28 Oktober 2014

Salam Sejahtera Alaikum

"Assalamu'alaikum!" teriak si pembawa acara sambil mengangkat lengan dan berjingkrak-jingkrak, sementara kamera dengan setia mengikuti wajahnya yang berseri-seri bak paras pegawai negeri baru naik gaji.
"Walaikum salam," jawab hadirin di studio sambil bertepuk dengan meriah.
Pemirsa di depan layar kaca pun bergegas menenggelamkan diri ditas sofa sampai tampak hanya ujung kedua lututnya yang sedang menjepit sekaleng kerupuk dan kedua bola matanya yang melotot. Namun si pembawa acara belum siap mulai.



"Salam sejahtera!" teriaknya lagi dan hadirin melanjutkan tepuk tangan mereka sesuai dengan skenario. Bagitu keriuhan mereda, dia berteriak lagi, "Selamat malam, Saudara-saudara!" Gemuruh lagi, seolah-olah itulah ungkapan paling bijaksana yang pernah diucapkan manusia.
Untuk apa si pembawa acara memberi salam sampai tiga kali? Tentu bukan karena menganggap angka tiga keramat; atau mencoba memberi petunjuk sama tentang calon pemenang pemilu. Yang dia lakukan ialah membagi pemirsanya ke dalam tiga golongan : Muslim, Kristen dan Netral. Nyatanya, dia telah memecah belah para pemirsanya dengan tindakan SARA! Nah, lo...
Tentu saja tidak demikian maksudnya. Hanya penguasa yang bisa menarik manfaat dari ancaman seperti itu, dan blog ini bukan alat penguasa. Yang sebenarnya terjadi ialah seseoarang, kemungkinan besar seorang antek kapitalis yang sedang mengembangkan usaha komoditas persalaman, telah mematenkan salam khusus Islam dan salam merek Kristen, dan menyisakan salam generik untuk mereka yang termasuk kelas murahan. Tidak dipedulikannya bahwa salam itu sudah dikembangkan tanpa pamrih selama bermilenium oleh para pemakainya. (he4, berlebihan ga sih? tidak ternyata...he4).
Dulu-dulu sekali di Timur Tengah, Salem (Shalem) adalah nama Planet Venus yang terlihat di kala senja, yang dipercaya sebagai dewa yang menghadirkan kelengkapan atau kesempurnaan, saat segala sesuatu sudah diselesaikan dan terpenuhi sebelum malam tiba. Salem juga dihubungkan dengan Saturnus, yang sebagai planet terjauh yang dikenal pada zaman itu dianggap terkukuh atau termantapkan dan mengandung nilai kesempurnaan, kesetiaan, dan kesehatan. Kata itu pun lantas laris dimanfaatkan sebagai unsur nama tempat dan orang. Sampai sekarang kita masih mengenal nama kota Darussalam atau Yerussalem. Juga nama orang : Salman, Sulaiman, atau Salomo.
Sebagai ucapan salam, Salam atau Shalom mengandung arti keutuhan atau kesempurnaan yang dimiliki seseorang, dalam bentuk kesehatan, kesejahteraan, keamanan atau kedamaian. Assalamu'alaikum, "salam bagimu", berisi harapan dan doa agar orang yang disalami itu memperoleh segala sesuatu yang dibutuhkannya, tiada berkekurangan. Salam ini diucapkan di seluruh mandala Timur Tengah, baik oleh yang beraga Islam, Yahudi maupun Kristen.
Nah, di Indonesia, oleh orang Kristen kata Shalom yang bertaburan di dalam Alkitab diterjemahkan dengan istilah "Damai Sejahtera". Terjemahan ini lebih baik daripada terjemahan bahasa Inggris Peace, lebih dekat ke arti semulanya: "kecukupan dan ketenangan lahir batin". Lantaran terjemahan ini, lantas ada yang menciptakan salam merek Kristen : Salam Sejahtera yang tak lain tak bukan setali tiga uang sama sebangun dengan salam yang diyakini sebagian orang sebagai khas Islam : Assalamu'alaikum.
Salam Generik pun  akar dan sumbernya sama. Selamat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti "terbebas dari bahaya, malapetaka, bencana"; "tidak kurang suatu apa". Sebagai salam, Selamat adalah "doa (ucapan pernyataan dan sebagainya) yang mengandung harapan supaya sejahtera".
Ternyata, pembawa acara kita itu telah mengucapkan salam yang maknanya sama tiga kali. Untuk apa? Mengapa kaum Muslim dan Kristen memerlukan salam paten yang mewah dan eksklusif? Apakah berat yang terkandung di dalam selam itu hanya berlaku bagi jenis orang beragama tertentu? Bagaimana kalau umat Hindu dan Budha, belum lagi Khinghucu, juga mematenkan salam istimewa mereka masing-masing? Lagi pula, bagaimana kalo Sepadam Punten, Horas dan ratusan salam lain di negeri ini juga perlu diucapkan dalam setiap acara?
Akan lebih baik kalau semua salam itu digenerikkan. Pebisnis komoditas persalaman akan gigit jari dan kita smua akan memperoleh kekayaan dan kebebasan baru dalam mengucapkan salam. Pilih saja salah satu, tak peduli siapa penerimanya, agama dan sukunya.


Daftar Pustaka : 
Gambar : http://aljawhar.files.wordpress.com/2011/12/assalamualaikum-sinchan.png
Kolom Bahasa Kompas, Salomo Simanungkalit, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...