31 Oktober 2013

Berkelana di Jambi Part 1 : Perjalanan Jakarta-Jambi



Rencana backpacker ke Pulau Sumatera akhirnya tercapai juga. Kali ini diriku dapat kesempatan mengunjungi Jambi yang terkenal dengan Candi Muaro Jambi. Bangunan yang kabarnya bakal menggeser eksistensi Ankor Wat di Kamboja untuk menjadi kompleks candi terbesar di dunia (dibahas di halaman lain blog ini).

Eits, sebelum memulai membahas tentang Muaro Jambi, tak afdol rasanya kalo g menceritain perjalanan dari rumah ke Jambi dong ya…he4. Seperti yang kaum BP senangi tentu saja semua akomodasi adalah yang termurah dan tercepat, maka sebaiknya memang perjalanan di rencanakan jauh hari sebelum pelaksanaan. Dengan kalkulasi yang baik, pastinya selain akan mengirit biaya juga pastinya akan mengoptimalkan perjalanan, tul ga tu? Rencana sih 3 hari di Jambi, Senin sampai Rabu pasti dengan alasan selain murah tiket juga penginapan lengang.

Perjalanan di mulai dari Depok menuju ke Terminal 1 Bandara Soekarno Hatta kira-kira membutuhkan waktu 90 menit. Kebetulan saya naik motor jadi bisa cepet dan nyalip-nyalip. He4.  Selain itu di Soetta ada kok parkir motor, dan tarifnya itu lho… 2000 perak men sekali parkir mau 1 atau 3 hari parkir bayarnya sama… mantap kan? 
Saya berangkat dari rumah hari Senin sekitar pukul 04.30 (habis shubuh) menuju bandara. Saya memilih penerbangan yang paling pagi yaitu pukul 07.00, karena alasan promo juga. Penerbangan yang paling ramai memang pukul 8-15… itu tiketnya bisa dua kali lipat. Saya menggunakan Lion Air kelas ekonomi. Tiket Jakarta ke Jambi seharga 335 ribu (promo) kalo harga normal 500an. Check in pagi ternyata ramai juga, saya ngantri nyampek 30 menit, waduh.. untung datangnya g mepet banget jadi masih ada waktu 15 menit buat jalan ke gate.
Pesawat berangkat pukul 07.00 tepat dan dan nyampek di Jambi pukul 08.30, jadi penerbangan memakan waktu 90 menit. Dalam pesawat saya menghabiskan waktu dengan tidur, maklum jam 3 udah bangun buat pengecekan barang bawaan dan buat sarapan…, eh tiba-tiba pukul setengah 9 saya dibangunkan mbak Pramugari untuk persiapan mendarat. Wah perjalanan tak terasa…

Pukul 08.30 tepat pesawat mendarat di Bandara Sultan Thaha. On time  Lion Air. Image kelas ekonomi tidak mengurangi profesionalisme awak kabin. Saya rasa pelayanan Lion Air cukup memuaskan dari Pramugari dan Pramugaranya juga oke… siplah, ga kapok pake Lion Air.

Ketika masuk terminal bandara Sultan Thaha, kesan kebersihan yang terjaga terasa, memang bandara di Jambi ini kecil, tapi sibuknya bukan maen. Hampir tiap setengah jam ada saja pesawat yang lepas landas maupun mendarat. Bandara ini berada di tengah kota Jambi, jadi tidak perlu khawatir soal kendaraan dari atau ke bandara, dijamin 24 jam tersedia. 
Keluar dari bandara, tawaran dari supir taksi dan ojek banyak berdatangan, taksi dari bandara ke kota berkisar 100 ribu rupiah, sedang ojek 50 ribu. Tapi buat yang anggaranya mepet, naik angkot ada kok warna merah, yang tiap 5 menit lewat, ke pusat kota jambi ditempuh dengan angkot sekitar 15 menit dan cukup bayar 3000 rupiah saja… murah bukan, jadi tak perlu risau untuk naik taksi dah…
Turun di terminal angkot kota Jambi, saya segera menuju  penginapan yang telah saya pesan di Jambi (dengan jalan kaki). Dari info temen sesame BP atau dari internet, yang paling murah di kota Jambi adalah 100-200an ribu. Yang saya pilih adalah Hotel Fortuna yang single ekonomi dengan harga 170ribu permalam, mahal juga yah… habisnya g ada yang lebih murah sih, ini juga yang paling murah yang saya dapat… ga pa2lah, Cuma dua hari doang. Praktis sebagai besar dana di Jambi habis buat Hotel… (tepok jidat). Pertimbangan laen yang saya gunakan kenapa memilih hotel ini adalah karena letaknya yang berada di pusat kota Jambi sehingga akan menghemat biaya perjalanan menuju tempat-tempat wisata. Selain itu, hotel ini hanya 200 meter dari pasar kota Jambi, oleh2 pun dengan mudah dapat di beli dan tentu saja, makan dengan harga miring dengan mudah ditemui. Haduh capek sudah. Saya putuskan untuk istirahat dan melanjutkan untuk berkeliling kota jambi di siang harinya.

29 Oktober 2013

KAPUR BARUS, KRISTAL KAPUR YANG DULU SEHARGA EMAS



       Kapur barus atau kamper adalah zat padat berupa lilin berwarna putih dan agak transparan dengan aroma yang khas dan kuat. Zat ini adalah terpenoid dengan formula kimia C10H16O. Pohon kapur barus menjulang tinggi di antara pepohonan lain di Desa Sordang, kecamatan Sirandorung, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pohon kapur barus pada abad VII menjadi barang berharga menyamai emas. Pohon yang dulu getahnya digunakan sebagai wewangian, kini dipakai sebagai bahan kayu bangunan karena kualitasnya yang sangat baik.


      Kapal-kapal milik pedagang Mesir Merapat di Pelabuhan Kapuradwipa. Sesaat setelah membuang sauh, awak kapal dengan cepat turun ke daratan. Mereka tidak ingin kehabisan Kristal putih pengawet mayat yang jadi komoditas paling di cari di Mesir dan negara Afrika lainya.
       Dalam jalur perdagangan mereka di sepanjang pantai barat Sumatera, Kristal dari getah pohon kapur (Dryobalanops aromatica atau Dryobalanops champor) ini hanya bisa ditemukan di Pelabuhan Barus atau Kapuradwipa. Kapur dari Barus ini dicari raja-raja Mesir untuk mengawetkan jasad mereka karena kualitasnya paling bagus. Mumi Ramses II dan Ramses III konon juga dibalsem dengan kapur barus yang sudah di campur dengan rempah-rempah dari Ophir, nama gunung dari pedalaman Barus.
        Kapur barus atau kamper sudah dikenal oleh pedagang Mesir, Arab dan Timur Tengah lainya sejak abad 7-16 Masehi. Selain untuk membalsem mayat, kamper juga berfungsi sebagai bahan baku obat-obatan dan parfum (Barus Sejarah Maritim dan Peninggalannya, Irianti Dewi, 2006). Nama kota Barus sendiri berasal dari komoditas kapur barus yang ramai di perdagangkan di pelabuhan abad sejak abad 7-16 masehi.
          Kini sulit untuk melacak keberadaan pohon kamfer yang dulu bisa menghasilkan. Kristal seharga emas. Di daerah Barus, pohon kamper itu hanya tinggal beberapa batang saja. Pohon itu hilang karena banyaknya penebangan liar. Salah satu pohonnya yang tersisa terletak di desa Siordang, kecamatan Sirandorung.

           Pohon itu menjulang di tengah perkebunan milik warga. Tingginya mencapai belasan meter, batangnya tegak lurus dengan kulit batang berwarna coklat keputihan. Ketika daunnya dipetik, menguar bau wangi segar. Batang pohon itu harus dibelah untuk mendapatkan Kristal getah yang tersimpan di dalam batang. Kristal kapur itu dulunya ditemukan saat orang menebang pohon untuk keperluan rumah atau membuat kapal. Ketika bahan ditebang, batang itu mengeluarkan getah dan jika dibiarkan akan mengering menjadi Kristal.
         Selain untuk mengawetkan mayat, getah kamfer juga menjadi bahan baku pembuatan dupa wangi. Entah benar datu hanya berseloroh, bahwa bahan baku untuk dupa yang dihadiahkan tiga raja saat kelahiran Yesus juga di datangkan dari Barus. Di tempat ia tumbuh, pohon kamfer ini sudah menjadi salah satu tanaman langka. Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN), status pohon ini masuk ke dalam daftar merah, yaitu keberadaanya kritis atau terancam punah. IUCN merupakan lembaga konservasi keanekaragaman hayati.
         Kalau dibiarkan tumbuh, diameter batang pohon kamfer ini bisa mencapai 70-150 cm dengan tinggi pohon mencapai 60 meter. Batangnya akan mengeluarkan aroma kapur wangi bila dipotong. Di Indonesia, pohon ini hanya bisa ditemukan di Sumatera dan Kalimantan Saja. Beberapa daerah di Malaysia, seperti semenanjung Malaysia, Sabah dan Serawak juga menjadi habitat pohon kamper. Selain Dryobalanops aromatica, tanaman penghasil kamper lainnya adalah Cinnamon camphora (pohon kamper). Namun jenis pohon ini hanya tumbuh di China, Jepang, Korea, Taiwan dan Vietnam.
        Di masa lalu, pencarian getah kaper di Barus lekat dengan mitos persembahan. Para pencari kapur barus harus memiliki kepercayaan tentang larangan dan pantangan terkait dengan pencarian getah kamper. Setiap pohon memiliki kadar getah yang berbeda-beda, ada yang banyak dan ada pula yang sedikit. Sebelum mencari getah, penebang pohon harus melakukan ritual persembahan hewan korban kepada Begu Sombahon, sang makhluk penjaga hutan. Hewan yang dipersembahkan biasanya ayam, kerbau dan kambing tergantung permintaan Begu Sombahon.
         Upaya penanaman kembali pohon kamper dilakukan sebagian warga Barus. Tanpa ritual persembahan, masyarakat berupaya untuk menghidupkan kembali pohon kapur barus, ikon yang menjadi asal usul dikenalnya daerah tersebut.


Sumber :
Artikel : disadur dan diolah dari Kompas
Gambar Kamper : http://www.anuarkarimz.com/wp-content/uploads/2010/11/Camphor.jpg
Gambar pohon barus :http://alamendah.files.wordpress.com/2011/02/ pohon-kapur-dryobalanops- aromatica-2.jpg

23 Oktober 2013

POHON EMAS TERNYATA BUKAN DONGENG

Para peneliti menemukan emas "tumbuh" di pohon-pohon para (gum trees) di Jazirah Eyre, di dekat kota kecil Wudinna, Australia Selatan. Penelitian digelar untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Para peneliti dari lembaga ternama Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) mendapatkan bahwa butiran-butiran emas halus diangkut dari dalam tanah oleh akar pohon-pohon ekaliptus yang tumbuh di jazirah tersebut, kemudian tersebar di kulit pohon, daun, dan ranting-ranting pohon.



Emas ditemukan di pohon bukanlah barang baru untuk para ilmuwan. Namun, bagaimana butiran halus emas tersebut bisa sampai ke puncak pepohonan belum ada satu pun ilmuwan yang dapat menjelaskannya.

Dr Mel Lintern, pemimpin proyek penelitian akbar yang bernilai jutaan dollar Australia tersebut, mengatakan, hasil yang bisa didapatkan akan menghemat biaya eksplorasi perusahaan tambang. "Bila mereka bisa menerka isi perut bumi dari pohon dan tidak usah menggali, mereka akan menghemat banyak uang," tuturnya seperti dikutip surat kabar The Advertiser, Rabu (23/10/2013).  

"Aspek lain adalah cara ini lebih bersahabat terhadap lingkungan dibanding dengan membuat lubang yang besar," imbul Lintern. Melalui sinar X, para peneliti mendapatkan butiran emas mungil berdiameter seperlima dari sehelai rambut ada pada daun-daun pohon para.

Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di Kalgoorlie di Australia Barat dan di Barns, sekitar 25 km dari Wudinna di Australia Selatan. Wudinna terletak sekitar 550 km di barat laut Adelaide, ibu kota Australia Selatan.

Lintern memutuskan melakukan penelitian setelah berkali-kali mengunjungi tempat-tempat itu selama delapan tahun. "Jumlah emas di pohon tersebut sedikit sekali," tuturnya. Dari sekitar 500 pohon, sebut dia, emas yang terkumpul hanya akan cukup untuk membuat satu cincin kawin.

Daftar Pustaka :
Artikel : Kompas, http://sains.kompas.com/read/2013/10/23/0708009/Peneliti.Pelajari.Emas.Tumbuh.di.Pohon.Para.di.Australia.Selatan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp)
Gambar pohon : http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTYe_jxAjBfVfvWGbBjSDng-EHl0pjNfso-xsKKN3aTc7jLwWluVw

2 Oktober 2013

ANKARA MENYAMBUT



            Awal musim dingin menyambutku ketika sampai di Ankara. Ya… Ankara, ibukota Turki yang berada di bagian Asia negara itu. Ankara adalah kota terbesar kedua di Turki setelah Istanbul yang memiliki jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa.

Bus “METRO” yang mengantarku rupanya masuk ke kota Ankara sekitar pukul 8 pagi waktu setempat. Tak lama dari perbatasan Ankara, saya tiba di terminal terbesar dan terluas di Turki, Asti. Begitulah nama terminal yang memiliki 2 lantai dropp off dan dropp on. Tak hanya lantainya, jalannya pun ber tingkat layaknya jalan layang. Saking sibuknya, bus yang menurunkan penumpang tak lebih hanya 30 menit berhenti di terminal dropp off.
Sangat teratur, operasi terminal ini boleh saya mengatakan layaknya bandara. Ada no. satu sampai seratus yang menandakan ada 100 gate (pintu) untuk keluar masuk penumpang di setiap lantainya. Berarti ada 200 gate, berarti juga ada 200 ruang tunggu, rasa-rasanya Bandara Adi Soemarmo di Solo kalah luasnya dengan Terminal ini.
Terminal Asti juga terhubung dengan Sub Way bawah tanah yang di kenal dengan Ankaray, kelak kendaraan ini adalah favorit saya untuk berkeliling Ankara (murah meriah soalnya, he4)
Tak lama, ada seorang Satpam yang menghampiri kami.
“Merhaba…, Assalamu’alaikum ” ucap satpam tersebut. Merhaba adalah ucapan “Halo” atau “salam” dalam bahasa Turki.
Untungnya saya tahu, jadi saya saya balas dengan kata yang sama. Kemudian Satpam tadi ngobrol dengan Mas Ayub dalam bahasa Turki yang artinya dia menjelaskan kalo saya adalah Guru yang akan menjalani Program di sekolah di Ankara, (sok tahu kan, tentu saja itu setelah di terjemahkan oleh mas Ayub)
Ternyata bapak ini adalah satpam dari sekolah yang akan saya tempati…, oh artinya sekolah telah tahu kalo saya sudah sampai.
Sampai di sini mas Ayub mengantar dan menemani saya, selanjutnya saya akan melanjutkan perjalanan sendiri. Perpisahan dengan mas Ayub terasa begitu menyedihkan, kini saya kehilangan seorang kolega yang baru saya kenal, namun begitu hangat dan ikhlas membantu saya… saya berdoa sukses kuliahnya ya mas Ayub… pelukan tanda perpisahan menjadi penutup seremoni perpisahan kami. Mas Ayub pun segera meninggalkan kami, karena dia harus segera kembali ke Istanbul untuk  kuliah.
Tak lama setelah beramah tamah, saya pun melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan mobil sedan yang dibawa satpam tadi. Perjalanan menuju ke sekolah kurang lebih selama 30 menit.
Jangan samakan dengan Jakarta, 30 menit mungkin hanya beberapa kilometer. Karena di sini, jalanan begitu lengang dan lebar. Jadi terawangan saya nih dalam mengukur kecepatan kali waktu tempuh, kira2 sekitar 20 kilo meter lah jarah sekolah dengan terminal.
Satu yang membuat saya lagi-lagi kagum, adalah bagaimana di setiap sudut jalan dan rumah. Ada bendera Turki. Begitu cintanya mereka dengan bangsanya, tak ayal bangsa Turki memang jadi bangsa pemimpin di masa lampau.
Karena baru musim dingin, jadi tak banyak tumbuhan yang hidup di sini, hanya ada rumput-rumput itupun tertutupi es. Banyak marka yang mengisyaratkan kalo jalanan licin dan meminta pengendara berhati-hati.
Seperti kota-kota di negara-negara di benua Eropa, infrastruktur di sini sangat rapih dan  tertata dengan baik. Warga tidak sembarangan berjualan di bahu jalan atau mendirikan rumah-rumah liar di bawah jembatan. Pengendara di sini, sangat taat Aturan, mereka akan berhenti tepat dibelakang garis marka lampu lan-tas saat warna merah tanda berhenti. Kalo di Indonesia kita akan menyaksikan hal yang serupa dengan Yogyakarta, warganya yang amat patuh dengan Sultan dan bangga akan keistimewaanya, sangat patuh dengan peraturan lalu lintas, pantaslah Jogja saya sandingkan dengan Ankara soal ketertiban jalannya. Tapi jangan bandingkan dengan Jakarta deh, ah..., lampu hanya sekedar simbol garis tak ubahnya lukisan penghias jalan. Tak ada rasa malu ketika melanggarnya. Jakarta semrawut, layak sudah…
Pukul 9.30 pagi, aku sampai di sekolah tujuanku. SAMANYOLU LISELERI, begitu papan nama sekolah ini. Gedung utama ada 2 kompleks yang terdiri masing-masing 5 lantai yang dihubungkan dengan jembatan, dan kemudian ada tiga kompleks asrama yang memiliki 6 lantai di setiap kompleksnya. Lain kali dah saya akan bercerita tentang sekolah ini. Saya langsung di antar menuju ke kamar tamu dan di persilakan untuk istirahat, dan kami diminta untuk menuju ke ruang makan pukul 14.00 untuk santap siang.
Karena saya capek luar biasa, perjalanan selama 6 jam dari Istanbul, harus di bayar lunas. Akhirnya saya memutuskan mandi dulu lalu tidur…
Pukul 13.00, saya bangun untuk melakukan sholat dhuhur. Waktu sholat di sini tidak terlalu berbeda, adzan sekitar pukul 13an (bukanya sok tahu lagi, saya pake software adzan). Selepas wudhu ketika hendak sholat, ada yang mengetuk pintu… saya tidak tahu siapa dia,ternyata seorang pemuda, bukan room service (he4, eh lupa bukan di hotel) dia mencoba berkomunikasi dengan bahasa campur isyarat. Jelas lah saya g bisa menangkap yang dia omongin. Namun sekali lagi saya gunakan instink, saya membaca maksudnya, dia mengajak saya sholat berjamaah. Oh, Alhamdulillah kalo gitu, saya pun mengiyakan ajakanya.
Setelah mengangguk tanda setuju, saya pun di ajak masuk dalam sebuah ruangan yang di dalamnya sudah banyak orang menunggu. Setelah berbincang-bincang sedikit dalam bahasa Inggris, saya tahu ternyata mereka juga tamu, sama seperti saya. Mereka berasal dari Van, kota paling timur di Turki yang saat itu baru saja dilanda gempa. Mereka mengungsi di Ankara, dan mendapat undangan dari sekolah ini beberapa hari sebagai bentuk simpati. Saya sebagai saudara sesame muslim juga mengucapkan simpati atas bencana yang menimpa mereka.
Iqomah telah berkumandang. Sholat dhuhur pun kami mulai. Hal yang tak saya duga terjadi saat rekaat kedua, pada takhiat pertama mereka salam. Saya bingung, ini kan baru rekaat kedua, dan tak ada satupun jamaah yang mengucap “subhanalloh” sebagai pertanda imam salah dalam gerakan. Saya ragu mau meneruskan sholat, dan akhirnya saya ikut salam pula mengikuti imam.
Ini pengalaman menarik berikutnya, dalam mahzab Hanafi (menurut cerita orang-orang tadi), ketika kita berada dalam perjalanan (musafir) kita boleh meringkas sholat. Walaupun saya memiliki paham yang berbeda, bahwa maksud perjalanan ini adalah bener-bener di jalan, bukannya setelah sampai tempat tujuan itu tidak berlaku lagi? Entahlah, tapi saya tak mau berdebat, setelah dzikir, saya memutuskan pamit ke kamar, dan mengulang sholat… (dari pada ragu-ragu maksudnya)
Pukul 14.00 pemuda tadi mengetuk kamar saya lagi, kali ini dia mengajak saya makan… oh ya, kebetulan perut sudah berontak, he4.
Oh ya, saya belum sempat berkenalan denganya. Kami pun berkenalan saat perjalanan ke ruang makan, namanya Ahmed, nama yang terkenal di Turki (banyak orang dengan nama Ahmed). Dia lumayan bahasa Inggrisnya (bukanya saya sok kemaki), dia juga merupakan seorang mahasiswa Jurusan Tarbiyah yang kuliah di Ankara.
Setelah sampai di dapur, kami putuskan untuk segera makan. Menu istimewa hari ini katanya, kebab…
wow, makan makanan yang legendaris itu di negara aslinya? Tapi tak seperti yang saya bayangkan, ternyata kebabnya berupa daging iris tipis. Tak tau deh, berbeda dengan bayangan saya kalo kebab mirip kayak burger gitu, ya ga papa, keburu laper soalnya.
selain itu ada juga minuman putih kayaknya susu saya pun memutuskan mengambil satu cup, terus lagi, ada buah bulat item unyu2… yang sempat saya makan di pesawat…
wah g pagi, ga siang ada ajah ni buah… oke deh ga pa2 saya ambil 2 biji… (ngikut mas-masnya tadi).
Makanan pun dengan lahap saya makan, dengan roti tawar. Roti merupakan makanan pokok kayak nasi di Indonesia. Karena keseretan, saya pun memutuskan minum dari cup yang saya ambil tadi. Astaga, rasanya kaya kencing kuda (kkkkkk), minuman g jelas…rasanya kaya tahu mentah yang diblender? Bisa mbayangin? ini minuman yang ga bakal saya bisa minum sampai program saya di Turki selesai, yah AYRAN, begitulah namanya… minuman begizi tinggi dan syarat vitamin dan mineral ini merupakan favorit warga Turki, tak ada makan kalo g ada ayran, begitu katanya. Jadi Cuma satu teguk, saya tak berani melanjutkan…he4
Sambil pura2 menikmati, takut mas nya tersinggung, yah saya teruskan sambil ngobrol ngalor ngidul tentang Turki. Kami ngobrol banyak hal, terutama tentang destinasi menarik di Ankara (pikirannya udah piknik2 aja kan?) ya gapa2. Kapan lagi bisa menginjakan kaki di negeri orang? Selesai makan kami lanjutkan dengan Sholat Ashar jamaag di mushola sekolah dan kembali ke kamar.