10 Agustus 2016

Penggalan Kisah Hidupku

Jika boleh buka kartu, profesi yang saya impikan sejak kecil adalah menjadi seorang pilot. Pilot merupakan motivasi hidup buat saya, merupakan sebuah impian yang membuat saya rajin belajar hingga ke jenjang SMA. Saya tidak ada alternative dengan profesi lain, saya hanya focus mengejar cita-cita saya itu, dan tak pernah menyiapkan rencana cadangan. Mulai dari olah raga, menjaga makan hingga berenang dan tidak merokok semua itu saya tempuh demi memuluskan rencana yang dahulu telah disusun. 
Dalam pelajaran, hingga lepas kelas 10 prestasi saya tidak termasuk yang menonjol. Salah satu nilai terbaik yang saya dapat adalah mata pelajaran olah raga yang saat itu meraih nilai 9 di raport, selain itu hanya elektronika yang saya anggap menyenangkan dan saya juga mendapat nilai 9 pada mata pelajaran ini. Tak ada cerita kimia dalam “diary” atau pembahasan tentang masa depan saya. Mapel kimia hanyalah pelengkap, tiada yang spesial. Seperti yang dikatakan Azwar (1990) bahwa kemampuan intelektual yang bersifat umum (inteligensi) dan kemampuan yang bersifat khusus (bakat) merupakan modal dasar utama dalam usaha mencapai prestasi pendidikan, namun keduanya tidak akan banyak berarti apabila siswa sebagai individu tidak memiliki motivasi untuk berprestasi sebaik-baiknya. Sehingga nilai saya pas-pasan. Namun itu berubah total setelah sebuah kejadian yang mengubah jalan hidup saya.




Sebagai siswa pria yang umum dan random, tentu suka permainan sepak bola dan kebiasaan taruhan sudah lazim menjadi hobi saat akhir pekan, dimana kita mendukung tim kesayangan akan menang. Uangnya emang tidak seberapa, namun itu serasa berarti, menunjukan eksistensi dan dukungan pada tim favorit di liga. Kebiasaan ini, terbawa dalam pelajaran. Di awal kelas 11 ada seorang guru kimia yang tersohor memiliki kemampuan indera ke enam mampu membaca pikiran, sehingga tidak ada yang bisa bohong dengan beliau atau mencontek ketika beliau mengawas. Obrolan-obrolan seputar beliau ini tak berhenti, dan saya termasuk yang menolak dan tak percaya akan hal takhayul semacam itu.
Ini menariknya, ketika ulangan bab stoikiometri larutan kelas 11, kerena ketidak percayaan tentang rumor itu, saya ditantang temen-temen untuk nyontek di ulangan itu, bukanya saya tidak belajar atau tidak siap mengahadapi tes, tapi tawaran traktiran selama seminggu begitu menggiurkan, kata temen saya hanya perlu mengeluarkan kertas contekan selama 1 menit di meja dan membacanya, udah cukup dan ketika tidak ketahuan maka mereka akan menganggap saya menang. Baiklah, sebuah tantangan yang saya anggap enteng dan sepele.
Malam sebelum tes saya siapkan contekan ukuran 4x5 cm yang didalamnya saya tulis berbagai macam rumus larutan sampai pH, hanya itu dan keesokan paginya saya datang paling awal dan duduk di bagian paling kanan depan dekat pintu masuk, sebuah black spot, area yang paling sulit diamati guru, karena untuk melihat kearah saya harus menoleh 90o ke kiri dan saya masih terhalang teman sebangku, sehingga ideal lokasi ini untuk mencontek karena meja guru letaknya di bagian kiri kelas dekat dengan dinding. Jam tes telah tiba, dan kertas soal dibagikan, setelah saya selesai mengerjakan soal, saya iseng mengeluarkan contekan dan temen saya mengamati, tidak hanya semenit, saya mengeluarkannya sampai waktu tes akan berakhir, dan saya tidak ketahuan. Kesuksesan besar, makan gratis sudah terbayang selama seminggu.
Namun keesokan harinya ketika kertas ulangan itu dibagikan, hal yang luar biasa terjadi. Ketika pak Guru kimia baru masuk kelas, langsung menatap saya dengan tajam. Pandangan yang mungkin hanya sedetik itu telah membuat jantung saya berdegub kencang, keringat dingin mengalir deras, rasa khawatir membuncah. Dan benar, kertas ulangan saya tidak dibagikan, dan saya harus datang ke kantor setelah pulang sekolah. Saya takut tidak kepalang, namun guru saya tak pernah mengatakan apa alasan kertas ulangan saya tidak dibagikan, apakah saya nyontek atau remedial, sebuah misteri hingga kini, namun satu hal, saya tes ulang. Namun persepsi temen-temen tentang kejadian ini bahwa saya ketahuan mencontek telah menyebarluas, dimana-mana saya di bully dengan kata “ketahuan nyontek”. “Kuwalat” mungkin dalam bahasa Jawa alias karma yang saya dapat karena berbuat tak pantas kepada guru tercinta. Sejak saat itulah saya berubah, menjadi lebih menghargai bapak/ibu guru dan kimia yang sebelumnya bukan mata pelajaran favorit, kini menjadi berkesan tiap materinya, menjadi sesuatu yang berat untuk dilewatkan, karena saya ingin buktikan bahwa saya nyontek karena khilaf tergiur rayuan traktiran.
Ketika akhir kelas 12, saya tak lagi mengandalkan olah raga dan elektronika, kini sudah ada kimia yang menemani. Saya mendapatkan poin 9 dimata pelajaran ini, sungguh luar biasa, sengsara membawa nikmat mungkin setelah kejadian itu saya jadi suka mapel kimia. Saat akhir masa di SMA saya mencoba mendaftar sekolah pilot di Adi Soemarmo, tes – tes fisik dan kemampuan akademik telah saya lalui dengan mulus, namun ketika dihadapkan dengan biaya yang mencapai ratusan juta, saya takluk. Saya hanya anak petani yang tak kuasa mendapatkan dana sebanyak itu, saya menyerah dan saya hampir frustasi.
Ada sebuah tawaran dari bapak Guru kimia bahwa ada beasiswa dari UNS di jurusan pendidikan kimia. Katanya belum ada yang berminat, maklum saja profesi guru dimasa itu masih dipandang sebelah mata. Beasiswa ini hanya akan mengambil 1 siswa dari SMA saya, begitu kata beliau. Dengan hati yang masih sedih, saya putuskan untuk mendaftar program itu, dan akhirnya selang sebulan, saya dinyatakan diterima di Jurusan Pendidikan Kimia melalui jalur beasiswa. Sebuah hal yang biasa, saya tidak surprised dengan ini, karena kegagalan mendapatkan impian kecil saya itu. Tapi tak apa mungkin ini jalan terbaik saya dari Yang Maha Kuasa.
Saat kuliah, saya termasuk bukan yang berprestasi. IPK saya tidak terlalu bagus, pas-pasanlah. Tapi alhamdulillah lancar, kuliahnya tanpa teresendat. Dari kuliah inilah saya banyak mendapat pencerahan bagaimana mulianya tugas guru, bagaimana beratnya pula menjadi seorang guru yang bertugas menjadi “agen perubahan”. Saya ingat betul bagaimana pesan Dekan FKIP UNS saat menyambut kami di fakultas, bahwa ketika kalian memutuskan menjadi guru, bersiaplah untuk tidak kaya dan berpenghasilan besar, karena tuhanlah yang akan menggaji kalian dengan syurga. Luar biasa petuah professor saya ini, membakar semangat kami. Sampai kuliah selesai, saya selalu bersemangat akan siswa-siswaku yang kelas akan kutemui.
Rasulullah SAW bersabda, “barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu”, (HR. Thabrani). Begitu berat tugas guru yang tak hanya mengantar siswa memahami kimia sebagai cabang dari sains, namun juga pengejawantahanya agar mempu meningkakan ketaqwaan kepada Tuhan menjadi motivasi tersendiri bagi saya.
Sekolah pertama tempat saya mengabdi adalah SBBS atau Sragen Bilingual Boarding School, sekolah negeri yang tersohor di Jawa Tengah, sekolahnya para juara, karena hanya dalam waktu tiga tahun berdiri, sekolah ini telah mengoleksi 300 lebih penghargaan di berbagai kerjuaraan, sebuah Rekor MURI yang sulit ditandingi sekolah lain. Di sekolah ini saya dikontrak selama setahun percobaan sebagai guru pengganti. Fresh graduate, yang dipercaya mengelola kelas, sungguh tantangan besar. Namun saya tak mendapat hambatan berarti di tempat ini, anaknya begitu patuh, cerdas dan mereka begitu kooperatif dengan guru, saya menikmati bagaimana menjadi guru. Menyenangkan sekali, wah ternyata menjadi guru tak seberat yang dikatakan orang.
Di tahun kedua, saya ditawari untuk mengajar di sebuah sekolah swasta laki-laki di depok, dengan status guru tetap dan fasilitas lengkap.Wah, tanpa ragu saya terima tawaran itu. Dan di tempat inilah, saya baru merasakan cobaan sebenarnya memilih profesi guru.
Di hari pertama saya, ngajar, dengan hati berbunga-bunga, saya masuk kelas dan memberi salam kepada siswa. Namun bagaimana saya terkejutnya, tidak satupun siswa di kelas itu menyambut salam saya, mereka kompak mengacuhkan saya. Pelajaran tidak berlangsung kondusif, bahwa ketika saya meminta siswa membuka buku, mereka tidak nurut. Mereka memilih membaca buku pelajaran kelas lain. Kejadian ini berlangsung sampai dua kali pertemuan, saya hampir menyerah. Saya bahkan melakukan penyelidikan khusus, namun tak pula mendapat kejelasan apa yang menyebabkan mereka seperti itu, saya benar-benar di coba. Dipertemuan ke tiga saya udah tidak sabar lagi, saya secara spontan menantang mereka berkelahi untuk menyelesaikan masalah ini atau mereka mengaku apa yang menyebabkan sikap kepada saya.
Akhirnya mereka mengaku, kalau saya adalah penyebab guru yang mereka sayangi sebelumnya dikeluarkan, seorang guru perempuan yang menjadi idola dikelas itu. Oke, saya paham masalah ini sekarang, karena jarangnya guru perempuan di sekolah ini, apalagi guru sebelum saya adalah muda dan single tentu menjadi “oase” ditengah kegersangan gender di sekolah ini. Ah, sepele sekali, namun ini tantangan besar, menarik perhatian dari seseorang yang telah cinta dengan orang lain, menjadi menyukai kita.
Seperti Naim, 2013 dalam bukunya mengatakan “kemampuan guru inspiratif membangun iklim pembelajaran yang semakin menyuburkan arti dan makna inspiratif akan meningkatkan motivasi”, saya berupaya mengaplikasikan semua ilmu yang saya dapat di kuliah untuk mendapat perhatian mereka, dan sengaja saya sering ajak meraka jalan-jalan untuk studi tour seperti kunjungan industri dan kunjungan ke puspitek Serpong. Setelah berjuang sekian lama mengambil hati mereka. Setelah berjuang hampir satu semester akhirnya saya bisa mendapatkan hati mereka. Di semester kedua, mereka perhatian dengan kimia dan mereka tertarik dengan kelas saya. Mereka juga meminta maaf atas kejadian itu, dan sadar bahwa tindakan mereka adalah kekanak-kanakan. Satu lagi pengalaman berharga saya dapat, bahwa semangat dan perhatian dalam pelajaran adalah hal yang paling penting daripada pelajaran itu sendiri. Jika tanpa keduanya, maka sebagus apapun penyampai materi atau materinya, makan tidak akan pernah bisa diserap oleh siswa, dan sebaliknya dengan semangat dan perhatian sesulit apapun materi akan dengan mudah ditaklukan dan dihadapi.


26 Juli 2016

Belajar Dari Brexit

Dunia kini berada dalam keadaan resesi berkepanjangan. Kemerosotan ekonomi global yang teramat kejam telah membawa sejumlah negeri dalam kebangkrutan. Tengok Angola, baru beberapa bulan dinobatkan sebagai “fail state” karena tak sanggup menanggung hutang luar negeri. Setali tiga uang dengan Yunani, tunggakan kredit yang mencapai lima ribu trilyun, itu nolnya kalo tidak salah ada lima belas, terpaksa mengemis belas kasihan kepada negara regional yang menopang kawasan perenonomian mata uang Euro, macam Jerman dan Inggris. Kejam bener ancaman resesi ini, lebih kejam kurasa daripada penolakan calon mertua.


Fenomena Brexit (British Exit) yang mengemuka beberapa bulan lalu merupakan reaksi keras bangsa Britania atas masalah resesi global yang menyeret kawasan Euro kedalam jurang kebangkrutan. Sejarah kerjasama kawasan Uni Eropa yang dimulai 40 tahun lalu itu nampaknya kini tak harmonis lagi. Masalah terbesar adalah karena Inggris terlalu menjadi tumpuan. Tengok saja, Inggris menjadi penyandang dana terbesar kawasan hingga mencapi hampir 30 % yang hanya selisih 1 digit dengan Jerman. Masalah terbesar kawasan ini adalah bangkrutnya Yunani dalam menyebabkan Inggris menjadi tumbal karena harus ikut menanggung dampak yang ditimbulkan Yunani.
Faktor lain yang membuat Inggris galau adalah banyaknya imigran yang mencapai 100 ribu orang pertahun masuk ke Inggris dari negara Uni Eropa, sebagai akibat kesepakatan kawasan bahwa setiap warga Uni Eropa bebas keluar masuk dan bekerja di semua negara anggotanya. Tentu masalah ini sangatlah pelik, membuat warga Inggris sendiri harus bersaing dengan imigran, sehingga ex officio pengangguran meningkat dan gejolak sosial bermunculan bak cendawan di musim penghujan.
Hal inilah yang memaksa Inggris menyelematkan dan mengamankan hajat hidup rakyatnya, pilihan berat harus diambil meskipun tak sedikit yang menolak. Tak  ada mufakat, voting pun diangkat. Semua pihak berusaha mengkapanyekan ide “in” or “out” dari Uni eropa. Jajak pendapat semua rakyat menjadi mutlak, dan ini menjadikan kursi perdana menteri menjadi panas, David Cameron harus rela terdepak jika “Brexit” berhasil di gol-kan kaum oposan yang dipimpin Theresa May.
Bukan tak berfikir keras juga sebetulnya kaum oposan ketika mengajukan Brexit keparlemen Inggris. Bagaikan makan buah simalakama, mudharat yang ditimbulkan ketika Inggris keluar dari Uni eropa juga sama besar jika tetap bertahan di dalamnya. Mata uang Poundsterling bakalan terjun bebas nilainya yang pasti berdampak pada bursa efek Inggris. Selain itu, sebagai penanam modal terbesar, Inggris harus kehilangan banyak investasi, kehilangan banyak hak dan keistimewaan dalam perdagangan regional yang sebelumnya mereka dapatkan. Namun apa boleh buat, kepentingan nasional menjadi prioritas. Hajat hidup rakyat Inggris harus diutamakan, tiada yang lain.
Ketika jajak pendapat diumumkan, ternyata sebagian besar rakyat Inggris yaitu sekitar 61% memilih memisahkan diri dari Uni Eropa. Sejarah baru telah dituliskan, salah satu pendiri dan pemrakarsa Uni Eropa harus menjadi yang yang pertama meninggalkan apa yang dulu dirintisnya, menjadikan negara itu kini sendirian di Eropa Barat. Terpisah seperti fitrahnya, terpisah dari Eropa daratan.
Beberapa pelajaran penting dari kasus Brexit untuk politik Indonesia. Pertama, meskipun secara ekonomi menguntungkan pemerintahan, namun kepentingan nasional menjadi prioritas, hajat hidup rakyat adalah hal utama yang harus dikedepankan. Bagaimana dampak Uni Eropa terhadap lapangan pekerjaan di Inggris begitu terasa dengan mengalirkan ratusan ribu imigran ke Inggris, praktis dengan Brexit mereka harus angkat kaki dari tanah Britania. Berbalik dengan kita, dengan adanya MEA dan ACFTA kita seakan membuka keran pekerja asing secara besar-besaran tanpa ada kualifikasi jelas. Ratusan ribu pekerja illegal China dengan mudahnya memasuki kawasan Indonesia. Bagaimana lahan-lahan pekerjaan yang seharusnya mampu di ampu oleh pekerja dalam negeri kini dinikmati pekerja expatriate. Dengan gaji yang jauh lebih tinggi, dengan fasilitas yang diberikan kepada mereka lebih bagus. Dengan memperlakukan bangsa sendiri seperti ini, Pancasila dan UUD 1945 hanya pepesan kosong, jauh panggang dari api.
Kedua, bagaimana oposan juga harus mengkritisi kebijakan pemerintah tanpa harus melupakan kepentingan nasional. Bagaimana program Brexit ini dilatarbelakangi keinginan Inggris untuk mandiri, mengelola kepentingan ekonomi dan politik mereka terlepas dari intervensi kawasan layak diacungi jempol. Oposan bertindak atas dasar kepentingan rakyat, bukan semata-mata demi menjegal pemerintahan. Jadi ada balancing kekuasaan di parlemen, sebuah pembelajaran bahwa rival merupakan tempat pengujian gagasan, bukan lawan yang harus ditumpas dan diberangus. Di dalam negeri kita, politik merupakan gerakan setuju berarti rangkul dan menolak berarti musuh, politik pragmatis yang mengedepankan urat dan otot. Maklum saja, budaya berpolitik di Indonesia tak jauh dari mencari rente, parpol mencomot secara instan kader-kader politik dengan siapa berani “menyetor” modal ke partai pengusung, bukan kualitas dan gagasan yang menjadi saringan. Sungguh naas, kita bak ayam mati di lumbung padi. Terlalu ironis, negara subur makmur namun miskin tak berdaya.

Sudah saatnya bangsa ini bangkit dan para pemimpin merealisasikan gagasan yang telah mereka sampaikan saat berkampanye, bahwa kepentingan nasional-lah yang harusnya menjadi prioritas, bukan hanya rente, balas budi kepada pemberi modal kampanye. Sebuah pembelajaran dari Brexit, dari tanah Britania yang maju secara demokrasi dan ekonomi namun tetap saja masih khawatir dengan dirinya, berhati-hati dalam menyikapi kebijakan dan berpihak kepada rakyat bangsa sendiri. 

25 Juli 2016

KEBETULAN VS KETETAPAN

Pernah suatu hari jalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan atau ketika di bus dan bertemu dengan teman semasa kecil atau seseorang yang lama kita tidak temui, maka kita kita sering mengatakan “wah kebetulan sekali kita ketemu disini” atau  ungkapan sejenis yang menyiratkan sebuah kebetulan atau kejadian yang tidak disegaja, tidak diduga dan tidak direncanakan kejadiannya. Atau mungkin yang lebih menarik misal jodoh, bagaimana nanti kita bertemu seseorang yang menjadi bagian dari hidup kita dari 6 milyar populasi manusia di muka bumi apakah ini adalah kebetulan?


Nah bagaimana kita melihat dari kacamata bukti-bukti matematika dan sains menafsirkan hal ini? Menurut penulis hal ini menarik dan menantang untuk di ungkap.
Dalam matematika, kita sering mendengar ungkapan “angka tidak pernah berbohong”, karena angka menyimbulkan kemutlakan dan memberikan kesimpulan yang bersifat tunggal, jelas dan terukur. Penafsiran terhadap angka bermakna tunggal dan semua orang akan mampu menyimpulan dengan makna yang sama atau angka bersifat general. Misalkan, berapa titik didih air pada tekanan 1 atm? maka semua orang akan menjawab 100oC. Nah inilah mengapa ukuran-ukuran matematika menjadikan syarat mutlak berbagai ilmu pengetahuan terukur.
Jika kita bicara kebetulan, maka kita membicarakan peluang (pasti semua pernah mendapatkan materi ini di SMP atau SMA). Penjelasan mudah tentang peluang adalah banyaknya kemungkinan yang bisa didapatkan dari sebuah proses. Semakin banyak kemungkinan proses, maka semakin kecil peluang suatu hasil dari proses. Jika dalam satu hari ada terang atau hujan, maka peluang hujan adalah ½ karena hujan merupakan 1 proses diantara 2 proses (terang dan hujan), tentu ini mudah dipahami.
Mari kita bicara yang lebih kompleks, jodoh misal. Bagaimana kebetulannya seorang laki-laki berjodoh dengan 1 orang perempuan? Jika dari 6 milyar populasi manusia di muka bumi setengahnya adalah laki-laki maka 1 orang laki-laki akan memiliki peluang 1/3.000.000.000 untuk berjodoh dengan salah satu perempuan dimuka bumi ini. Apalah arti 1/3.000.000.000 yang nilainya 0,0000000003 (jika saya tidak salah hitung) maka harga dari peluang ini akan mendekati harga 0.
Kemudian bagaimana peluang (kebetulanya) planet bumi terbentuk? Jika kita tahu bumi adalah salah satu planet diantara 160 milyar planet di Bima Sakti, dan alam semesta sendiri memiliki 200 milyar galaksi (Arnaud Cassan, Paris Institute of Astrophysics. 2012). Jika kita hitung peluangnya, maka peluang terjadinya bumi hanya seper 1024  (trilyun-trilyun), sebuah peluang yang super duper sangat kecil bisa dikatakan mustahil
Dari angka-angka tersebut jelas, bahwa proses kebetulan di bumi ini bisa dieliminasi secara matematika. Sekali lagi apakah anda percaya dengan angka? Karena angka tidak pernah bohong. Sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan.
Kemudian mari kita bahas secara sains.
Penemuan tentang bagaimana informasi genetis tersimpan (GEN) pada tahun 1950 oleh Francis Crick dan James Watson, telah menjadi sebab terjadinya antusiasme dan perdebatan. Salah satu perdebatan itu terjadi pada teori evolusi Charles Darwin, yang lagi-lagi ketika kita bicara evolusi, maka kita bicara sebuah proses kebetulan, dimana manusia berawal dari organisme sederhana yang berkembang dari proses alam yang dikenal sebagai proses “seleksi alam” dari pengaruh lingkungannya, ini yang dijejalkan kepada kita ketika kita SMP kan? He4.
Artinya jika kita percaya teori evolusi tersebut, maka kita percaya bahwa kita tejadi karena kebetulan dan berkembang dari makhluk lain yang sama sekali berbeda, atau bahkan bisa dari makhluk melata. Apapun ada kemungkinanya, bisa saja kita berasal dari sebuah kutu yang berevolusi jutaan  tahun sehingga menjadi manusia sekarang ini, yah jika kita percaya evolusi.
Namun, fakta bicara lain penelitian terhadap genom selama lebih dari 10 tahun (1990 – 2000an), manusia memiliki GEN sebanyak 20-25 ribu dengan 3 milyar pasangan basa (Adenin, Timin, Guanin, Sitosin) (Lander ES. Initial sequencing and analysis of human genome.2001). Dan jika kita mempercayai proses evolusi yang kebetulan itu, maka seharusnya kita berada di puncak tertinggi dari level kerumitan genetis karena manusia merupakan makhluk paling sempurna saat ini dari segi apapun karena kitalah yang menyusun teori evolusi.
Data menarik, memang kita tetanggan atau ada kekerabatan jika ditilik dari jumlah gen dengan monyet yang sekitar 95% mirip. Bahkan kita bisa dianggap berkerabat dengan “kutu benang “ yang juga dengan jumlah gen yang kemiripannya 95%. Tak cuma itu, dari penelitian Genom ditemukan bahwa padi memiliki 30-40 ribu GEN yang jelas mengalahkan manusia, bahkan  ikan paus memiliki 50 milyar pasangan huruf yang jelas mengalahkan manusia yang hanya 3 milyar. Bukankah teori evolusi menjadi sangat membingungkan ketika sampai pada fakta-fakta ini?
Ternyata perbedaan yang kecil (5%) tersebut memberikan perbedaan yang signifikan antara kita dengan monyet dan kutu benang. Dengan 5% itulah kekomplekan manusia dan keunggulan manusia terjadi. Bagaimana detilnya GEN makhluk hidup dengan pasangan bermilyar-milyar itu tidak saling tertukar? Bagaimana mungkin sebuah kebetulan menyusun kedetailan, bagaimana proses random (acak) bisa membuat kesempurnaan?
Bukankah memang kita telah ditentukan jalanya bahkan sejak dari sperma? Jalan kita telah digariskan. Dari puluhan juta sel sperma kitalah yang terpilih. Jadi apakah kita masih meragukan ketetapan Allah? Jika kita merenung dan memikirkan betapa penciptaan yang begitu sensitive dari berjuta protein yang ada di seluruh tubuh, maka kita akan menemukan ketetapan Allah SWT atas diri kita. Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan  bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).
Kebenaran hanya milik Allah SWT.


TIGA TANGGA BERISLAM


Agama Islam merupakan agama yang optimis, banyak pesan Rasulullah salah satunya “sesudah kesulitan, pasti ada kemudahan”, kemudian ada juga “andai kata besok adalah yaumil akhir (kiamat) dan engkau memiliki sebuah biji, maka tanamlah biji itu”.
Sikap optimis itu sangat diperlukan ketika hidup di Indonesiayang seharusnya menjadi “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghaffur” (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman),
Namun data statistic menunjukan sebaliknya. Rasio Gini negara kita 0,41 sedangkan ketika 0,50 itu sudah masuk ke dalam negara gagal (fail state). Penguasaan lahan begitu luar biasa, 0,5% orang Indonesia menguasai 45% lahan di Indonesia. Di Jakarta, penguasaan lahan oleh salah satu etnis (Chi**) hingga mencapai lebih dari 70%. Di Malaysia, ada pengaturan penguasaan lahan dimana melayu 60%, China 30% dan India 10%, pemindah tanganan lahan hanya bisa dari sesame etnis, dan tidak boleh antar etnis, jadi ada keberpihakan pemerintah terhadap hal ini.


Masalah fundamental lain adalah nilai PISA kita meliputi Matematika, Science dan Bahasa kita termasuk yang paling rendah. Masalah sosial kita juga sangat menghawatirkan, bagaimana LGBT kini merajalala.
Ini semua menuntut kontribusi kita semua dan pertanyaannya adalah siapkah kita untuk menghadapi itu semua, sudahkah kita siap berkontribusi agar Indonesia menjadi negara yang “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghaffur”?
Tiga tangga yang ketika Allah izinkan kita menapaki ketiga tangga itu, maka kita akan masuk dalam golongan yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an “Kuntum Khoiru Ummah”, umat yang terbaik.
Tangga pertama adalah tangga AFILIASI (Kepemihakan)
Ketika kita telah memutuskan sebagai muslim, maka kita harus berpihak. Misalkan kasus LGBT dimana posisi kita?, kasus Kalijodo dimana posisi kita? Kasus ekonomi yang makin liberal dimana posisi kita? Kasus pemilihan RT dimana posisi kita?
Ketika pada periode makiyah terjadi pertempuran Romawi vs Persia yang dijelaskan Allah di awal Surat Ar Rum.  Bangsa Romawi dikalahkan oleh Persia ketika itu. Di Mekah saat itu terjadi dua kubu, yaitu kubu Kafir Quraish yang mendukung Persia yang lebih condong kepada dinulardh (agama dunia) dan Kubu Abu Bakar r.a. mendukung Romawi yang condong kepada dinnussamawat (agama langit).
Ketika Persia menang di pertempuran pertama, kafir Quraish perpawai, berpesata pora menyambut  kemenangan Persia. Ketika wahyu Ar Rum turun dan Romawi akan menang, Abu Bakar r.a. mendukung habis-habisan Romawi di kalangan kaum Quraish. Bahkan, Abu Bakar bertaruh untuk untuk kemenangan Romawi. Rasulullah SAW mendengar tersebut dan memanggil Abu Bakar r.a dan menanyakan perihal taruhan tersebut, namun Nabi SAW tidak melarang bahkan dalam riwayat lain, Nabi mengatakan boleh ditambah.
Kenapa Arab yang saat itu jauh dari Persia dan Romawi sampai sebegitunya? Tentu ini adalah masalah keperpihakan yang jelas.
20 tahun lalu, Brazil merupakan negara yang menolak LGBT, tapi sekarang ada UU yang melegalkan pernikahan sejenis. Padahal presentase orang yang menolak masih sama sekitar 80%. Dan yang mendukung LGBT 20%. Namun kini mereka menjadi generasi EGP (Emang Gue Pikirin), jadi ketika terjadi referendum, kelompok yang menolak ini kalah banyak dari yang mendukung karena banyak yang abstain, sehingga undang-undang pernikahan sesama jenis bisa lolos.
Di dalam Islam tidak ada konsep tidak memihak (abstain), karena “katakanlah yang haq walaupun itu pahit”. Salah satu jihad terbesar adalah mengatakan hal yang haq di depan penguasa yang bathil.
Ketika ada ayat “jauhilah daripada kamu zina…” dimana posisi kita. Ketika perbuatan mendekati zina dibiarkan, maka zina akan terjadi. Karena pertarungan antara yang haq dan yang batil akan selalu ada dan kita harus jelas, dimana posisi kita. Ketika kita diam itu bukan ciri orang Islam. Ketika banyak orang yang diam, ketika itulah kemaksiatan dan kedzoliman merajalela, karena hal ini tidak melulu karena peraturan namun yang lebih penting adalah dimana posisi kita.
Rekan, afiliasi saja tidak cukup, kita harus menapak pada tangga kedua yaitu PARTISIPASI
Setiap kita, setelah memihak harus ada yang kita lakukan. Pak Habibie pernah memberi contoh ketika menjadi Wapres, beliau melihat  Daftar Nilai Ebtanas Murni siswa SMA dari tahun 1986 – 1996 dan banyak nilai madrasah berada di posisi bawah, sedangkan 10 besar diduduki oleh sekolah-sekolah non Islam, seperti Kanisius, Marsudirini, BPK Penabur dll. Pak Habibie ambil partisipasi dengan mendirikan sekolah sebaik mereka dan dibiayai APBN. Kemudian berdirilah sekolah Insan Cendekia, sayangnya dari 30an provinsi saat itu baru berdiri 2 sekolah.
Partisipasi selanjutnya, apa yang kita punya. Kalo ada harta kita bisa sumbang harta kita. Kalo tenaga sumbang tenaga, kalo ada ide sumbang ide sehingga umat ini bisa saling menjaga.
Tetapi kawan, afiliasi dan partisipasi saja masih kurang. Harus ada kontribusi, inilah tangga ketiga.
Kontribusi merupakan partisipasi yang lebih spesifik dimana kita ahli di bidangnya. Seperti Ali bin Abi Tholib yang menjadi “bahrul ulum”, ‘Umar bin Khatab yang menjadi “Umar al Faruq” dan Abu Bakar yang lembut namun sangat tegas. Islam memiliki potensi yang luar biasa, Islam menunggu kontribusi kalian.
Tangga ini tidak mungkin terjadi ketika tidak ada tiga anak tangga yang menyusunya. APIKA (Afiliasi, Partisipasi dan Kontribusi).
Maka setiap kita harus berafiliasi dengan jelas, berpartisipasi terhadap proyek-proyek umat dan menekuni diri agar menjadi yang terbaik di bidangnya. Tidak ada Facebook jika tidak ada Marc Zulkenberg, Apple tidak mungkin maju dan menjadi perusahaan yang maju seperti sekarang jika tidak ada Steve Jobs, tidak mungkin kita bisa bertanya kepada Prof. Google jika tidak ada Larry Page dan Sergey Brin. Orang-orang itu ada pada diri kita, keluaga kita, siswa kita, mungkin kelak anak-anak kita. Ada potensi dimana akan muncul Ali bin Abi Tholib masa depan.
Saya termasuk salah satu yang kagum dengan Felix Siauw, seorang mualaf dan sekarang menjadi pendakwah. Beliau berusaha (berdoa) menjadikan anak beliau sebagai kafilah yang mewujudkan nubuah (ramalan) Rasulullah SAW dimana Istanbul (Konstantinopel) dan Roma akan ditaklukan. Istanbul Turki telah ditaklukan oleh Muhammad Al Fatih. Dan Nubuah Nabi SAW yang menjadi tanggung jawab kita adalah “Menaklukan Roma”. Felix Siauw berdoa bahkan sebelum anaknya lahir bahwa anaknya akan menjadi salah satu pasukan yang menaklukan Roma. Bisa dalam kebudayaan atau askar (tentara). Setiap kita, keluarga kita bertanggung jawab untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghaffur”.

Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang dimaktubkan dalam Al Qur’an “kuntum khoiru ummah”, ummat terbaik yang senantiasa teguh berafiliasi, terus berpartisipasi dan senantiasa berkontribusi dalam proyek-proyek umat.

GETIR DI SELAT SUNDA

Nikmat Allah SWT atas keindahan dan kesuburan Nusantara merupakan amanah yang harus dijaga demi kemaslahatan rakyat. Sebuah amanah yang berat karena Indonesia memiliki lebih dari 18 ribu pulau yang tersebar dari Sabang Nangroe Aceh Darussalam hingga Merauke di Tanah Papua.
Namun setelah 70 tahun merdeka, kita sebagai bangsa belum sepenuhnya dengan baik menjalankan titah Tuhan. Salah satu potret ketimpangan sosial terjadi di Pulau Sangiang. Pulau ini merupakan salah satu potret diskriminasi yang ada di negeri ini. Tanah yang subur dan perairan yang kaya akan sumberdaya alam nyatanya tidak membuat masyarakatnya makmur namun justru jatuh ke dalam jurang kemiskinan.
Banyak faktor penyebab Sangiang yang dulunya sempat direncanakan sebagai kasino oleh Tomy Suharto ini terpuruk. Faktor utama adalah adanya sengketa antara warga dan pengusaha swasta yang memiliki klaim penggunaan pulau Sangiang dari pemerintah. Pemegang legalitas yaitu pemerintah daerah juga abai, karena merasa warga Sangiang hanyalah pendatang dan tidak memiliki hak atas tanah di pulau ini. Namun mereka telah secara turun temurun menempati wilayah ini sejak zaman penjajahan Belanda, jauh sebelum Proklamasi. Karena bukan dianggap sebagai warga sah maka akses pendidikan dan kesehatan terabaikan. Bayangkan saja, pulau yang dihuni ratusan kepala keluarga ini tak memiliki fasilitas kesehatan dan pendidikan yang layak, alhasil jika ingin berobat mereka harus menempuh sekitar 2 jam menuju daratan utama. Diskriminasi di bidang pendidikan juga sangat terasa, bagaimana anak-anak usia sekolah harus merantau meninggalkan rumah demi sekolah. Anak-anak yang seharusnya masih dalam buaian dan pengawasan bunda harus hidup jauh merantau demi mendapat akses pendidikan. Jadi UUD 1945 hanyalah isapan jempol di pulau ini, hanya wacana tanpa realita.
Hal keji dan tak manusiawi juga dilakukan para pengusaha licik di pulau itu. Demi melancarkan aksinya, pulau yang dulunya subur makmur, gemah ripah lohjinawi kini tak lagi bisa diandalkan saebagai mata pencaharian, karena adanya babi hutan liar yang sengaja dilepas oleh pengusa. Dampak nya begitu terasa, tanaman pangan tak lagi bersisa, pertanian hancur lebur karena hama ini memiliki efek destruktif. Babi ini juga mematikan mental warga, karena mereka menyerang dan berbahaya sehingga di malam hari warga jarang keluar rumah.
Keprihatikan dan kepedulian kita sebagai sesama muslim dituntut disini. Saudara kita di Sangiang sangat membutuhkan perhatian. Bukan materi semata, lebih-lebih mereka sangat membutuhkan semangat supaya mereka tidak kehilangan harapan. 
Adapun wawancara dengan penduduk asli Pulau Sangiang bisa di lihat di channel berikut bersama reporter : Mutia Amsuri Nasution






19 Mei 2016

Khusnul Khotimah Perspektif Surat Yusuf Ayat 101

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada kita keimanan dan keislaman. Ini merupakan nikmat Allah yang paling besar terhadap umat akhir zaman, umat Rasulullah SAW. Yaitu dengan Dia menyempurnakan untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak lagi membutuhkan agama selain itu dan juga tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka, semoga shalawat dan salam terlimpahkan untuk mereka. Karena itu Allah menjadikannya (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) sebagai akhir para nabi dan diutus untuk jin dan manusia. Tidak ada yang halal kecuali apa yang dia halalkan, tidak ada yang haram kecuali apa yang dia haramkan, tidak ada agama kecuali apa yang dia ajarkan. Semuanya telah dia sampaikan. Beliau adalah orang yang benar dan jujur, tidak ada dusta dan penipuan padanya.
Allah mempergilirkan keadaan manusia dari lahir sampai dengan meninggal, dari kesenangan dan kesusahan, dari kekayaan, kejayaan serta kejatuhan dan kemiskinan. Dan Nabi Yusuf As memberikan contoh kepada kita berdoa untuk menghadapi pergiliran keadaan tersebut. Doa Nabi Yusuf kepada Allah di akhir-akhir hidup beliau diabadikan dalam Qur’an surat Yusuf ayat 101, yang artinya : “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi.  Ya Tuhan, Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh”.
Namun fenomena umum yang terjadi saat ini, ketika dibacakan surat Yusuf, fokusnya adalah kegantengan/ ketampanan. Bahkan saking terinspirasinya, ketika wanita sedang hamil maka dibacakan surat Yusuf supaya anaknya ganteng seperti Nabi Yusuf As. Padahal tidak ada hubunganya sedikit pun, hubungan kegantengan adalah hak prerogative Allah SWT, tapi ketaqwaan adalah pilihan kita “Faalhamaha Fujuroha wa Taqwaha”, sedangkan tentang fisik adalah ditentukan oleh Allah SWT.
Surat Yusuf merupakan kisah yang paling lengkap di dalam Al Qur’an. Dan satu-satunya surat yang namanya sama dengan Nabi yang ada di dalamnya yang menceritakan secara lengkap riwayat dalam satu surat. Berbeda dengan Nabi lain, yang terpisah-pisah dalam beberapa surat. Dan salah satu inspirasi paling kuat dari surat Yusuf adalah Nabi Yusuf yang beliau sudah mendapatkan jaminan syurga dari Allah SWT, namun tetap memanjatkan doa “wafatkanlah aku dalam keadaan Islam (muslim)…” yang berarti adalah keadaan khusnul khotimah.
Pertanyaanya pertama adalah khusnul khatimah (keadaan baik) susah atau mudah?
Kata imam Al Ghazali : “mudah tapi sulit, sulit tapi tidak mustahil”. Kenapa mudah, karena sudah ada contohnya : “orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka):  "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".” (QS An Nahl : 32).
kenapa sulit?, karena banyak yang meninggal dalam keadaan tidak khusnul khatimah, “orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri…” (QS An Nahl : 28).
Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, Nabi Yusuf yang sudah ada jaminan, masih berdoa lha terus kita bagaimana?
Dalam Surat Yusuf 101, nabi Yusuf As, mengajarkan kita bagaimana adab berdoa kepada Allah yaitu : menyampaikan semua anugerah yang di dapat dari Allah SWT, baru memanjatkan doa yang di tuju.
Nabi Yusuf merupakan orang yang luar biasa sabar. Beliau sangat sabar terhadap keluarganya, bayangkan keluarga yang memperlakukanya dengan tidak manusiawi, setelah beliau menjadi penguasa beliau mengijinkan saudara-saudaranya untuk tinggal di istana. Seorang wanita cantik yang pernah menggodanya (Zulaikha) untuk berbuat zina, namun ia tetap sabar dan karena ketetapan Allah akhirnya bersanding dengannya. Dunia sudah ditangan, kedudukan, harta bahkan pendamping yang luar biasa cantiknya, namun Nabi Yusuf tetap memohon kepada Allah SWT agar diberikan khusnul khatimah.
Abu Bakar RA, sering berdoa dengan : “Ya Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari ketinggian,  keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam. Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena tersengat binatang berbisa”.
Bahkan manusia mulia seperti Abu Bakar RA yang giliran ke syurganya nomor dua setelah Rasulullah SAW masih meminta dijauhkan dari penyesatan syaitan saat sakaratul maut, karena saat sakaratul maut adalah saat yang ditunggu oleh syaitan untuk menggelincirkan manusia. Kenapa? Itu adalah saat-saat terakhir dia bisa menggoda, jika disaat-saat genting tersebut dia berhasil menjerumuskan, maka selesai manusia akan su’ul khotimah. Sehingga saat sakaratul maut peran kita adalah mentalqinkan/membacakan ayat –ayat Allah agar tetap berada dalam keimanan.
Kemudian bagimana hikmah syurat Yusuf ayat 101 dalam menggapai khusnul khatimah?

Ada 3 hal yang bisa kita dapatkan dari ayat tersebut, yaitu :

1. Harus berdoa
Khusnul khatimah adalah rahmad Allah SWT, memang ada usaha manusia, tapi akhirnya adalah rahmad Allah SWT. Maka agar kita termasuk yang dikehendaki meninggal dengan khusnul khatimah oleh Allah SWT kita harus berdoa. Nabi Yusuf berdoa seperti dikisahkan di surat Yusuf ayat 101 dimasa akhir dari hidupnya. Hakikatnya doa dunia dan diimbangi dengan doa ukhrowi, doa akhirat.

2. Bersyukur atas Amal (Assyukru ‘alal ‘amal)
Bersyukur atas amal semakin memotivasi untuk terus beramal. Sombong dengan amal (attakabu ‘alal amal) adalah menganggap diri sendiri “paling” banyak beramal yang akhirnya membuat putus beramal.

3. Amal terbaik di akhir
Arti dari khusnul khotimah adalah “akhir yang baik”, karena penilaian tertinggi justru berada di akhir. Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga.” Semua manusia punya masa lalu sehingga ketika manusia mau berubah tatkala diakhir hayatnya, maka ini adalah Kebijaksanaan dari Yang Maha Bijaksana, Allah SWT. Sesungguhnya salah satu diantara kamu beramal amalan ahli surga sampai antara dia dengan surga tinggal sejengkal. Kemudian didahului ketentuan sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka dan masuklah ia ke dalam neraka. Dan salah satu diantara kamu melakukan amalan ahli neraka sampai antara dia dan neraka tinggal sejengkal, kemudian didahului ketetapan, sehingga dia melakukan amalan ahi surga sehingga dia masuk ke dalam surga.
Banyak kejadain yang bisa jadi pelajaran buat kita. Orang yang menunggu orang sakit, meninggal duluan daripada yang sakit. Yang muda, sehat wal ‘afiat  meninggal duluan daripada orang yang tua renta terbaring tak berdaya. “Fastabiqul khairat” kata Allah SWT, karena setiap saat bisa menjadi akhir bagi hidup kita. Mari berbuat yang terbaik setiap saat, karena siapa tahu itu adalah amal terakhir kita.
Ya Allah jadikan sebaik-baik usiaku di akhirnya, sebaik-baik amalku di penghujungnya dan sebaik-baik hari adalah saat bertemu dengan-Mu ya Allah.
Kebenaran hanya milik Allah SWT semata.


10 Mei 2016

Tersesat di Ankor Thom, Ibu Kota Kejayaan Khmer

Saat matahari mulai tinggi menyingsing di ufuk timur, petualangan saya lanjutkan menuju salah satu peninggalan yang juga fenomenal di kompleks Ankor Wat. Terus terang saya belum pernah tahu dimana lokasi-nya, meskipun  saya sudah bilang “katakan peta…katakan peta…” ala-ala Dora The Explorer, namun tetap saja saya tak mendapat petunjuk menuju lokasi ini.


Ankor Thom sebenarnya tidak masuk dalam rencana kunjungan saya, namun mendengar legenda tentang bangunan ini dari beberapa kawan backpacker, akhirnya saya putuskan untuk berkunjung ke lokasi ini. Katanya lokasinya ga jauh dari Kompleks utama candi Ankor Wat sebagai spot sunrise yang pagi ini saya kunjungi.


Berdasar petunjuk singkat, sepeda saya kayuh perlahan sambil menikmati pemandangan dikanan kiri jalan yang kebetulan berupa danau dan hutan hujan yang masih asri, yang memang sengaja oleh pemerintah Kamboja dibiarkan menjadi taman nasional.
Setengah jam mengayuh sepeda, akhirnya saya memasuki gerbang Ankor Thom. Jajaran patung raksasa dari prajurit Ankor menyambut setiap pengunjung yang masuk. Ternyata ini masih pintu gerbang depan, kompleks Ankor Thom masih jauh dari mata… busyet… emang bener, kompleks candi ini menjadi yang terluas di Dunia…he4


Patung-patung ini merupakan patung yang diambil dari reruntuhan candi yang ada di sekitaran kompleks Ankor. Berdasarkan sumber berita yang saya baca, kompleks Ankor Thom yang dalam bahasa Khmer berarti “kota besar”, dahulunya merupakan ibu kota kerajaan Khmer Kuno yang didirikan oleh Raja Jayawarman VII yang luasnya mencakup 9 km2. Dalam kompleks ini terdapat banyak reruntuhan dan arca besar serta dua candi di pusat kota yaitu Candi Bayon dan Lokeswara. Selain candi tersebut terdapat pula alun-alun dan taman yang luas di utara candi Bayon. Di kompleks ini ditemukan pula sebuah prasasti yang menggambarkan kecantikan kota ini dimasa kejayaanya. Diibaratkan raja Jayawarman merupakan pengantin pria dan kota ini adalah mempelai wanitanya. Hem, raja yang galau kesepian mungkin ditengah indahnya kota. He4, becanda.


Ketika masuk dari pintu gerbang, kita akan disambut sebuah candi yang cantik namun misterius. Iyah, candi Bayon yang dibangun oleh Raja Jayawarman VII memancarkan keeolokan tersendiri dan berbeda dengan candi di kompleks lain. Bangunan tersebut menjadi pusat perhatian ketika saya berkunjung di kompleks Ankor Thom, Candi inilah yang dijadikan lokasi syuting film Thom Raider yang dibintangi Angelina Jolie, tentu tahulah kalian anak-anak 90an. He4.


Candi ini bagi saya menyimpan misteri tersendiri, unik karena memiliki struktur dinding berupa wajah-wajah abstrak, tak jelas pria ataukan wanita. Banyak versi yang menjelaskan tentang siapa gerangan pemilik wajah tersebut? Mungkin wajah sang Raja, bisa juga Bodhisatwa Alokiteswara atau bahkan kekasih raja yang hilang? Ah sudahlah, siapapun itu pastinya berkesan bagi yang raja karena wajahnya diabadikan dengan candi di pusat kota.


Tepat di depan candi Bayon, terdapat salah satu spot yang cakep juga. Saya sih ga begitu ngeh ini bangunan apa, tapi berdasarkan anilisis saya, ini merupakan taman air. Bukankah konsep istana yang dilengkapi dengan taman sebagai tempat bersantai Raja adalah lazim di sebuah kerajaan, taman yang indah dihiasi bunga dan tanaman hias indah nan memanjakan mata. Kolam-kolam luas berada di kanan kiri taman da nada jalan ditengah danau yang mengubungkan taman dengan alun-alun kota yang airnya masih mengalir hingga sekarang. Inilah salah satu kegamukan saya dengan arsitek masa lampau dari kompleks-kompleks di Ankor Thom ini, bagaimana tata kelola air begitu rapih, dan terdistribusi dengan baik ke segala penjuru kota, sebuah tekhnologi begitu maju dimasa itu yang mampu menyokong sebuah peradaban di tepi sungai Siem Reap.





Tak terasa sore telah menjelang dan waktunya saya kembali ke kota. Masih ada satu agenda satu lagi yaitu membeli souvenir buat oleh-oleh dari Siem Reap. Setelah puas dengan pemandangan dan jeprat-jepret di kompleks Angkor Thom, lalu saya kayuh sepeda dan kembali pulang. Malam mini, saya akan meneruskan perjalanan ke Bangkok meninggalkan Ankor Wat yang legendaris. Sebuah kebanggan tentu saja bisa mengunjungi tempat ini. Sebuah pengalaman yang asik sekaligus unik, bagaimana kesamaan budaya mereka dengan nenek moyang kita yang juga memiliki peninggalan berupa candi-candi, betapa religiusnya mereka terhadap kepercayaanya, dan satu lagi sentuhan seni menghiasai setiap sudut dan denyut nadi kehidupan mereka. Sebuah harta karun yang diwariskan kepada generasi penerus yang saat ini menjadi warisan dunia. Sebuah harta yang layak di jaga.

25 Januari 2016

Hal dan Maqam

Hal dalam bahasa Arab adalah hidup seseorang di kedalaman jati dirinya dengan berbagai anugerah dari Alam Baka, serta merasakan dan memiliki kesadaran atas berbagai perbedaan antara “malam” dan “siang”, “pagi” dan “petang”, yang terjadi di dalam cakrawala hatinya. Orang-orang yang memahami “hal” sebagai sesuatu yang meliputi hati manusia, baik berupa kesenangan, kesedihan, kelapangan, atau kesempitan yang terjadi begitu saja tanpa ada upaya atau pun usaha. Mereka juga menyatakan bahwa “Maqam” itu ada jika kejadian dan intuisi berlangsung terus menerus secara berkesinambungan dan stabil, sedangkan nafsaniyyah akan muncul sewaktu-waktu, bersifat tidak permanen dan muncul dari hawa nafsu. Hal bersifat berkesinambungan ketika keberadaannya bersama maqam, sementara hal akan hilang jika muncul dengan “kedirian” (annafsiyyah) kita.


Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat dikatakan bahwa hal adalah sebuah anugerah ilhiyah yang merasuk ke dalam relung hati. Sementara “maqam” adalah sampainya manusia pada fitrahnya yang kedua dengan menyerap anugerah Illahi tersebut dengan kehendak dan tekad seseorang hingga ia menguasai jati dirinya.
Istilah “Al Hal” dipakai untuk menunjuk pada sumber segala sesuatu tanpa tirai dan hijab, sebagaimana ia terdapat di dalam makhluk, kehidupan, cahaya dan rahmat, yang selalu mengingatkan kearah tauhid yang murni, sebagaimana ia senantiasa mengarahkan manusia agar memiliki kekuatan spiritual dalam melakukan pencarian alternatifnya.
Sedangkan “al Maqam” menentukan dan memutuskannya dalam lentera yang diliputi “kabut” kerja keras dan “asap” usaha, untuk kemudian mengikat hakikat dengan singgasana kesempurnaanya. Oleh sebab itu, maka persepsi dan intuisi terhadap berbagai anugerah Illahi yang mengalir ke dalam hati, dan perjalanan menyusuri jalan disetiap saat, menuju Dia yang di dalam hati dikenal dengan pernyataan “Aku adalah harta tersembunyi” merupakan satu tahapan yang lebih mulia disebabkan berbagai anugerah yang ada di dalamnya dibandingkan diri kita sendiri dan interpretasi sesuai corak yang kita miliki.
Itulah sebabnya, Sayyidina ash-Shadiq al-Mashduq Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh kalian dan tidak pula ke penampilan kalian, tetapi Dia melihat ke hati kalian” (HR. Muslim dalam Al-Birr 33). Sabda Beliau ini mengingatkan kita pada apa sebenarnya yang penting bagi Allah al Haqq Subhanahu wa ta’ala. Di samping itu beliau juga menuntut kita untuk mengarahkan pandangan menuju at-tajalli pada yang menjadi arah yang harus dituju oleh semua “mihrab” ibadah kita.
Dalam sebuah riwayat lain Rasulullah Shallalluhu’alaihi wa sallam menyebutkan amal perbuatan bersanding dengan hati. Beliau bersabda, “sesungguhnya Allah tidak melihat ke penampilan kalian dan harta kalian, melainkan Dia melihat ke hati dan amal perbuatan kalian” (HR. Muslim dalam Al Birr 34). Sabda ini muncul sebagai bentuk penghormatan terhadap maqam, serta demi kepentingan hal yang menghantarkan manusia kepadanya.
Al-Hal” adalah berbagai tajalliyat yang terjadi pada saat-saat persesuaian dengan Kehendak Ilahi yang mutlak. Ia juga adalah ranah penyebaran tajalliyat tersebut di dalam cakrawala hati manusia. Sebaliknya, perasaan atau persepsi selalu mengurangi dan menghilangkan semua tajalliyat itu. Oleh sebab itu, maka maqam yang menjadi salah satu tahap di mana “gelombang” sudah reda, menjadi antonim bagi “hal” yang merupakan semacam ayunan antara pasang naik dan pasang surut yang berhubungan dengan berbagai entitas yang lebih tinggi.
Setiap panampakan dan kemunculan datang dalam bentuk baru yang selalu berbeda dari yang sebelumnya. Ia selalu beralih dari tampak lalu bersembunyi seperti spektrum cahaya yang memiliki panjang gelombang dan warna bermacam-macam meski semuanya berasal dari satu matahari yang sama.
Ruh dan perasaan yang mawas terhadap ma’rifat Ilahiyah akan mampu melihat gelombang “hal” ini di dalam relung hatinya, seperti mata melihat spektrum cahaya matahari yang memantul di permukaan air. Manusia dapat melihat, merasakan dan meresponya dengan berbagai macam kemampuan persepsi yang dimilikinya. Itulah sebabnya, orang-orang yang hati mereka masih terputus dari alamnya yang sejati, biasanya akan melihat itu sebagai fantasia tau khayalan belaka. Padahal itu adalah hakikat paling hakiki (ahaqq al haqaiq) dan penampakan paling jelas bagi mereka yang melihat entitas menggunakan Cahaya Kebenaran yang Sejati (Nur Al-Haqq al-Mubin).
Itulah sebabnya, Rasulullah sebagai manusia yang memiliki “hal” terbesar di antara semua manusia, Beliau selalu melihat hal-nya dimasa lalu dengan keadaan hal-nya disaat ini, seingga beliau bersabda, “demi Allah, sesungguhnya aku beristigfar kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali”, (HR. Bukhari, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibu Majah dalam Al-Adab 57).

Ya tidaklah mungkin sebongkah hati yang suci dan disucikan Allah dapat memikirkan pikiran selain dari pikiran seperti itu dalam perjalanannya menuju keabadian dan dengan kesadarannya atas kebutuhan pada cahaya keabadian.

Daftar Pustaka :
Imam Al Muslim. Al Birr : 33 dan 34
Imam Ibnu Majah. Al Zuhd : 9
Imam Ahmad. Al Musnad 2:285, 539
Muhammad Fetuhullah Gulen, Bukit-bukit Zamrud Kalbu dan Mata Air. 2016.

19 Januari 2016

Minangkabau dan Miami

Dulu, ketika pilot hendak mendaratkan pesawat terbang kami di Padang, saya tersentak menyimak maklumat pramugari. Kita sebentar lagi, katanya, tiba di Bandara Internasional Minangkabau.
“Lo, Tabing silih nama jadi Minangkabau?”
“Ah, Bapak saja yang tak baca Koran,” kata tetangga duduk saya. “Minangkabau itu bandara yang menggantikan Tabiang.”
“Ya, malas sekarang baca Koran, Uni. Tulisan di semua surat kabar pendek-pendek tapi kendor. Sama saja dengan yang dulu. Panjang-panjang tapi kabur. Lebih baik dapat berita dari televisi atau radio.”


Bandara Internasional Minangkabau rancak, rapi, dan bersih. Atapnya segera menyiratkan daerah tempat lahir pemimpin juga pemikir andal Haji Agus Salim, Tan Malaka, Mohammad Hatta dan Sjahrir. Itu menyebut beberapa dari masa dulu.
Mahasiswa Universitas Negeri Padang penjemput saya mengatakan selagi di bangun, di mandala Sumatera Barat bandara itu dijuluki MIA. Ini singkatan Minangkabau International Airport. Menjelang peresmiannya, rupanya ada yang mengingatkan, MIA kadung jadi kode pelabuhan udara Miami di Amerika Serikat. Sekarang, kata mahasiswa tadi, kami namai BIM : Bandara Internasional Minangkabau.
“Bagus, bagus,” saya bilang.” Kode dunia membuat Padang menobatkan bandaranya dengan singkatan yang berasal dan taat asas dengan bahasa Indonesia.”
Di luar kawasan BIM hampir semua orang yang saya jumpai di Padang menyebut MIA untuk pelabuhan udara yang dapat langsung memberangkatkan penumpang ke Singapura, Penang, dan Kualalumpur itu. Barangkali ini keterlanjuran saja, bukan lantaran kebiasaan kuminggris seperti yang kaprah pada segenap artis pengusaha, pejabat, pegawai, karyawan, sampai anggota DPR di Jakarta.
“Lalu, Tabing jadi apa?”
“Tabiang itu punya Angkatan Udara.”
Saudara-saudara di Sumatera Barat menyebutnya Tabiang, bukan Tabing. Mengapa tidak ditulis sebagai “Tabiang” saja kalau demikian membacanya?
“Itulah! Payakumbuah kami sebut, tapi kami harus menulisnya Payakumbuh,”
Saya jadi teringat pada Ayatrohaedi. Munsyi ini menulis bahwa ejaan yang sekarang kita gunakan dan berdasarkan kesepakatan dengan Malaysia memasyarakatkan dengan nama EYD, ejaan yang disempurnakan, padahal semula yang dimaksudkan adalah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. “Mungkin kerena ejaan itu juga diberlakukan untuk system penulisan bahasa daerah apapun di Indonesia jika menggunakan aksara Latin,” kata Ayatrohaedi.
Tabiang, demikian Kamus Umum Bahasa Minangkabau-Indonesia susunan H. Abdur Kadir Usman (Padang, 2002) berarti ‘tebing’, tapi juga ‘pelabuhan udara di Padang’. Karena mau dipertahankan dalam bahasa daerah setempat, bilangan yang berada di sekitar Padang ini mestinya, sesuai dengan ketentuan EYD, ditulis sebagai “Tabiang” saja. Toh Kamus Bahasa Indonesia-Minangkabau keluaran Pusat Bahasa (Jakarta, 2001) dalam lema tebing menulis tabiang sebagai padanannya.
Kalau mau diindonesiakan, seperti halnya New Zealand menjadi Selandia Baru, ia harus jadi Tebing. Begitu pula dengan Payakumbuh. Tulis saja Payakumbuah. Ajek dengan EYD, bukan? Ganti penulisan menamai wilayah sah-sah saja. Makassar oleh Orde Baru berubah jadi Ujungpandang, kembali lagi ke Makassar sekarang.

Balik ke MIA dan BIM. Rupanya dari paling tidak 9.497 bandara yang sudah diberi kode Internasional, menurut world-airport-codes.com, BIM sudah dipatenkan buat bandara Bimini di Bahamas. Maka, Bandara Internasional Minagkabau harus mencari kode lain. Pekerjaan ini mungkin makin sulit kalau kode itu harus dihubungkan dengan nama Minangkabau sebab dari MIA sampai MIZ, demikian pula MKA sampai dengan MKZ sudah dipatenkan. Bukankah Bandara Internasional Soekarno Hatta diberi kode CGK, dari Cengkareng? Bukan BSH sebab kode ini untuk bandara Brighton, Inggris. Akhirnya, kini kode PDG yang dipilih dari kata “Padang”. Yang cukup tepat saya kira buat kode, karena cukup merepresentasikan bandara di tanah Minangkabau ini.

Daftar pustaka :
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Wikipedia Indonesia
Salomo Simungkalit, Kolom Bahasa Kompas

4 Januari 2016

FREEPORT EKSPLOITASI MENTAL INLANDER PEJABAT NEGERI

Siapa yang tak tahu Indonesia yang sejak dahulu kala menjadi rebutan bangsa asing karena kekayaan alamnya. Zamrud Khatulistiwa ini begitu menakjubkan, sampai-sampai pedagang dari Eropa dan Afrika rela berlayar berbulan-bulan demi mencapai Indonesia, demi rempah-rempah yang saat itu seharga emas.



Nusantara yang begitu makmur di bawah panji kerajaan-kerajaan Islam dan sultan-sultan yang adil, benar-benar mencerminkan gemah ripah lohjinawi, semua rakyat makmur, cukup makan dan sejahtera lahir batinnya. Hingga kedatangan kaum kapitalis Portugis yang membawa semangat Gold, Glory dan Gospel ditahun 1512. Mulanya Portugis berdagang dengan penduduk lokal dan menjalin mitra dengan mereka. Kemudian otak licik mereka bekerja, tak lagi berdagang dengan adil, mereka mulai memonopoli perdagangan, semua perdagangan mereka kuasai. Kekuatan militer dan lobi terhadap penguasa lokal menjadikan mereka punya taring di pelabuhan.
Ketika pelabuhan sudah dikuasai, mereka mulai membangun benteng dan melancarkan misi mereka dengan menguasi wilayah perdagangan sebagai jajahan. Dengan persenjataan lengkap mereka dengan mudah menaklukan raja sebagai penguasa lokal. Mereka mau tidak mau membiarkan program commonwealther dalam melancarkan rencana eksploitasi terhadap rakyat. Tanam paksa dan kerja paksa, siasat biadap penjajah pemasung kebebasan tanpa nurani. Begini keadaan rakyat nusantara hingga berganti tirani
Kemudian Belanda datang setelah mengusir Portugis pada tahun 1602. Kekalahan Portugis memaksa mereka angkat kaki dari Nusantara dan menyerahkan kekuasaan kepada Hollanda. Ditangan Belanda, kita terjajah hingga 3 abad. Dibawah VOC (Verenigde Oost indische Compagnie) kita termonopoli dan terpasung kebebasan hingga melewati dua kali perang dunia. Lebih kejam, lebih  nggegirisi, karena tindakan mereka yang semena-mena terhadap rakyat. Taktik keji devide et impera dilancarkan kumpeni, mengadu domba kemudian menguasai menjadi metode jitu hingga kekuasaan langgeng hingga 30 dekade. Mereka sadar bahwa nusantara beragam dan penuh perbedaan. Bangsa ini dahulu belum sadar, perbedaan adalah sebuah senjata dan kekuatan maha dahsyat yang mampu mengalahkan kekuatan asing manapun, persatuan adalah bahasa yang belum dikenal, bahkan belum ada dalam angan pemimpin saat itu.
Inlander, begitu istilah yang disematkan kepada kaum pribumi nusantara. Julukan yang sebetulnya bermakna sangat menyakitkan, bermakna sangat menyayat bagi harkat dan martabat bangsa ini. Inlander yang berarti jajahan, bawahan, suruhan dan makna konotatif tertuju pada “budak”. Budak yang dikuasai sepenuhnya, dikuasai dari semua segi hingga hak asasi manusia. Belanda saat itu mengeruk habis kekayaan kita dan membawa ke negeri mereka, dan dengan bangganya mereka menyebut DAM yang mereka bangun di negera asal mereka sebagai kekayaan dan kehebatan. Mereka hanyalah lintah, drakula penghisap darah yang berhutang banyak pada nusantara. Van den Bosch yang membantai jutaan rakyat dalam kerja paksa mereka anggap pahlawan.
Didikan kolonialisme Belanda, yang sangat menjerumuskan. Tengok saja, mental terjajah begitu mendarah daging, mental takut menentang kaum kapitalis masih tersisa, bahkan dalam jiwa pemimpin dan wakil kita di eksekutif dan legsilatif saat ini.
Mental inlander yang akut ini tercium oleh Freeport persahaam tambang asal negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Bayangkan, tambang emas dan logam mulia dari bumi nusantara dikeruk hampir 30 tahun terakhir dan kita hanya kebagian upeti 1%, berton-ton mineral berharga yang tertambang, kita hanya kebagian hitungan kilogram. Pemimpin sepertinya tak pernah mendengar suara bawah yang menginginkan tambang itu kepangkuan ibu pertiwi.
Ketika kontrak karya Freeport Mcmoran akan segera berakhir di 2021, otak licik Freeport mulai bekerja. Tengok saja, seorang legislator dari partai beringin, yang notabene adalah ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat, mencatut nama Presiden untuk memperpanjang kontrak karya Freeport hingga 2040. Dengan dalih mendapat upeti 18%, mereka beralasan dan berani mencatut nama Presiden, sebuah entitas lembaga tinggi negara, yang lebih dari itu adalah penghinaan terhadap rakyat negeri ini.
Setelah ketahuan belakangnya, sebut saja Setya Novanto, tak juga malu dan mengundurkan diri. Partai kuning bekas penguasa membawa kasus ini ke dalam MKD (Majelis Kehormatan Dewan), yang jelas sama busuk otaknya. Telah diduga sebelumnya, SN bebas melenggang, tanpa hukuman berarti. Hanya pencopotan jabatan ketua, tapi tetap menjadi anggota dewan di Senayan.
Meskipun kadang cinta tak ada logika, tapi tindakan MKD ini lebih tak bernalar dan bernuarani. Jika seseorang mencemarkan nama baik ketika salah sebut di media sosial seperti kasus para artis saja, bisa dituntut ke meja hijau, apalagi ini kasus mencatut nama, menggunakan legalitas dan kewenangan presiden untuk kepentingan perutnya, kenapa hanya dijatuhi hukuman pencopotan jabatan. Selayaknya orang macam ini dihukum mati atau minimal seumur hidup dipenjara. Apa akibatnya jika kasus ini dibiarkan, semua orang yang berakal bulus di DPR akan mencatut nama presiden sebagai legalitas tindakan mereka yang bernafsu menjarah bangsa mereka sendiri.
Inilah mental inlander, mental budak terjajah, belum bebas dan tidak merdeka secara hakiki. founding father bangsa ini telah berpesan dalam UUD 1945 pasal 33, bahwa kekayaan nusantara harus dikembalikan demi kesejahteraan rakyat. Tapi yang mereka perbuat sungguh jauh panggang dari api. Apa yang diramalkan oleh Ranggawarsito dalam bukunya, bahwa kelak bangsa ini akan dijajah lagi bukan oleh bangsa asing saja, namun ada yang lebih kejam, yaitu oleh bangsanya sendiri. Kini, dalam perkembangannya, SN menuntut menteri ESDM yang menjadi wistle blower dalam kasus ini, pengungkap fakta kebusukan kader Partai Golkar. Bagaimana mungkin penjahat macam ini laporanya bisa diterima oleh kejaksaan? Miris.
Apa yang terjadi di dewan ini adalah menguak betapa bobrok dan buruknya kualitas dan nurani dari kaum legislator. Apa yang mereka kejar dan perjuangakan selama mereka duduk di kursi terhormat? Yah, kejar setoran dan balik modal, sehingga apapun akan dilakukan demi mendapat upeti dari proyek yang mereka kerjakan. Institusi DPR telah berubah menjadi lembanga pengejar rente, pengejar provit, tak ubahnya makelar, makelar yang tega menghisap darah rakyat yang telah mempercayai mereka menjadi wakil yang akan memperjuangkan nasib dan kemajuan bangsa ini.
Ironis, tapi ini bukti kegagalan proses demokrasi. Demokrasi yang mahal dan berorientasi materi menjadi pangkal. Rakyat yang memilih karena money politic, kini merasakan efek domino proses yang juga mereka dukung dimasa pemilu. Kita seharusnya belajar, mereka yang menginginkan amanah dengan cara menyuap pemilih akan menghasilkan kinerja yang buruk. Kini kita hanya bisa berdoa dan berharap bahwa bangsa ini akan segera sadar dan tidak terjerumus lebih dalam masuk ke lembah kenistaan. Semog Alloh SWT lindungi bangsa dan rakyat bangsaku ini. Amin.

Gambar diambil di : http://www.luwuraya.net/wp-content/uploads/2014/10/setyanovanto.jpg