Republik Indonesia yang dahulu
dikenal dengan Nusantara memang ditakdirkan berbeda-beda. Bayangkan, berdasar
data terbaru Badan Pusat Statistik, terdapat kurang lebih 18.000 pulau, ada
sekitar 700 suku bangsa dan lebih dari 500 bahasa dan dialek local tersebar di
Nusantara. Keragaman ini sangat berpotensi memunculkan gesekan hingga
pertikaian berakar pada SARA.
Nenek moyang kita sadar akan hal
tersebut, mereka hidup berdampingan dengan mengedepankan perbedaan sebagai “lem”
yang mengikat persaudaraan dan persatuan. Tengok saja di zaman Majapahit yang
terkenal dengan semboyan “Bhineka Tungga Ika”, semboyan yang mengakui perbedaan
dan siap hidup berdampingan dengan perbedaan itu. Nenek moyang kita sadar,
ternyata perbedaan itulah yang membuat bangsa menjadi besar, perbedaan itulah
yang membuat bangsa menjadi disegani. Sedikit banyak budaya tersebut
terpelihara hingga sekarang. Masyarakat grass
roots sangat bertenggang rasa dan menghargai perbedaan.
Yang menjadi masalah sekarang
adalah partai politik yang nampaknya tak peduli dengan ancaman perpecahan.
Tengok saja, kasus terbaru perpecahan dalam tubuh partai ka’bah. Bagaimana
mungkin sebuah partai besar yang dihuni oleh orang-orang cerdas, berasas
syariat, para cendekiawan muslim ternyata lebih mengedepankan golongan dan jatah
jabatan. Perbedaan pandangan diantara pengurus pusat menghadirkan perpecahan.
Musyawarah tak pernah disentuh, tabayun-pun mereka sepertinya pikun. Politik
egois menjurus individualis partai muslim terbesar jelas tergaris. Sungguh
ironis, kemana akhlakul karimah yang menjadi slogan partai ini, kemana amanah
suara kaum muslim dibawa?
Muara persoalan adalah kedatangan
Ketua Umum partai Ka’bah Surya Dharma Ali saat kampanye partai Gerindra yang
akhirnya melahirkan koalisi. Hal itu jelas menusuk perasaan pengurus partai di
level pusat dan daerah. Karena merasa tidak dianggap, akhirnya pengurus mengadakan
rapimnas untuk menyatukan pendapat tentang mosi tidak percaya kepada ketua umum
partai.
Ini aneh, mengapa tidak ada
harmonisasi antara ketua umum dan sekjen yang notabene adalah orang tua untuk
kader partai. Kenapa justru orangtua tidak berfikir yang terbaik untuk
anak-anak mereka. Ada apa, adakah motif dibalik perpecahan ini?
Jelas, motif kekuasaan pasti
menjadi latar belakang dibalik kasus PPP tersebut. Penulis berasumsi, kubu
Surya DA memilih berkoalisi dengan Gerindra karena pasti mendapat porsi
kekuasaan lebih besar. Transaksi yang paling mungkin adalah kursi wakil
presiden. Jika koalisi ini permanen, dan berhasil pastilah Kursi Wapres
ditangan PPP alias mampir kepada pak Surya DA. Menggiurkan bukan?
Asumsi kedua, kubu sekjen M Romahurmuziy
dan pengurus PPP di daerah cenderung memilih berkoalisi dengan partai pemenang
pemilu (si moncong putih). Meskipun tak se-menggiurkan tawaran koalisi dengan
Gerindra, tapi jatah beberapa menteri sudah cukup. Karena berpihak kepada
pemenang pasti lebih menjanjikan. PPP memang tak siap untuk kalah dan menjadi
oposan. Tempat nyaman selama bertahun – tahun sebagai pendukung pemerintah
memang berat untuk ditinggalkan.
Penulis berpendapat, untuk
menandingi partai PDIP yang telah mengusung koalisi kuat, selayaknya PPP harus
berfikir lebih bijak. Berkoalisi dengan dengan Gerindra sebetulnya adalah
pilihan paling masuk akal, kenapa? Karena jika koalisi dengan Gerindra ini
berhasil, maka posisi tawar umat Muslim akan besar di parlemen. Aneh memang, negara
mayoritas muslim ini harus tertatih di parlemen. Partai nasionalis nampaknya
kurang peduli dengan ke-mayoritasan ini. Suara PPP memang tidak signifikan dibanding
partai nasionalis. Ini juga masih menjadi kendala, maka tak sedikit asumsi
kedua di pilih karena lebih masuk akal untuk tetap membuat partai hidup.
Yah kita tunggu saja perkembangan
partai muslim terbesar ini. Semoga partai ini tidak hancur karena perpecahan,
karena di tangan partai-partai muslim inilah, 200 juta lebih umat muslim
berharap, benteng terakhir dari kapitalisme dan kolonialisme modern terhadap
Republik Indonesia. Semoga Alloh senantiasa merohmati para cendekiawan yang
selalu memperjuangkan kepentingan umat.
Sumber :
Gambar Bhineka Tungga Ika : Kaskus.co.id
Gambar SDA dan Prabowo www.liputan6.com
Gambar M Romahurmuziy : news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...