21 November 2013

Berpetualang di Jambi Part 3 : Candi Muaro Jambi



Pagi yang cerah menyambut hari ketiga saya di Jambi, saya sempatkan jalan-jalan di sekitar hotel untuk mencari sarapan. Mi tek-tek menjadi pilihan saya, harga 10ribuan, sama kok rata-rata makanan di sini dengan Jakarta. Tak lupa beli gorengan untuk camilan sambil jalan ke hotel. Di pagi hari kota Jambi cukup sejuk, walaupun pukul 8 pagi udaranya masih nyaman dan tak membuat tubuh berkeringat.
Setelah mandi saya putuskan check out. Sekitar pukul 09.00 saya keluar dari hotel dan kembali berpetualang. Kali ini adalah tempat yang telah saya tunggu-tunggu, Candi Muaro Jambi menjadi agenda seharian penuh. Tempat itu telah lama saya rencanakan sebagai tujuan utama di dalam negeri. Bukan hanya dari eksotisme dan legendanya tapi dari segi sejarah rasanya penting juga buat diri pribadi supaya mengenal sejarah bangsa sendiri yang amat agung di masa lampau. Nenek moyang kita memang bukan manusia sembarangan ternyata, seperti telah kita ketahui bersama situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11 M. Candi Muaro Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Dan sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.


Meskipun kedahsyatanya telah tercium, namun ada hal yang cukup di sayangkan. Transportasi ke Candi Muaro jambi cukup sulit. Tidak ada transportasi langsung ke tempat tersebut. Bayangkan, destinasi yang bakal mengalahkan Angkor Wat itu tidak ada akses transportasi umum. Mengunjungi Candi Muaro Jambi hanya bisa ditempuh dengan travel atau ojek. Karena abang ojek yang saya pake kemarin baik dan ramah, saya putuskan untuk memintanya mengantar ke Candi Muaro Jambi. Kami sepakat harga 150 ribu untuk pergi pulang ke Muaro Jambi ples nanti sore saya langsung dianter ke bandara… he4, bener-bener murah meriah kan?
Akses jalan menuju Muaro Jambi sudah bagus, baru dan mulus, jalan ke sana melewati perumahan penduduk jadi tak perlu khawatir kalo lapar atau haus sewaktu-waktu banyak warung di pinggir jalan. Perjalanan sangat menarik, kanan kiri jalan selang seling rumah penduduk dan kadang ada juga perkebunan sawit dan karet. Kopi juga menjadi komoditi utama Jambi, jadi tak heran banyak pohon kopi juga ditemukan di wilayah ini.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, sampailah saya ke Candi Muaro Jambi. Tiket masuk adalah 3ribu untuk satu motor, sangat murah. Jauh dari perkiraan saya. Tak membuang waktu lagi, segera saya meluncur menuju kompleks candi. Kompleks percandian Muaro Jambi pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang dipimpin R. Soekmono. Berdasarkan aksara Jawa Kuno pada beberapa lempeng yang ditemukan, pakar epigrafi Boechari menyimpulkan peninggalan itu berkisar dari abad ke 9-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar, dan kesemuanya adalah bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.





Karena jarak antara candi satu dengan yang lain cukup berjauhan, paling enak berkeliling dengan sepeda. Di kawasan ini tersedia penyewaan sepeda dengan harga sangat murah. 1 sepeda dibanderol seharga 10 ribu rupiah untuk berkeliling sepuasnya, dan kita tidak perlu memberi jaminan apa-apa.


Sepeda adalah pilihan terbaik, karena kondisi jalan yang sempit dengan lebar sekitar 2 m dan belokan curam. Motor sebenarnya memungkinkan, namun untuk menikmati setiap jengkal tempat ini paling pas adalah dengan sepeda. Selain itu, ada medan yang berlumpur, dan sempit menuju ke destinasi yang masih berupa gundukan tanah, tak mungkin pula ditempuh dengan motor. 




Selain candi-candi yang ada, ditemukan pula parit yang berfungsi sebagai kanal pencegah banjir. Diperkirakan usia parit sama dengan usia candi-candi yang ada, karena perkampungan kuno di kawasan ini dahulunya digunakan sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat pendidikan agama Budha. Bisa dibayangkan, betapa padatnya kawasan itu di masa jayanya dahulu.
Kata mas tukang ojek yang nganter saya ke sini, orang Jambi tidak terburu-buru mengklaim tempat ini sebagai pusat kerajaan Sriwijaya, karena mereka takut menciderai tetangga sebelah yang telah mengklaim terlebih dahulu, meskipun para peniliti telah memberikan kesimpulan awal tentang Candi Muaro Jambi adalah pusat kerajaan Sriwijaya. Sungguh berhati besar yah warga Jambi, maka tak ayal kita belum pernah mendengar sekalipun ada kerusuhan atau keributan di kota Jambi khususnya. Sebuah karakter asli yang luar biasa. 


Setelah lama berkeliling, akhirnya saya sampai di candi yang paling ujung, meskipun kata penjaga tempat ini masih sangat luas namun candi-candi berikutnya belum terungkapkan dan masih terkubur tanah dan batuan jadi belum bisa di nikmati keindahannya. Yah, berarti sudah salesai dong petualangan kita…


Akhirnya setelah kurang lebih 2 jam berkeliling dengan di setiap sudut kompleks candi, saya putuskan untuk kembali pulang ke kota. Mata dan jiwa saya telah terpuaskan dengan melihat candi-candi di sini. Setelah sholat dhuhur, saya putuskan keluar kompleks candi. Tak lama, setelah keluar dari kompleks candi di kanan jalan saya liat banyak orang sedang bekerja menggali tanah dan menata batu bata. Wah nampaknya di temukan kompleks candi baru, sekitar 3 km dari lokasi kompleks candi semula. Benar adanya memang, bahwa kompleks total candi ini sangat luas. Saya putuskan untuk berhenti sejenak dan berfoto-foto ria.
 



Candi yang baru ini adalah Candi Kedaton, candi yang paling besar yang telah berhasil dipugar dan sekarang masih berlanjut. Candi ini lengkap ditemukan, bahkan pintu gerbangnya juga ada, jadi jenis candi paling lengkap sepengamatan saya di Muaro Jambi.
 



Kurang lebih setengah jam berfoto ria, ternyata waktu udah menunjukan pukul 13.30, ga enak rasanya, takut kalo masnya tukang ojek minta nambah, he4, kan perjanjianya cuma di kompleks utama saya putuskan segera meluncur kembali ke kota.
Saat perjalanan pulang, masnya mengambil jalur yang berbeda. Kita lewat jalur baru. Jalur ini melewati perkebunan karet dan calon perkebunan sawit. Jalur ini juga baru dibuka beberapa tahun sejalan dengan dibukanya Jembatan Batanghari II. Tak lama, hanya sekitar 45 menit kita sudah sampai di kota Jambi. Dalam perjalanan pulang, mas-nya merekomendasikan tempat oleh-oleh yang lengkap, bahkan saya bisa mendapatkan batik yang selama tiga hari saya buru. Tak piker panjang, saya langsung menerima tawaran masnya. Tidak jelas nama tempat yang kami singgahi ini, namun didepan pintu tokonya tertulis pusat oleh-oleh khas Jambi. Lokasinya tak jauh dari lokasi bandara sekitar 5 km lagi. Saya memutuskan untuk berhenti disini dan mas tukang ojeknya untuk bisa meninggalkan saya. Ga enak dong udah di tungguin seharian dan dianter ke tempat oleh-oleh masih kita minta untuk nganter ke bandara, toh jaraknya udah dekat jadi cukuplah untuk naik angkot.
Setelah mantuk toko, benar  di dalam toko saya mendapati berjajar batik khas Jambi dan beraneka ragam oleh-oleh lainya. Mulai dari gantungan kunci bahkan makanan khas macam Lampok durian dan dodol kentang bisa saya temukan. Wah pas banget.
Saya membeli sebuah batik, harganya yah lumayan lah.. (:-p) 200 ribu. Untuk ukuran batik sejenis dibandingkan batik-batik dari Solo yah cukup mahal, namun kata mbak penjaga toko, mereka hanya mengambil untung sedikit, supaya bisa menghidupi perajin batik Jambi yang sedang sekarat saat ini. Okedah… selain batik, saya beli dodol kentang dan lapok durian untuk di bawa pulang. Selesai belanja oleh-oleh, saya langsung meluncur ke Bandara Sultan Thaha.
Naik angkot ke bandara hanya butuh 15 menit. Karena pesawat berangkat pukul 17.00, saya putuskan untuk mandi dan sholat ‘ashar terlebih dahulu di mushola bandara. Catatan menarik, toilet di bandara ini gratis… he4…
Setelah sholat dan mengisi perut, saya putuskan segera check ini. Dalam bandara banyak dijual oleh-oleh lain seperti kerupung kemplang ikan tengiri bahkan juga lampok dan dodol kentang. Jadi jika BP sekalian g sempat belanja oleh-oleh, bisa belanja di bandara. Harga tak terlalu jauh berbeda. Selisih 2-3 ribu wajar lah…
Tepat pukul 17.00 WIB pesawat berangkat ke Jakarta. Selamat tinggal Jambi. Kota yang sangat berkesan, puas sekali perjalanan kali ini. Yang paling berkesan adalah wisata histori dan terutama keramahan yang takan ditemukan di tempat lain. Semoga bisa kembali ke sini lagi kapan-kapan. Pukul 19.30 pesawat mendarat di SHIA. Jakarta ku kembali.
Tamat



Daftar Pustaka:
Beberapa tulisan diambil dari Wikipedia, selebihnya adalah tulisan blogger pribadi.
Semua gambar di artikel ini adalah koleksi pribadi blogger.