10 Februari 2012

Dari Hidung Turun ke Hati...

Fenomena feromon sebagai bentuk komunikasi ini lama-lama mulai dicoba diterapkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Terutama sejak ditemukan bahwa feromon juga dihasilkan kelenjar dalam tubuh manusia. Dan yang penting, bisa memengaruhi hormon-hormon dalam tubuh (terutama otak) manusia lainnya. Contoh paling mudah adalah "bau badan".
Lepas dari jenis bau badan menyengat hingga bikin orang lain menjauh, setiap manusia punya bau yang khas dan menjadi ciri dirinya. Oleh para ahli dianalogikan bahwa bau badan itu seperti sidik jari. Jadi, kita masing-masing punya bau yang unik dan sangat berbeda dengan manusia lainnya. Dengan demikian feromon yang dihasilkan manusia, di masa depan bisa jadi salah satu identitas diri.

Feromon pada manusia ternyata juga berfungsi sebagai daya tarik seksual. Para ahli kimia dari Huddinge University Hospital di Swedia malah mengklaim bahwa feromon juga punya andil dalam menghasilkan perasaan suka, naksir, cinta, bahkan gairah seksual seorang manusia pada manusia lainnya.
Ini mereka buktikan saat melakukan penelitian terhadap reaksi otak 12 pasang pria-wanita sehabis mencium bau senyawa sintetik mirip feromon. Bebauan tersebut langsung bereaksi terhadap hormon estrogen (pada wanita) dan hormon testoteron (pria).
Jadi, ketertarikan manusia pada manusia lain, baik itu berupa hubungan cinta, gairah seksual, maupun dalam memilih teman, juga didasari pada bau feromon yang dihasilkan manusia.
Seperti yang tertulis di majalah National Geographic Indonesia, edisi Februari 2006, hasil penelitian Helen Fisher dan kawan-kawan, ketika seseorang memandang kekasih hatinya, dopamin akan merangsang bagian ventral tegmental dan caudate nucleus di otak menyala. Dalam dosis yang tepat, dopamin menciptakan kekuatan, kegembiraan, perhatian yang terpusat, serta dorongan yang kuat untuk memberikan imbalan. Itulah sebabnya jatuh cinta dapat membuat makan tak enak, tidur tak nyenyak.
Peneliti-peneliti lain menunjukkan bahwa gangguan kimiawi tubuh memang terbukti ketika seseorang jatuh cinta. Misalnya didapatkan bahwa kadar serotonin orang yang terobsesi dan kekasihnya 40 persen lebih rendah dari kadar serotonin orang normal.
Kakek-nenek dapat hidup rukun sampai mereka berusia lanjut juga karena senyawa kimia. Namanya oksitosin. Menurut penelitian, kesetiaan pada pasangan berhubungan dengan kadar oksitosin yang tinggi. Kadar oksitosin ini dapat ditingkatkan dengan cara masing-masing dari pasangan yang berusaha saling menyayangi, walau kadang pasangannya menjengkelkan. Itu barangkali inti nasihat orang tua, ”cinta tumbuh karena biasa”.
(artikel di sadur dari Wikipedia)
(gambar feromon diambil dari http://www.attractant.co.uk/science-of-pheromones.htm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...