Perjalanan hari pertama di Jambi saya lakukan setelah
beristirahat sekitar 3 jam. Badan cukup segar untuk melakukan perjalanan.
Perjalanan keliling Jambi ini saya lakukan dengan berjalan kaki dan untuk jarak
yang lumayan jauh saya naik angkot.
Siang itu setelah melangkahkan kaki, beberapa saat saya
menemui Patung Selamat Datang, mirip di Jakarta… tapi yang ini motif daerah
Jambi. Di Jambi sendiri, di daerah Sumatera budaya memang mirip-mirip, bahkan
Jambi sendiri bisa dikatakan sama dengan Sumatera Selatan. Memang secara
sejarah Jambi adalah wilayah kerajaan Sriwijaya yang dahulu menguasai seluruh
Sumatera. Bahasa dan dialek buk, mirip. Jambi juga merupakan kota yang ramai
dengan atmosfer Islam yang kental.
Lanjut perjalanan
dengan angkot, sekitar 5 menit dari Tugu Selamat Datang, kita akan menjumpai
Masjid yang terkenal. Satu bangunan unik
yang bisa mengisyaratkan hal tersebut yaitu Masjid Seribu Tiang. Masjid ini
memang penuh dengan tiang, tapi pastinya tidak sampai seribu buah. Seribu
adalah perlambang karena banyaknya tiang, maka orang lebih suka menyebutnya
dengan kata seribu. Kalo jumlahnya sendiri, saya ga tahu persis…he4, maklum ga
sempet menghitung.
Lanjut perjalanan ke destinasi terkenal lainnya, yaitu jembatan
Batanghari. Karena tidak ada angkot, dari Masjid ke Jembatan Batanghari, ngojek
bisa jadi pilihan. Hanya 15 ribu.he4
Seperti kebanyakan
kota di Indonesia, yang peradabannya di bangun di sekitar perairan khususnya
sungai, maka Kota Jambi pasti memiliki sungai besar yang menopang sendi
kehidupan masyarakatnya. Jambi memiliki sungai yang sangat terkenal, yaitu
sungai Batanghari. Sungai yang panjangnya mencapai 400 km ini membelah Kota
Jambi. Terdapat 2 jembatan besar yang mengubungkan kedua belahan kota Jambi.
Salah satunya adalah jembatan Batanghari I, yang lebih dahulu di bangun dari
pada Jembatan Batanghari II. Mungkin tak seterkenal Jembatan Musi di Palembang,
atau Jembatan Suramadu di Surabaya, namun lagi-lagi saya takjub, bagaimana
kayanya negeri ini dengan sumber daya alam yang hampir tak terbatas jumlahnya. Namun
apa mau dikata, rakyatnya tetep ajah masih hidup susah, apa yang salah dengan
negeri ini? Yah, kita nikmati aja pemandangannya…he4, jadi hilang mut kalo
pikiran politik negeri tercinta. He4..
Setelah lelah berkeliling, saya memutuskan untuk mencari kuliner terkenal dari Jambi, orang sini sih bilangnya yang terkenal adalah pindang patin… kayaknya mak nyus… di Pinggir Sungai ada sebuah restoran terkenal yang menyediakan hidangan Pindang Patin. Harganya cukup terjangkau, 1 porsi lengkap pindang patin, nasi dan es teh hanya di jual dengan 35 ribu, yah standard lah,,, sekali2 makan makanan bergizi, jangan mi instan melulu.
Karena sudah pukul 5.30 sore, saya putuskan untuk pulang, sambil mampir di pasar Kota Jambi. Tujuan saya dah pasti, berburu oleh2… paling gak, kalo g beli, bisa liat2 dulu lah. Biar tahu taksiran harganya. Bisa buat perbandingan. Barang yang menjadi incaran saya adalah batik khas Jambi, Yang bermotif daun2an atau kapal yang khas memang hanya ada di Jambi. Betapa terkejutnya saya. Selama saya berkeliling pasar, saya tidak bisa menemukan apa yang saya cari. Semua batiknya bermotif Solo/ jogja atau pekalongan… yah kalo batik beginian mah, saya juga punya banyak. Aduh aneh, ternyata memang pemilik toko setelah saya Tanya ternyata mengambil dagangan dari Jawa, maka tak ayal susah menemukan batik Jambi yang khas itu.
Karena kecewa tak menemukan batik, akhirnya saya pulang saja
ke Hotel… kebetulan malam itu adalah tepat U-19 maen bola.. , jeruk 1 kg dan
keripik singkong buat camilan di hotel saya beli.Malam itu saya habiskan untuk melihat bola… dan persiapan
untuk destinasi ke Candi Muaro Jambi.
ya gpp... komentarnya pada dodolan... wkwkwkwkwk
BalasHapus