Pagi
yang cerah menyambut hari ketiga saya di Jambi, saya sempatkan jalan-jalan di
sekitar hotel untuk mencari sarapan. Mi tek-tek menjadi pilihan saya, harga
10ribuan, sama kok rata-rata makanan di sini dengan Jakarta. Tak lupa beli
gorengan untuk camilan sambil jalan ke hotel. Di pagi hari kota Jambi cukup
sejuk, walaupun pukul 8 pagi udaranya masih nyaman dan tak membuat tubuh
berkeringat.
Setelah
mandi saya putuskan check out. Sekitar pukul 09.00 saya keluar dari hotel dan
kembali berpetualang. Kali ini adalah tempat yang telah saya tunggu-tunggu,
Candi Muaro Jambi menjadi agenda seharian penuh. Tempat itu telah lama saya
rencanakan sebagai tujuan utama di dalam negeri. Bukan hanya dari eksotisme dan
legendanya tapi dari segi sejarah rasanya penting juga buat diri pribadi supaya
mengenal sejarah bangsa sendiri yang amat agung di masa lampau. Nenek moyang
kita memang bukan manusia sembarangan ternyata, seperti telah kita ketahui
bersama situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian
agama Hindu-Buddha
terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.
Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan
Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi,
Indonesia,
tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11
M.
Candi Muaro Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling
terawat di pulau Sumatera.
Dan sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO
untuk menjadi Situs Warisan Dunia.
Meskipun
kedahsyatanya telah tercium, namun ada hal yang cukup di sayangkan. Transportasi
ke Candi Muaro jambi cukup sulit. Tidak ada transportasi langsung ke tempat
tersebut. Bayangkan, destinasi yang bakal mengalahkan Angkor Wat itu tidak ada
akses transportasi umum. Mengunjungi Candi Muaro Jambi hanya bisa ditempuh
dengan travel atau ojek. Karena
abang ojek yang saya pake kemarin baik dan ramah, saya putuskan untuk memintanya
mengantar ke Candi Muaro Jambi. Kami sepakat harga 150 ribu untuk pergi pulang
ke Muaro Jambi ples nanti sore saya langsung dianter ke bandara… he4, bener-bener
murah meriah kan?
Akses
jalan menuju Muaro Jambi sudah bagus, baru dan mulus, jalan ke sana melewati perumahan
penduduk jadi tak perlu khawatir kalo lapar atau haus sewaktu-waktu banyak
warung di pinggir jalan. Perjalanan sangat menarik, kanan kiri jalan selang
seling rumah penduduk dan kadang ada juga perkebunan sawit dan karet. Kopi juga
menjadi komoditi utama Jambi, jadi tak heran banyak pohon kopi juga ditemukan
di wilayah ini.
Setelah
menempuh perjalanan sekitar 1 jam, sampailah saya ke Candi Muaro Jambi. Tiket
masuk adalah 3ribu untuk satu motor, sangat murah. Jauh dari perkiraan saya.
Tak membuang waktu lagi, segera saya meluncur menuju kompleks candi. Kompleks
percandian Muaro Jambi pertama kali dilaporkan pada tahun 1824
oleh seorang letnan
Inggris
bernama S.C. Crooke
yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai
untuk kepentingan militer.
Baru tahun 1975,
pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran
yang serius yang dipimpin R. Soekmono.
Berdasarkan aksara Jawa
Kuno pada beberapa lempeng
yang ditemukan, pakar
epigrafi
Boechari
menyimpulkan peninggalan itu berkisar dari abad ke 9-12
Masehi.
Di situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar, dan kesemuanya adalah
bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai,
Kedaton, Gedong Satu,
Gedong Dua,
Gumpung,
Tinggi,
Telago Rajo,
Kembar Batu,
dan Candi Astano.
Karena
jarak antara candi satu dengan yang lain cukup berjauhan, paling enak
berkeliling dengan sepeda. Di kawasan ini tersedia penyewaan sepeda dengan
harga sangat murah. 1 sepeda dibanderol seharga 10 ribu rupiah untuk
berkeliling sepuasnya, dan kita tidak perlu memberi jaminan apa-apa.
Sepeda
adalah pilihan terbaik, karena kondisi jalan yang sempit dengan lebar sekitar 2
m dan belokan curam. Motor sebenarnya memungkinkan, namun untuk menikmati
setiap jengkal tempat ini paling pas adalah dengan sepeda. Selain itu, ada
medan yang berlumpur, dan sempit menuju ke destinasi yang masih berupa gundukan
tanah, tak mungkin pula ditempuh dengan motor.
Selain
candi-candi yang ada, ditemukan pula parit yang berfungsi sebagai kanal
pencegah banjir. Diperkirakan usia parit sama dengan usia candi-candi yang ada,
karena perkampungan kuno di kawasan ini dahulunya digunakan sebagai pusat
pemerintahan sekaligus pusat pendidikan agama Budha. Bisa dibayangkan, betapa
padatnya kawasan itu di masa jayanya dahulu.
Kata
mas tukang ojek yang nganter saya ke sini, orang Jambi tidak terburu-buru
mengklaim tempat ini sebagai pusat kerajaan Sriwijaya, karena mereka takut
menciderai tetangga sebelah yang telah mengklaim terlebih dahulu, meskipun para
peniliti telah memberikan kesimpulan awal tentang Candi Muaro Jambi adalah
pusat kerajaan Sriwijaya. Sungguh berhati besar yah warga Jambi, maka tak ayal
kita belum pernah mendengar sekalipun ada kerusuhan atau keributan di kota
Jambi khususnya. Sebuah karakter asli yang luar biasa.
Setelah
lama berkeliling, akhirnya saya sampai di candi yang paling ujung, meskipun
kata penjaga tempat ini masih sangat luas namun candi-candi berikutnya belum
terungkapkan dan masih terkubur tanah dan batuan jadi belum bisa di nikmati
keindahannya. Yah, berarti sudah salesai dong petualangan kita…
Akhirnya
setelah kurang lebih 2 jam berkeliling dengan di setiap sudut kompleks candi,
saya putuskan untuk kembali pulang ke kota. Mata dan jiwa saya telah terpuaskan
dengan melihat candi-candi di sini. Setelah
sholat dhuhur, saya putuskan keluar kompleks candi. Tak lama, setelah keluar
dari kompleks candi di kanan jalan saya liat banyak orang sedang bekerja
menggali tanah dan menata batu bata. Wah nampaknya di temukan kompleks candi
baru, sekitar 3 km dari lokasi kompleks candi semula. Benar adanya memang,
bahwa kompleks total candi ini sangat luas. Saya putuskan untuk berhenti
sejenak dan berfoto-foto ria.
Candi yang baru ini adalah Candi Kedaton,
candi yang paling besar yang telah berhasil dipugar dan sekarang masih
berlanjut. Candi ini lengkap ditemukan, bahkan pintu gerbangnya juga ada, jadi
jenis candi paling lengkap sepengamatan saya di Muaro Jambi.
Kurang
lebih setengah jam berfoto ria, ternyata waktu udah menunjukan pukul 13.30, ga
enak rasanya, takut kalo masnya tukang ojek minta nambah, he4, kan perjanjianya
cuma di kompleks utama saya putuskan segera meluncur kembali ke kota.
Saat
perjalanan pulang, masnya mengambil jalur yang berbeda. Kita lewat jalur baru.
Jalur ini melewati perkebunan karet dan calon perkebunan sawit. Jalur ini juga
baru dibuka beberapa tahun sejalan dengan dibukanya Jembatan Batanghari II. Tak
lama, hanya sekitar 45 menit kita sudah sampai di kota Jambi. Dalam perjalanan
pulang, mas-nya merekomendasikan tempat oleh-oleh yang lengkap, bahkan saya
bisa mendapatkan batik yang selama tiga hari saya buru. Tak piker panjang, saya
langsung menerima tawaran masnya. Tidak jelas nama tempat yang kami singgahi
ini, namun didepan pintu tokonya tertulis pusat oleh-oleh khas Jambi. Lokasinya
tak jauh dari lokasi bandara sekitar 5 km lagi. Saya memutuskan untuk berhenti
disini dan mas tukang ojeknya untuk bisa meninggalkan saya. Ga enak dong udah
di tungguin seharian dan dianter ke tempat oleh-oleh masih kita minta untuk
nganter ke bandara, toh jaraknya udah dekat jadi cukuplah untuk naik angkot.
Setelah
mantuk toko, benar di dalam toko saya
mendapati berjajar batik khas Jambi dan beraneka ragam oleh-oleh lainya. Mulai
dari gantungan kunci bahkan makanan khas macam Lampok durian dan dodol kentang
bisa saya temukan. Wah pas banget.
Saya
membeli sebuah batik, harganya yah lumayan lah.. (:-p) 200 ribu. Untuk ukuran
batik sejenis dibandingkan batik-batik dari Solo yah cukup mahal, namun kata
mbak penjaga toko, mereka hanya mengambil untung sedikit, supaya bisa
menghidupi perajin batik Jambi yang sedang sekarat saat ini. Okedah… selain
batik, saya beli dodol kentang dan lapok durian untuk di bawa pulang. Selesai
belanja oleh-oleh, saya langsung meluncur ke Bandara Sultan Thaha.
Naik
angkot ke bandara hanya butuh 15 menit. Karena pesawat berangkat pukul 17.00,
saya putuskan untuk mandi dan sholat ‘ashar terlebih dahulu di mushola bandara.
Catatan menarik, toilet di bandara ini gratis… he4…
Setelah
sholat dan mengisi perut, saya putuskan segera check ini. Dalam bandara banyak
dijual oleh-oleh lain seperti kerupung kemplang ikan tengiri bahkan juga lampok
dan dodol kentang. Jadi jika BP sekalian g sempat belanja oleh-oleh, bisa
belanja di bandara. Harga tak terlalu jauh berbeda. Selisih 2-3 ribu wajar lah…
Tepat
pukul 17.00 WIB pesawat berangkat ke Jakarta. Selamat tinggal Jambi. Kota yang
sangat berkesan, puas sekali perjalanan kali ini. Yang paling berkesan adalah
wisata histori dan terutama keramahan yang takan ditemukan di tempat lain.
Semoga bisa kembali ke sini lagi kapan-kapan. Pukul 19.30 pesawat mendarat di
SHIA. Jakarta ku kembali.
Tamat
Daftar
Pustaka:
Beberapa
tulisan diambil dari Wikipedia, selebihnya adalah tulisan blogger pribadi.
Semua
gambar di artikel ini adalah koleksi pribadi blogger.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...