4 November 2014

Energi Gelisah

Beberapa kali kita menyempatkan bicara dengan nurani sendiri? Jujur bertanya tentang semua yang telah kita dapatkan, benarkah semua ini yang benar-benar dapat kita inginkan? Setelah semua  lelah hamper berujung, sedang puas itu tak pernah menyapa. Puja puji manusia ramai menjadi tak nyata sebab kita tahu apa yang sebernarnya terjadi. Seandainya mereka tahu sebagian dari apa yang kita lakukan, niscaya tak satu lisanpun melontarkan pujian, demikian Dawud at-Tahi pernah berucap.


Api ingkar yang membakar jiwa kita menggelisahkan. Dan meski berat, hal ini harus kita jaga nyalanya. Karena ketenangan hati atas dosa, adalah sebuah dosa lain yang jauh lebih besar dari yang pertama, demikian Ibnul Qayyim pernah menyampaikan. Ia adalah hukuman dari Allah karena banyaknya dosa yang telah menjadi kebiasaan. Bukankah nafsu berjalan menyelisihi kebenaran? Mengejar nikmat dan lezat, tak peduli jika ia adalah maksiat. Terlena oleh pembayaran yang kontan. Yang bagi pada hedonis, ia adalah segalanya.
Sedang iman membawa informasi akhirat. Suatu masa yang membangkrutkan semua perolehan sebab ia tak lagi bisa dibanggakan. Ia hanyalah pesona masa lalu yang pergi bersama waktu; using, berdebu, palsu dan tak laku. DI sana hanya penerimaan Allah akan amal kita yang tersisa, dan kepada rahmatNya kita mendamba. Saat semua kebenaran disingkapkan dan keadilan ditegakkan dengan sebenarnya.
Bagi yang percaya, inilah tenaga luar biasa untuk bertahan dari godaan. Bersabar dalam derita dan nestapa karena meyakini hari pembalasan. Menjadikan kuat, berani, memiliki harga diri, dan siap mati mempertahankan keimanannya. Karena nikmat iman adalah pemberian terhebat melebihi apapun. Yang perolehannya bisa menggantikan semua kehilangan dan ketiadaannya adalah seburuk-buruk keadaan.
Sesal adalah iman, gelisah adalah energy, jika ia membimbing kita untuk mencara kenyamanan. Mendekat dan pasrah kepada Allah karena ialah sumber segela ketenangan jiwa. Membebaskan diri dari benih dosa yang terus ditaburkan, sebelum ia tumbuh dan berkembang menjadi dosa yang kedua, ketiga dan seterusnya. Sebelum ia membinasakan dan membuat kita terhina. Sehingga kita butuh kekuatan jiwa untuk berhenti dan mengakhiri atau sekedar mengurangi kesalahan.
Dan itu bermula dari gelisah ini. Yang membuat kita menangis dan menyesali diri. Merasa kotor dan tidak berharga, malu karena menuruti nafsu yang mengusir ketakwaan dari dalam jiwa. Merasa terancam hukuman dari Allah, yang itu sangat menyiksa. Membuat kita dicekam ketakutan saat sepi dan sendiri. Kita ingin berhenti sampai dan tidak terus seperti ini.
Inilah jalan kejujuran bagi perindu keselamatan. Bukan yang bermain-main dan ragu. Sebab yang bermain-main dan ragu. Sebab yang mangkir akan minggir tersingkir, yang ragu akan tergelincir. Hingga tersisa mereka yang tulus memperbaharui kekuatan jiwa untuk membebaskan diri dari jerat shahwat yang hebat. Terus mendekat kepada Allah Yang Maha Kuat. Ya Allah, bimbinglah kami ke jalanMu yang lurus.

Daftar Pustaka :
Gambar diambil dari https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1iCSlx5pXNc4Vyzt902DDecyB_uGPlmeswzrNgMntaqe7_6l08vXDAwbSxJLmgRx2CiTGWVOg8M6CE6AvL1mTd1SeamMzE-wOMHQ3cXsZxB5AbId6yxXPUda2yb1wHQciXnocX42nuv8/s1600/gelisah+bingung+sedih.jpg

Ar-Risalah, Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...