Jika boleh buka kartu, profesi
yang saya impikan sejak kecil adalah menjadi seorang pilot. Pilot merupakan
motivasi hidup buat saya, merupakan sebuah impian yang membuat saya rajin
belajar hingga ke jenjang SMA. Saya tidak ada alternative dengan profesi lain,
saya hanya focus mengejar cita-cita saya itu, dan tak pernah menyiapkan rencana
cadangan. Mulai dari olah raga, menjaga makan hingga berenang dan tidak merokok
semua itu saya tempuh demi memuluskan rencana yang dahulu telah disusun.
Dalam pelajaran, hingga lepas kelas 10 prestasi saya tidak termasuk yang menonjol. Salah satu nilai terbaik yang saya dapat adalah mata pelajaran olah raga yang saat itu meraih nilai 9 di raport, selain itu hanya elektronika yang saya anggap menyenangkan dan saya juga mendapat nilai 9 pada mata pelajaran ini. Tak ada cerita kimia dalam “diary” atau pembahasan tentang masa depan saya. Mapel kimia hanyalah pelengkap, tiada yang spesial. Seperti yang dikatakan Azwar (1990) bahwa kemampuan intelektual yang bersifat umum (inteligensi) dan kemampuan yang bersifat khusus (bakat) merupakan modal dasar utama dalam usaha mencapai prestasi pendidikan, namun keduanya tidak akan banyak berarti apabila siswa sebagai individu tidak memiliki motivasi untuk berprestasi sebaik-baiknya. Sehingga nilai saya pas-pasan. Namun itu berubah total setelah sebuah kejadian yang mengubah jalan hidup saya.
Dalam pelajaran, hingga lepas kelas 10 prestasi saya tidak termasuk yang menonjol. Salah satu nilai terbaik yang saya dapat adalah mata pelajaran olah raga yang saat itu meraih nilai 9 di raport, selain itu hanya elektronika yang saya anggap menyenangkan dan saya juga mendapat nilai 9 pada mata pelajaran ini. Tak ada cerita kimia dalam “diary” atau pembahasan tentang masa depan saya. Mapel kimia hanyalah pelengkap, tiada yang spesial. Seperti yang dikatakan Azwar (1990) bahwa kemampuan intelektual yang bersifat umum (inteligensi) dan kemampuan yang bersifat khusus (bakat) merupakan modal dasar utama dalam usaha mencapai prestasi pendidikan, namun keduanya tidak akan banyak berarti apabila siswa sebagai individu tidak memiliki motivasi untuk berprestasi sebaik-baiknya. Sehingga nilai saya pas-pasan. Namun itu berubah total setelah sebuah kejadian yang mengubah jalan hidup saya.
Sebagai siswa pria yang umum dan random, tentu suka permainan sepak bola dan kebiasaan taruhan sudah lazim menjadi hobi saat akhir pekan, dimana kita mendukung tim kesayangan akan menang. Uangnya emang tidak seberapa, namun itu serasa berarti, menunjukan eksistensi dan dukungan pada tim favorit di liga. Kebiasaan ini, terbawa dalam pelajaran. Di awal kelas 11 ada seorang guru kimia yang tersohor memiliki kemampuan indera ke enam mampu membaca pikiran, sehingga tidak ada yang bisa bohong dengan beliau atau mencontek ketika beliau mengawas. Obrolan-obrolan seputar beliau ini tak berhenti, dan saya termasuk yang menolak dan tak percaya akan hal takhayul semacam itu.
Ini menariknya, ketika ulangan
bab stoikiometri larutan kelas 11, kerena ketidak percayaan tentang rumor itu,
saya ditantang temen-temen untuk nyontek di ulangan itu, bukanya saya tidak
belajar atau tidak siap mengahadapi tes, tapi tawaran traktiran selama seminggu
begitu menggiurkan, kata temen saya hanya perlu mengeluarkan kertas contekan
selama 1 menit di meja dan membacanya, udah cukup dan ketika tidak ketahuan
maka mereka akan menganggap saya menang. Baiklah, sebuah tantangan yang saya
anggap enteng dan sepele.
Malam sebelum tes saya siapkan
contekan ukuran 4x5 cm yang didalamnya saya tulis berbagai macam rumus larutan
sampai pH, hanya itu dan keesokan paginya saya datang paling awal dan duduk di
bagian paling kanan depan dekat pintu masuk, sebuah black spot, area yang
paling sulit diamati guru, karena untuk melihat kearah saya harus menoleh 90o
ke kiri dan saya masih terhalang teman sebangku, sehingga ideal lokasi ini
untuk mencontek karena meja guru letaknya di bagian kiri kelas dekat dengan dinding.
Jam tes telah tiba, dan kertas soal dibagikan, setelah saya selesai mengerjakan
soal, saya iseng mengeluarkan contekan dan temen saya mengamati, tidak hanya
semenit, saya mengeluarkannya sampai waktu tes akan berakhir, dan saya tidak
ketahuan. Kesuksesan besar, makan gratis sudah terbayang selama seminggu.
Namun keesokan harinya ketika
kertas ulangan itu dibagikan, hal yang luar biasa terjadi. Ketika pak Guru
kimia baru masuk kelas, langsung menatap saya dengan tajam. Pandangan yang
mungkin hanya sedetik itu telah membuat jantung saya berdegub kencang, keringat
dingin mengalir deras, rasa khawatir membuncah. Dan benar, kertas ulangan saya
tidak dibagikan, dan saya harus datang ke kantor setelah pulang sekolah. Saya
takut tidak kepalang, namun guru saya tak pernah mengatakan apa alasan kertas
ulangan saya tidak dibagikan, apakah saya nyontek atau remedial, sebuah misteri
hingga kini, namun satu hal, saya tes ulang. Namun persepsi temen-temen tentang
kejadian ini bahwa saya ketahuan mencontek telah menyebarluas, dimana-mana saya
di bully dengan kata “ketahuan nyontek”. “Kuwalat” mungkin dalam bahasa Jawa
alias karma yang saya dapat karena berbuat tak pantas kepada guru tercinta.
Sejak saat itulah saya berubah, menjadi lebih menghargai bapak/ibu guru dan
kimia yang sebelumnya bukan mata pelajaran favorit, kini menjadi berkesan tiap
materinya, menjadi sesuatu yang
berat untuk dilewatkan, karena saya ingin buktikan bahwa saya nyontek karena
khilaf tergiur rayuan traktiran.
Ketika akhir kelas 12, saya tak
lagi mengandalkan olah raga dan elektronika, kini sudah ada kimia yang
menemani. Saya mendapatkan poin 9 dimata pelajaran ini, sungguh luar biasa,
sengsara membawa nikmat mungkin setelah kejadian itu saya jadi suka mapel
kimia. Saat akhir masa di SMA saya mencoba mendaftar sekolah pilot di Adi
Soemarmo, tes – tes fisik dan kemampuan akademik telah saya lalui dengan mulus,
namun ketika dihadapkan dengan biaya yang mencapai ratusan juta, saya takluk.
Saya hanya anak petani yang tak kuasa mendapatkan dana sebanyak itu, saya
menyerah dan saya hampir frustasi.
Ada sebuah tawaran dari bapak
Guru kimia bahwa ada beasiswa dari UNS di jurusan pendidikan kimia. Katanya
belum ada yang berminat, maklum saja profesi guru dimasa itu masih dipandang
sebelah mata. Beasiswa ini hanya akan mengambil 1 siswa dari SMA saya, begitu
kata beliau. Dengan hati yang masih sedih, saya putuskan untuk mendaftar
program itu, dan akhirnya selang sebulan, saya dinyatakan diterima di Jurusan
Pendidikan Kimia melalui jalur beasiswa. Sebuah hal yang biasa, saya tidak
surprised dengan ini, karena kegagalan mendapatkan impian kecil saya itu. Tapi
tak apa mungkin ini jalan terbaik saya dari Yang Maha Kuasa.
Saat kuliah, saya termasuk bukan
yang berprestasi. IPK saya tidak terlalu bagus, pas-pasanlah. Tapi
alhamdulillah lancar, kuliahnya tanpa teresendat. Dari kuliah inilah saya
banyak mendapat pencerahan bagaimana mulianya tugas guru, bagaimana beratnya
pula menjadi seorang guru yang bertugas menjadi “agen perubahan”. Saya ingat
betul bagaimana pesan Dekan FKIP UNS saat menyambut kami di fakultas, bahwa
ketika kalian memutuskan menjadi guru, bersiaplah untuk tidak kaya dan
berpenghasilan besar, karena tuhanlah yang akan menggaji kalian dengan syurga.
Luar biasa petuah professor saya ini, membakar semangat kami. Sampai kuliah
selesai, saya selalu bersemangat akan siswa-siswaku yang kelas akan kutemui.
Rasulullah SAW bersabda, “barangsiapa
yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa
yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang
siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu”, (HR. Thabrani).
Begitu berat tugas guru yang tak hanya mengantar siswa memahami kimia sebagai
cabang dari sains, namun juga pengejawantahanya agar mempu meningkakan
ketaqwaan kepada Tuhan menjadi motivasi tersendiri bagi saya.
Sekolah pertama tempat saya
mengabdi adalah SBBS atau Sragen Bilingual Boarding School, sekolah negeri yang
tersohor di Jawa Tengah, sekolahnya para juara, karena hanya dalam waktu tiga
tahun berdiri, sekolah ini telah mengoleksi 300 lebih penghargaan di berbagai
kerjuaraan, sebuah Rekor MURI yang sulit ditandingi sekolah lain. Di sekolah
ini saya dikontrak selama setahun percobaan sebagai guru pengganti. Fresh
graduate, yang dipercaya mengelola kelas, sungguh tantangan besar. Namun saya
tak mendapat hambatan berarti di tempat ini, anaknya begitu patuh, cerdas dan
mereka begitu kooperatif dengan guru, saya menikmati bagaimana menjadi guru.
Menyenangkan sekali, wah ternyata menjadi guru tak seberat yang dikatakan
orang.
Di tahun kedua, saya ditawari
untuk mengajar di sebuah sekolah swasta laki-laki di depok, dengan status guru
tetap dan fasilitas lengkap.Wah, tanpa ragu saya terima tawaran itu. Dan di
tempat inilah, saya baru merasakan cobaan sebenarnya memilih profesi guru.
Di hari pertama saya, ngajar,
dengan hati berbunga-bunga, saya masuk kelas dan memberi salam kepada siswa.
Namun bagaimana saya terkejutnya, tidak satupun siswa di kelas itu menyambut
salam saya, mereka kompak mengacuhkan saya. Pelajaran tidak berlangsung
kondusif, bahwa ketika saya meminta siswa membuka buku, mereka tidak nurut.
Mereka memilih membaca buku pelajaran kelas lain. Kejadian ini berlangsung
sampai dua kali pertemuan, saya hampir menyerah. Saya bahkan melakukan
penyelidikan khusus, namun tak pula mendapat kejelasan apa yang menyebabkan
mereka seperti itu, saya benar-benar di coba. Dipertemuan ke tiga saya udah
tidak sabar lagi, saya secara spontan menantang mereka berkelahi untuk
menyelesaikan masalah ini atau mereka mengaku apa yang menyebabkan sikap kepada
saya.
Akhirnya mereka mengaku, kalau
saya adalah penyebab guru yang mereka sayangi sebelumnya dikeluarkan, seorang
guru perempuan yang menjadi idola dikelas itu. Oke, saya paham masalah ini
sekarang, karena jarangnya guru perempuan di sekolah ini, apalagi guru sebelum
saya adalah muda dan single tentu menjadi “oase” ditengah kegersangan gender di
sekolah ini. Ah, sepele sekali, namun ini tantangan besar, menarik perhatian
dari seseorang yang telah cinta dengan orang lain, menjadi menyukai kita.
Seperti Naim, 2013 dalam bukunya mengatakan
“kemampuan guru inspiratif membangun iklim pembelajaran yang semakin
menyuburkan arti dan makna inspiratif akan meningkatkan motivasi”, saya
berupaya mengaplikasikan semua ilmu yang saya dapat di kuliah untuk mendapat
perhatian mereka, dan sengaja saya sering ajak meraka jalan-jalan untuk studi
tour seperti kunjungan industri dan kunjungan ke puspitek Serpong. Setelah
berjuang sekian lama mengambil hati mereka. Setelah berjuang hampir satu
semester akhirnya saya bisa mendapatkan hati mereka. Di semester kedua, mereka
perhatian dengan kimia dan mereka tertarik dengan kelas saya. Mereka juga
meminta maaf atas kejadian itu, dan sadar bahwa tindakan mereka adalah kekanak-kanakan.
Satu lagi pengalaman berharga saya dapat, bahwa semangat dan perhatian dalam
pelajaran adalah hal yang paling penting daripada pelajaran itu sendiri. Jika
tanpa keduanya, maka sebagus apapun penyampai materi atau materinya, makan
tidak akan pernah bisa diserap oleh siswa, dan sebaliknya dengan semangat dan
perhatian sesulit apapun materi akan dengan mudah ditaklukan dan dihadapi.