Agama
Islam merupakan agama yang optimis, banyak pesan Rasulullah salah satunya
“sesudah kesulitan, pasti ada kemudahan”, kemudian ada juga “andai kata besok
adalah yaumil akhir (kiamat) dan engkau memiliki sebuah biji, maka tanamlah
biji itu”.
Sikap
optimis itu sangat diperlukan ketika hidup di Indonesiayang seharusnya menjadi
“Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghaffur” (negeri yang subur dan makmur, adil dan
aman),
Namun
data statistic menunjukan sebaliknya. Rasio Gini negara kita 0,41 sedangkan
ketika 0,50 itu sudah masuk ke dalam negara gagal (fail state). Penguasaan
lahan begitu luar biasa, 0,5% orang Indonesia menguasai 45% lahan di Indonesia.
Di Jakarta, penguasaan lahan oleh salah satu etnis (Chi**) hingga mencapai
lebih dari 70%. Di Malaysia, ada pengaturan penguasaan lahan dimana melayu 60%,
China 30% dan India 10%, pemindah tanganan lahan hanya bisa dari sesame etnis,
dan tidak boleh antar etnis, jadi ada keberpihakan pemerintah terhadap hal ini.
Masalah
fundamental lain adalah nilai PISA kita meliputi Matematika, Science dan Bahasa
kita termasuk yang paling rendah. Masalah sosial kita juga sangat
menghawatirkan, bagaimana LGBT kini merajalala.
Ini
semua menuntut kontribusi kita semua dan pertanyaannya adalah siapkah kita
untuk menghadapi itu semua, sudahkah kita siap berkontribusi agar Indonesia
menjadi negara yang “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghaffur”?
Tiga
tangga yang ketika Allah izinkan kita menapaki ketiga tangga itu, maka kita
akan masuk dalam golongan yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an “Kuntum Khoiru
Ummah”, umat yang terbaik.
Tangga
pertama adalah tangga AFILIASI (Kepemihakan)
Ketika
kita telah memutuskan sebagai muslim, maka kita harus berpihak. Misalkan kasus
LGBT dimana posisi kita?, kasus Kalijodo dimana posisi kita? Kasus ekonomi yang
makin liberal dimana posisi kita? Kasus pemilihan RT dimana posisi kita?
Ketika
pada periode makiyah terjadi pertempuran Romawi vs Persia yang dijelaskan Allah
di awal Surat Ar Rum. Bangsa Romawi
dikalahkan oleh Persia ketika itu. Di Mekah saat itu terjadi dua kubu, yaitu
kubu Kafir Quraish yang mendukung Persia yang lebih condong kepada dinulardh
(agama dunia) dan Kubu Abu Bakar r.a. mendukung Romawi yang condong kepada
dinnussamawat (agama langit).
Ketika
Persia menang di pertempuran pertama, kafir Quraish perpawai, berpesata pora
menyambut kemenangan Persia. Ketika
wahyu Ar Rum turun dan Romawi akan menang, Abu Bakar r.a. mendukung
habis-habisan Romawi di kalangan kaum Quraish. Bahkan, Abu Bakar bertaruh untuk
untuk kemenangan Romawi. Rasulullah SAW mendengar tersebut dan memanggil Abu
Bakar r.a dan menanyakan perihal taruhan tersebut, namun Nabi SAW tidak melarang
bahkan dalam riwayat lain, Nabi mengatakan boleh ditambah.
Kenapa
Arab yang saat itu jauh dari Persia dan Romawi sampai sebegitunya? Tentu ini
adalah masalah keperpihakan yang jelas.
20
tahun lalu, Brazil merupakan negara yang menolak LGBT, tapi sekarang ada UU
yang melegalkan pernikahan sejenis. Padahal presentase orang yang menolak masih
sama sekitar 80%. Dan yang mendukung LGBT 20%. Namun kini mereka menjadi
generasi EGP (Emang Gue Pikirin), jadi ketika terjadi referendum, kelompok yang
menolak ini kalah banyak dari yang mendukung karena banyak yang abstain,
sehingga undang-undang pernikahan sesama jenis bisa lolos.
Di
dalam Islam tidak ada konsep tidak memihak (abstain), karena “katakanlah yang
haq walaupun itu pahit”. Salah satu jihad terbesar adalah mengatakan hal yang
haq di depan penguasa yang bathil.
Ketika
ada ayat “jauhilah daripada kamu zina…” dimana posisi kita. Ketika perbuatan
mendekati zina dibiarkan, maka zina akan terjadi. Karena pertarungan antara
yang haq dan yang batil akan selalu ada dan kita harus jelas, dimana posisi
kita. Ketika kita diam itu bukan ciri orang Islam. Ketika banyak orang yang
diam, ketika itulah kemaksiatan dan kedzoliman merajalela, karena hal ini tidak
melulu karena peraturan namun yang lebih penting adalah dimana posisi kita.
Rekan,
afiliasi saja tidak cukup, kita harus menapak pada tangga kedua yaitu
PARTISIPASI
Setiap
kita, setelah memihak harus ada yang kita lakukan. Pak Habibie pernah memberi
contoh ketika menjadi Wapres, beliau melihat Daftar Nilai Ebtanas Murni siswa SMA dari
tahun 1986 – 1996 dan banyak nilai madrasah berada di posisi bawah, sedangkan
10 besar diduduki oleh sekolah-sekolah non Islam, seperti Kanisius,
Marsudirini, BPK Penabur dll. Pak Habibie ambil partisipasi dengan mendirikan
sekolah sebaik mereka dan dibiayai APBN. Kemudian berdirilah sekolah Insan
Cendekia, sayangnya dari 30an provinsi saat itu baru berdiri 2 sekolah.
Partisipasi
selanjutnya, apa yang kita punya. Kalo ada harta kita bisa sumbang harta kita.
Kalo tenaga sumbang tenaga, kalo ada ide sumbang ide sehingga umat ini bisa
saling menjaga.
Tetapi
kawan, afiliasi dan partisipasi saja masih kurang. Harus ada kontribusi, inilah
tangga ketiga.
Kontribusi
merupakan partisipasi yang lebih spesifik dimana kita ahli di bidangnya.
Seperti Ali bin Abi Tholib yang menjadi “bahrul ulum”, ‘Umar bin Khatab yang
menjadi “Umar al Faruq” dan Abu Bakar yang lembut namun sangat tegas. Islam
memiliki potensi yang luar biasa, Islam menunggu kontribusi kalian.
Tangga
ini tidak mungkin terjadi ketika tidak ada tiga anak tangga yang menyusunya.
APIKA (Afiliasi, Partisipasi dan Kontribusi).
Maka
setiap kita harus berafiliasi dengan jelas, berpartisipasi terhadap
proyek-proyek umat dan menekuni diri agar menjadi yang terbaik di bidangnya.
Tidak ada Facebook jika tidak ada Marc Zulkenberg, Apple tidak mungkin maju dan
menjadi perusahaan yang maju seperti sekarang jika tidak ada Steve Jobs, tidak
mungkin kita bisa bertanya kepada Prof. Google jika tidak ada Larry Page dan
Sergey Brin. Orang-orang itu ada pada diri kita, keluaga kita, siswa kita,
mungkin kelak anak-anak kita. Ada potensi dimana akan muncul Ali bin Abi Tholib
masa depan.
Saya
termasuk salah satu yang kagum dengan Felix Siauw, seorang mualaf dan sekarang
menjadi pendakwah. Beliau berusaha (berdoa) menjadikan anak beliau sebagai
kafilah yang mewujudkan nubuah (ramalan) Rasulullah SAW dimana Istanbul (Konstantinopel)
dan Roma akan ditaklukan. Istanbul Turki telah ditaklukan oleh Muhammad Al
Fatih. Dan Nubuah Nabi SAW yang menjadi tanggung jawab kita adalah “Menaklukan
Roma”. Felix Siauw berdoa bahkan sebelum anaknya lahir bahwa anaknya akan
menjadi salah satu pasukan yang menaklukan Roma. Bisa dalam kebudayaan atau
askar (tentara). Setiap kita, keluarga kita bertanggung jawab untuk mewujudkan
Indonesia menjadi negara yang “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghaffur”.
Semoga
Allah menjadikan kita orang-orang yang dimaktubkan dalam Al Qur’an “kuntum
khoiru ummah”, ummat terbaik yang senantiasa teguh berafiliasi, terus
berpartisipasi dan senantiasa berkontribusi dalam proyek-proyek umat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...