12 Februari 2012

Istanbul Part 1 : Masjid Khalid bin Walid


Kota Istanbul adalah kota terbesar di Turki setelah Ankara yang merupakan ibu kota Negara. Istanbul merupakan pusat kebudayaan sekaligus sejarah Turki dari berbagai masa dan zaman. Di kota ini pula pusat kegiatan pariwisata karena seluruh penerbangan Internasional akan mendarat di Bandara Internasional Attaturk Istanbul. Istanbul merupakan kota dengan populasi terbesar di Turki maka tak ayal, sering orang menganggap Istanbul adalah ibukota negara Turki.
Istanbul atau Istambul (bahasa Turki: İstanbul) adalah kota terbesar di Turki. Hingga 1930 kota ini lebih umum dikenal melalui nama Yunaninya Konstantinopel oleh orang-orang Barat; beberapa orang memanggilnya Stambul, khususnya pada abad ke-19. Lebih jauh ke masa lalu kota ini juga pernah dikenal sebagai Bizantium atau Byzantion. Dengan populasi sebesar 11 hingga 15 juta, Istanbul adalah kota yang terpadat penduduknya di Turki dan merupakan salah satu kota terbesar di Eropa.
Didirikan kira-kira pada abad ke-7 SM.Pada tahun 330, kota itu dijadikan sebagai ibu kota Romawi oleh Konstantin di tempat koloni Yunani kuno bernama Bizantium, dan dinamakan Konstantinopel untuk menghormatinya, kota ini menjadi ibu kota timur kekaisaran Romawi dan kemudian menjadi ibu kota kekaisaran Romawi Timur pada tahun 395.Pada tahun 1453, Konstantinopel berhasil direbut oleh Kesultanan Ottoman dibawah pimpinan Sultan Muhammad II. Atas keberhasilannya, ia dijuluki "al-Fatih" (Sang Penakluk). Kemudian nama Konstantinopel diganti menjadi Istanbul yang berarti kota Islam. Setelah jatuhnya Konstantinopel pada 1453 kota ini menjadi bagian dan kemudian ibu kota Kekaisaran Ottoman. Sebelum perebutan tersebut, bangsa Turki memanggilnya dengan nama İstanbul, tetapi secara resmi menggunakan nama Qustantaniyyeh (قسطنطنيه), yang berarti "Kota Konstantin" dalam bahasa Arab. Hanya pada 28 Maret 1930 kota ini dinamakan kembali sebagai Istanbul.
Kedatangan saya dikota ini sungguh berkesan. Keramahan masyarakat Turki menyapa saya. Namun sayang saya sering ditanya “Japon?” dikiranya saya orang Jepang. Dilihat mananya coba kalo saya orang Jepang? Kulit sawo matang dan mata belok jelas terlihat, Indonesia asli. Mungkin memang kebanyakan turis disini adalah ras kuning yang berasal dari Asia Timur, khusunya Jepang, maka tak ayal jika ada orang Asia, selalu dianggap Jepang. Selain itu, produk-produk Jepang sangat popular disini, bahkan sampai ada “Japon Mart”, artinya toko yang menjual barang-barang dari Jepang yang katanya terkenal kualitasnya. Kemudian yang unik lagi, orang sini sangat percaya dengan orang Jepang. Sampai-sampai jika kita pakai HP tertentu, mereka nanya “Japon?”. Satu lagi, mereka sangat tidak percaya dengan barang-barang yang berasal dari China, kita tidak akan mudah menemukan barang dari China, karena image negative masyarakat Turki bahwa barang dari China adalah bajakan dan kulitasnya kelas dua. Sampai-sampai regisrasi kartu jika HP berasal dari China, maka provider akan menolak meregristrasi kartu kita. Mereka ga tau kali ya, produk China di Indonesia dah kaya nasi-aja, ditemukan disetiap tempat. Ada kasus temen Indonesia yang memakai HP Nokia namun made in China, ditolak untuk registrasi kartu. Pesan saya jika berkunjung ke Turki bawalah HP berlabel Made in Japan, sehingga akan memudahkan registrasi. Satu lagi, barang-barang di Turki, mungkin 2 sampai 3 kali lipat hargaya dari Indonesia. Misal flash disc, kita bisa dapatkan dengan harga 75 ribu rupiah untuk 4 giga, di sini harganya bisa mencapai 30 Lira atau sekitar 150 ribu rupiah dengan merek dan kualitas yang sama. Maka bener tu kata comedian Mongol, “afdholnya dari luar negeri cuma gantungan kunci, karena semua barang yang ada diluar negeri ada di Indonesia dan harganya lebih murah”, sip setuju mas bro sekarang saya…
Hari pertama di penginapan memang terasa aneh. Semua orang bangun kira-kira pukul 6 pagi, subuh emang jam segitu. Aktifitas kantor dan sekolah dimulai sekitar pukul 9.00. Penginapan yang saya tempati cukup representative karena lengkap dengan kamar mandi dan fasilitas penunjang lain. Meskipun saya tahu ini hanyalah penginapan sekelas Dormitory bukan hotel, namun saya terkesan dengan pelayananya. Begitu ramah dan tempatnya sangat bersih. Pagi itu saya sempatkan untuk berjalan-jalan disekitar penginapan dan mencari dimana konter HP terdekat untuk mendapat kartu Turki, karena kartu Indonesia hanya bertahan sekitar 1 bulan dan setelah itu tidak akan dapat berfungsi, itulah kenapa saya harus segera mencari kartu local untuk menunjang aktifitas saya disini selama kurang lebih 7 bulan ke Depan. Setelah mengahabiskan 40 TL (Turkish Lira) untuk membeli kartu dan pulsa di Istanbul, saya lanjutkan untuk menikmati makanan Turki. Masakan pertama yang saya coba adalah corba, sejenis sup kental dan enaknya dimakan dengan roti. Menu sarapan yang cukup istimewa.
Hari itu mas Ayup menawarkan untuk jalan-jalan, dan saya agak dag dig dug soalnya uang mepet dan saya hanya membawa bekal sekitar 150 dolar. Tapi Alhamdulillah-nya, saya mendapat fasilitas jalan-jalan gratis dengan akomodasinya. Sungguh luar biasa, penginapan dan jalan-jalan gratis, tak terduga sebelumnya.

Sekitar pukul 09.00 kita jalan menuju destinasi pertama. Tempat kunjungan kami yang pertama adalah Masjid Sultan Ayup, atau lebih dikenal sebagai Khalid bin Walid, seorang sahabat sahabat Raosululloh yang sangat terkenal karena keberaniannya. Awalnya Khalid bin Walid adalah panglima perang kaum kafir Quraisy yang terkenal dengan pasukan kavalerinya. Pada saat Pertempuran Uhud, Khalidlah yang melihat celah kelemahan pasukan Muslimin yang menjadi lemah setelah bernafsu mengambil rampasan perang dan turun dari Bukit Uhud dan menghajar pasukan Muslim pada saat itu. Tetapi setelah perang itulah Khalid mulai masuk Islam. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Khalid diamanahkan untuk memperluas wilayah Islam dan membuat kalang kabut pasukan Romawi dan Persia. Pada tahun 636, pasukan Arab yang dipimpin Khalid berhasil menguasai Suriah dan Palestina dalam Pertempuran Yarmuk, menandai dimulainya penyebaran Islam yang cepat di luar Arab.
Kita berjalan kira-kira 30 menit dari penginapan menuju lokasi. Cukup menantang, berjalan di suhu yang hampir menyentuh nol derajat celcius menjadi tantangan yang menyenangkan sekaligus agak menyakitkan. Karena pulang dari lokasi hidung saya mimisan dan bibir pecah-pecah karena belum terbiasa dengan cuaca dingin. Maklum karena hidung saya masih perawan dari udara dingin, pantes aja berdarah… (He….becanda).
Arsitektur khas masjid di Turki nampak dari bangunan dalam masjid. Hiasan warna biru yang mencolok akan kita temukan di hampir setiap masjid di Istanbul. Kemudian batu granit sering dipakai dalam bangunan masjid selain batu marmer. Kubahnya yang bulat juga banyak, tidak hanya satu. Berbeda dengan masjid-masjid di Indonesia pada umumnya, hanya ditemukan satu kubah dan bentuknya pun pyramid, yang mengadopsi dari kebudayaan dan arsitektur kerajaan. Selain masjid, di lokasi ini kita juga dapat melihat makam Khalid bin Walid serta beberapa muridnya. Kita sejenak melihat makam kemudian mendoakannya. Setelah hampir 2 jam berada dilokasi ini kita kembali ke penginapan untuk beristirahat dan melanjutkan kunjunganya besok pagi ke pusat kota Istanbul.


2 komentar:

  1. Masjid Eyup Sultan itu bukannya Masjid Khalid bin Walid, tapi Abu Ayyub al-Anshari, salah satu sahabat Rasulullah SAW dari kalangan Anshar yang menjadi tuan rumah bagi Nabi selama hari2 pertama di Madinah. Di masa tuanya, Abu Ayyub turut berperang bersama tentara Muslim ke Konstantinopel (nama lama Istanbul yang masih diperintah Romawi Timur waktu itu), dan meninggal di sana, lalu dikebumikan di situ (Masjid Eyup Sultan).

    BalasHapus

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...