6 November 2014

Muhammad Al-Fatih

Saat itu awal tahun 1453. SInggasana Kristen Romawi Timur  Byzantium seakan dilanda gempa. Serbuan jenderal muda berusia 21 tahun yang memimpin pasukan Turki telah membuat gentar tentara Kristen. Di bawah kepemimpinan jenderal muda itu pasukan Turki tersohor sebagai rahib di malam hari, singa di siang hari. Mereka mengisi malam-malam yang berlalu dengan tunduk dan merendah di hadapan Rabb mereka. Sedu-sedu tangis tak pernah henti terdengar sepanjang malam di sela-sela lantunan lirih bacaan ayat Al Qur’an yang menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Sementara di siang hari belum pernah terlihat pasukan yang mencari kematian seperti mereka. Kota-kota dan desa-desa di sekitar Konstantinopel telah ditaklukan. Al-Fatih, begitu orang-orang menyebut nama jenderal muda itu,menyiapkan serangan untuk menaklukan Konstantinopel dengan sangat matang. Ia memang dikenal berotak brilian, ahli strategi perang dan ahli membuat senjata.


Hari itu, 6 April 1453 pengepungan utama kota Konstantinopel dilaksanakan. Al-Fatih dan pasukannya telah mendirikan kemah lebih kurang lima mil dil luar tembok kota dan menancapkan panji-panji Turki di gerbang Kota St.Romanus. Ruh jihad meluapi dada seluruh prajurit Turki. Meriam besar yang dibuat dari peleburan logam dan kaca menjadi senjata baru. Senjata ini dapat menembakkan bola-bola batu yang cukup besar sejauh satu mil atau lebih. Kerusakan yang diakibatkan oleh meriam ini amat parah, bahkan dapat meruntuhkan benteng. Namun begitu, para prajurit Kristen memiliki tukang-tukang batu yang terampil yang dengan cepat memperbaikinya kembali. Ada juga senjata lain yang dibawa Al-Fatih. Menara kayu kecil dilengkapi dengan beberapa roda sehingga tampak seperti benteng berjalan. Dari dalam menara kayu ini tentara muslim menembakkan senjata mereka melalui celah khusus.
Pengepungan telah memasuki pecan ketiga namun benteng Konstantinopel  tetap berdiri kokoh. Bahkan dari arah laut kapal-kapal tongkang dari Venesia bergerak pelan tapi pasti untuk membantu pasukan Kristen. Al-Fatih tidak tinggal diam. Ia perintahkan sebagian pasukannya untuk mencegat kapal-kapal itu. Pertempuran dahsyat terjadi. Prajurit-prajurit Venesia sangat gigih. Kegigihan mereka mengantarkan mereka ke pusat kota dan bergabung dengan pasukan Byzantium.


Al-Fatih memerintahkan pasukannya untuk mundur dan dalam waktu singkat mengadakan evaluasi. Ia merubah strategi tempur. Konstantinopel harus diserbu dari darat dan dari laut sekaligus, meski laut dijaga ketat oleh armada Byzantium dan Venesia. Dengan berani Al-Fatih mengirim kapal-kapal ke pelabuhan yang dijaga ketat oleh pasukan gabungan. Bukan! Bukan dari laut kapal-kapal Al-Fatih berdatangan. Tetapi dari daratan.  Sebuah jalan yang terbuat dari kayu sepanjang 10 mil dibentangkan dengan memasangan plang-plang kayu yang kuat. Bagian atas kayu-kayu tersebut telah dilumuri dengan lemak domba dan sapi jantan. Delapan puluh perahu kecil dan kapal-kapal kecil lain yang bertiang dua disusun diatas gelindingan yang kemudian didorong ke depan oleh pasukan khusus dengan dibantu lembu dan kuda jantan. Perahu-perahu itu diwakili oleh prajurit-prajurit yang pilih tanding. Ketika perahu-perahu pasukan Al-Fatih sampai di pelabuhan secara tiba-tiba dan tanpa diduga sedikitpun armada Byzantium dan Venesia panic. Kalang kabut.
Selanjutnya, dimulailah pertempuran yang sangat mengesankan. Para prajurit muslim dari darat dan laut sama-sama mengarahkan serangan mereka ke pusat kota Konstantinopel. Gema takbir membahana memenuhi angkasa raya dan membangkitkan semangat para prajurit muslim sekaligus menggetarkan pasukan salib. Beberapa orang prajurit muslim mulai memanjat tembok benteng. Pasukan Byzantium terlambat menyadari hal itu dan untuk itu mereka harus membayar dengan harga yang sangat mahal. Meski demikian pasukan yang memanjat itu berhasil mereka lemparkan kembali, tetapi tidak sedikit yang berhasil ke puncak benteng dan segera memasang tali yang sudah disusun sedemikian rupa sehingga dapat difungsikan sebagai tangga. Dan dalam sekejab saja pasukan Al-Fatih telah menguasai puncak benteng. Dari atas benteng mereka leluasa untuk menyerang pasukan Byzantium.
Kota bersejarah Konstantinopel yang telah berhasil membendung para penakluk selama ratusan tahun akhirnya takluk juga ditangan pasukan Islam di bawah kepemimpinan Muhammad Al-Fatih.
Keesokan harinya Al-Fatih meminta uskup agung untuk menghadapnya. Dia menerima kedatangan uskup agung dengan sangat baik, sama baiknya dengan sikapnya kepada semua tawanan. Tak ayal, dengan cepat penduduk tahu bahwa yang baru saja menggantikan raja mereka adalah seorang pemimpin yang baik, tidak lalim dan korup seperti raja-raja mereka sebelumnya. Hukum yang dulu hanya diberlakukan bagi masyarakat kelas dua kini tak lagi memandang kelas. Dan sejarah mencatat, inilah penjajah yang ditunggu-tunggu oleh rakyat karena mereka justru mendapat kebebasan yang sebenarnya.
Muhammada Al-Fatih wafat 28 tahun sejak ia dan pasukannya menaklukan Konstantinopel. Tepatnya pada tanggal 3 Mei 1481 M dan ia dikuburkan di sana.



Daftar Pustaka :
Gambar diambil dari http://3.bp.blogspot.com/ -UUmM6vqfBHI/ UZeLJqDTIUI/AAAAAAAABYI/ v0k6FPwmarw/s1600/Sultan+Muhammad+4.jpg
Ar-Risalah, April 2006

2 komentar:

  1. Saya jadi termotivasi oleh cerita ini!
    Benteng yang segitu gede aja bisa ditaklukan, masa pelajaran sekolah gk bisa sih??
    Tetap Semangat dan Ganbatte !!!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. ganbate kudasai juga...he4
      makasih sudah berkunjung....

      Hapus

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...