan pengurus partai di level pusat dan daerah. Karena merasa tidak dianggap, akhirnya pengurus mengadakan rapimnas untuk menyatukan pendapat tentang mosi tidak percaya kepada ketua umum partai.
Ini aneh, mengapa tidak ada harmonisasi antara ketua umum dan sekjen yang notabene adalah orang tua untuk kader partai. Kenapa justru orangtua tidak berfikir yang terbaik untuk anak-anak mereka. Ada apa, adakah motif dibalik perpecahan ini?
Jelas, motif kekuasaan pasti menjadi latar belakang dibalik kasus PPP tersebut. Penulis berasumsi, kubu Surya DA memilih berkoalisi dengan Gerindra karena pasti mendapat porsi kekuasaan lebih besar. Transaksi yang paling mungkin adalah kursi wakil presiden. Jika koalisi ini permanen, dan berhasil pastilah Kursi Wapres ditangan PPP alias mampir kepada pak Surya DA. Menggiurkan bukan?


Asumsi kedua, kubu sekjen M Romahurmuziy dan pengurus PPP di daerah cenderung memilih berkoalisi dengan partai pemenang pemilu (si moncong putih). Meskipun tak se-menggiurkan tawaran koalisi dengan Gerindra, tapi jatah beberapa menteri sudah cukup. Karena berpihak kepada pemenang pasti lebih menjanjikan. PPP memang tak siap untuk kalah dan menjadi oposan. Tempat nyaman selama bertahun – tahun sebagai pendukung pemerintah memang berat untuk ditinggalkan.
Penulis berpendapat, untuk menandingi partai PDIP yang telah mengusung koalisi kuat, selayaknya PPP harus berfikir lebih bijak. Berkoalisi dengan dengan Gerindra sebetulnya adalah pilihan paling masuk akal, kenapa? Karena jika koalisi dengan Gerindra ini berhasil, maka posisi tawar umat Muslim akan besar di parlemen. Aneh memang, negara mayoritas muslim ini harus tertatih di parlemen. Partai nasionalis nampaknya kurang peduli dengan ke-mayoritasan ini. Suara PPP memang tidak signifikan dibanding partai nasionalis. Ini juga masih menjadi kendala, maka tak sedikit asumsi kedua di pilih karena lebih masuk akal untuk tetap membuat partai hidup.
Yah kita tunggu saja perkembangan partai muslim terbesar ini. Semoga partai ini tidak hancur karena perpecahan, karena di tangan partai-partai muslim inilah, 200 juta lebih umat muslim berharap, benteng terakhir dari kapitalisme dan kolonialisme modern terhadap Republik Indonesia. Semoga Alloh senantiasa merohmati para cendekiawan yang selalu memperjuangkan kepentingan umat.



Sumber :
Gambar Bhineka Tungga Ika : Kaskus.co.id
Gambar SDA dan Prabowo www.liputan6.com
Gambar M Romahurmuziy : news.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...