30 Oktober 2018

Surat Khalifah Umar Untuk Mesir


Ketika Mesir jatuh bertekuk lutut ke dalam pelukan Islam pada masa ke-khalifah-an umar bin khatab radhiallah huanhu. Kemudian Amru bin ‘Ash, ditetapkan Khalifah Umar bin Khaththab sebagai Gubernur di Mesir.
Suatu hari di hari pertama di bulan dalam sistem penanggalan masyarakat setempat, orang-orang datang menemui Amru bin ‘Ash. Juru bicara mereka berkata, “Wahai Amirul mukminin, Sungai Nil di tempat kami punya kebiasaan, tidak mau mengalirkan air kecuali permintaannya dipenuhi.” “Apa permintaannya?” tanya Amru bin ‘Ash. “Kalau sudah tanggal 11 bulan ini, kami biasa mencari seorang anak gadis. Setelah kami menjadikan kedua orang tuanya senang dan ridha, maka kami menyuruh gadis itu berdandan dan berhias seelok mungkin. Lalu kami melemparnya ke Sungai Nil sebagai tumbal,” papar mereka.
Amru bin ‘Ash memotong, “perbuatan itu dilarang oleh Islam dan Islam melenyapkan ajaran buruk sebelumnya.” Karena tidak ada solusi, para penduduk Mesir yang menetap di sekitar Sungai Nil memutuskan untuk menetap sementara seperti biasa. Bila air Sungai Nil tidak mengalir, mereka berencana pindah ke wilayah lain.
Melihat keadaan itu, Amru bin ‘Ash berkirim surat kepada Khalifah Umar bin Khaththab di Madinah. Amru melaporkan peristiwa yang dihadapinya dan meminta nasihat kepada Umar apa yang mesti ia lakukan.
Umar membalas surat Amru. Dalam suratnya Umar menulis, “Tindakanmu benar. Islam memang menghapus kebiasaan buruk sebelumnya. Aku telah mengirim kertas khusus untuk engkau lempar ke Sungai Nil.”
Surat Umar sampai ke tangan Amru. Amru membaca isi surat khusus yang ditulis Umar untuk Sungai Nil. “Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin untuk Nil penduduk Mesir. Amma ba’du. Jika engkau mengalir karena kemauanmu, janganlah engkau mengalir. Tetapi bila engkau mengalir karena diperintah oleh Allah, maka aku meminta kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa agar menjadikanmu mengalir.”
Kertas itu dilempar Amru bin ‘Ash ke Sungai Nil sehari sebelum hari raya Nasrani. Saat itu penduduk Mesir tengah bersiap-siap pindah ke negeri lain karena Sungai Nil yang menjadi sumber penghidupan mereka berhenti mengalirkan air. Setelah surat Umar dilempar, keesokan harinya, di pagi hari di hari raya Nasrani, air Sungai Nil telah mengalir dengan ketinggian 7 meter lebih hanya dalam waktu semalam. Sejak itu adat buruk masyarakat Mesir melempar tumbal seorang gadis hidup-hidup ke tengah Sungai Nil berhenti. 
(Mutiara Islam)

3 September 2018

SYUKUR ATAU BAHAGIA ?


Sungguh pertanyaan yang sebagian orang anggap bertele – tele, hal yang tak perlu dijawab. Bahagia dan syukur kan urusan hati. Tak perlu ditanya, dan sulit membedakannya.

Iya, harus diakui “syukur” atau “bahagia” ini secara implisit sangat sulit dibedakan, oke mungkin kita bisa mendefinisikan dengan kata-kata. Tapi bagaimana membedakanya dengan rasa? Bahagia itu keadaan, jadi bahagia adalah kata benda. Keadaan yang menjelaskan perasaan senang dan tenteram, mungkin ini definisi yang paling mewakili.



Kadang kita sendiri, bingung untuk menjawab pertanyaan “apakah kamu bahagia”? Terus mungkin dijawab, “iya aku bahagia”. Ukuranya apa?  Ternyata bahagia itu hanya pilihan, bukannya dapat diukur, hanya diri kita sendiri yang tahu.

Mungkin tak perlu meributkan kata “bahagia”. Itu kan hak prerogative, karena pilihan pribadi.
Aku lebih memilih “bersyukur”, kata ini lebih representatif. Bersyukur lebih kepada berterima kasih atas hal – hal yang didapat, berusaha menerima apa yang sudah digariskan. Berusaha menjalani takdir dengan sekuat tenaga.

Mungkin saja apa yang kita cari sebelumnya tidak tercapai, terus kita tidak bahagia. Misal kita dibohongi seseorang yang kita cintai, ternyata dia berbohong dan telah melakukan apa yang kita benci. Tentu selama hidup kita selama bersama kekasih kita akan dibayangi kebohongan itu, hidup dengan kebohongan itu menyakitkan. Mungkin bisa jadi kita tidak bahagia, tapi kita lebih memilih bersyukur. Dengan begitu, kekuatan syukur ini akan membuat kita kuat… syukurlah sebenarnya sumber kekuatan hati, bukan bahagia.

Nah mungkin saja kita belum merasakan bahagia, tapi bersyukur lebih mendamaikan. Bukankah Tuhan juga memerintahkan kita untuk bersyukur, bukan bahagia? Harapanya jika kita bersyukur, Tuhan akan memberikan lebih kepada kita. Mungkin saja kita tidak bahagia dengan siapa kita hidup saat ini. Tapi dengan syukur, Allah sudah menjanjikan kebahagiaan yang hakiki di akhirat kelak.



CINTA HAMPA



Dahulu… dahulu sekali hati ini pernah jatuh cinta. Jatuh cinta akan identitas diri sebagai seorang patriot. Rela mengorbankan apapun demi korsa, demi kebersamaan tim. Itulah hidupku dulu, cinta yang membakar semangat.


Lebih lama hidup, cinta di hati ini berkembang. Mencinta seorang bidadari dunia ciptaan Tuhan. Aku begitu kagum akan dirinya yang begitu sabar. Aku sering kali menggodanya, mencoba mencari perhatian darinya, namun luar biasa balasan yang kudapat. Sebuah mushaf dan tasbih dia berikan. Sebuah sinyal, “hai ikhwan, perbaiki dirimu”, aku mau imam yang bisa membimbingku kelak. Itulah sinyal yang ku tangkap, akhirnya aku menjaga jarak dari sang bidadari. Berniat memperbaiki diri, demi hatinya yang suci.
Lama… lama sekali, aku perbaiki dan bersiap demi dirinya. Aku sengaja jaga hatiku demi dirinya, iya ga masalah dihina sebagai jomblo…, walaupun kadang hinaan itu begitu menyayat, tapi tak ku hiraukan demi sang bidadari pujaan hati.
Ku cari… lama sekali ku cari, akhirnya kutemukan dirinya disudut kota. Sebuah penantian yang panjang terbayar tunai. Tak sabar temui wali, mengajaknya mengikat janji suci.
Tapi sakit… sakit sekali, dia telah kelain hati. Dia telah menerima pinangan lain lelaki. Aku tau sifatnya itu samikna wa atokna umi abi. Ku dengar dia dijodohkan, seorang alim dan sholeh. Seseorang yang seperti dia inginkan dahulu, imam yang membimbingnya di kemudian hari.
Pedih… pedih sekali, serasa Allah menampar pipi. “siapa kamu? Berharap kepada selainKu?”. Pelajaran yang begitu berharga, jangan berharap kepada manusia. Kau hanya akan mendapat kepedihan hakiki.
Selepas itu, lama… lama sekali hatiku kosong. Berharap bertemu bidadari yang lain, mengisi kekosongan hati.
Akhirnya dia yang kunanti untuk mengisi hati, Tuhan hadirkan. Jawaban akan doaku setiap malam. Tapi hati terdalamnya pernah terisi, pintunya telah terkunci. Aku hanya bisa tinggal diluar, hanya di serambi. Sang pria itu telah dia berikan segalanya, bahkan yang menjadi hak ku kekasih halalnya.
Sungguh sakit…sakit sekali, kembali Tuhan memberi pelajaran. Cinta itu hanya sebuah kefanaan. Cinta sejati itu tidak ada. Karena cinta kepada makhluk hanyalah kehampaan.
Cinta itu hanya omong kosong, hampa….