Bus
“METRO” yang mengantarku rupanya masuk ke kota Ankara sekitar pukul 8 pagi
waktu setempat. Tak lama dari perbatasan Ankara, saya tiba di terminal terbesar
dan terluas di Turki, Asti. Begitulah nama terminal yang memiliki 2 lantai
dropp off dan dropp on. Tak hanya lantainya, jalannya pun ber tingkat layaknya
jalan layang. Saking sibuknya, bus yang menurunkan penumpang tak lebih hanya 30
menit berhenti di terminal dropp off.
Sangat teratur, operasi terminal ini boleh saya mengatakan layaknya bandara. Ada no. satu sampai seratus yang menandakan ada 100 gate (pintu) untuk keluar masuk penumpang di setiap lantainya. Berarti ada 200 gate, berarti juga ada 200 ruang tunggu, rasa-rasanya Bandara Adi Soemarmo di Solo kalah luasnya dengan Terminal ini.
Terminal Asti juga terhubung dengan Sub Way bawah tanah yang di kenal dengan Ankaray, kelak kendaraan ini adalah favorit saya untuk berkeliling Ankara (murah meriah soalnya, he4)
Tak lama, ada seorang Satpam yang menghampiri kami.
Sangat teratur, operasi terminal ini boleh saya mengatakan layaknya bandara. Ada no. satu sampai seratus yang menandakan ada 100 gate (pintu) untuk keluar masuk penumpang di setiap lantainya. Berarti ada 200 gate, berarti juga ada 200 ruang tunggu, rasa-rasanya Bandara Adi Soemarmo di Solo kalah luasnya dengan Terminal ini.
Terminal Asti juga terhubung dengan Sub Way bawah tanah yang di kenal dengan Ankaray, kelak kendaraan ini adalah favorit saya untuk berkeliling Ankara (murah meriah soalnya, he4)
Tak lama, ada seorang Satpam yang menghampiri kami.
“Merhaba…,
Assalamu’alaikum ” ucap satpam tersebut. Merhaba adalah ucapan “Halo” atau
“salam” dalam bahasa Turki.
Untungnya
saya tahu, jadi saya saya balas dengan kata yang sama. Kemudian Satpam tadi
ngobrol dengan Mas Ayub dalam bahasa Turki yang artinya dia menjelaskan kalo
saya adalah Guru yang akan menjalani Program di sekolah di Ankara, (sok tahu
kan, tentu saja itu setelah di terjemahkan oleh mas Ayub)
Ternyata
bapak ini adalah satpam dari sekolah yang akan saya tempati…, oh artinya
sekolah telah tahu kalo saya sudah sampai.
Sampai
di sini mas Ayub mengantar dan menemani saya, selanjutnya saya akan melanjutkan
perjalanan sendiri. Perpisahan dengan mas Ayub terasa begitu menyedihkan, kini
saya kehilangan seorang kolega yang baru saya kenal, namun begitu hangat dan
ikhlas membantu saya… saya berdoa sukses kuliahnya ya mas Ayub… pelukan tanda
perpisahan menjadi penutup seremoni perpisahan kami. Mas Ayub pun segera
meninggalkan kami, karena dia harus segera kembali ke Istanbul untuk kuliah.
Tak
lama setelah beramah tamah, saya pun melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan
mobil sedan yang dibawa satpam tadi. Perjalanan menuju ke sekolah kurang lebih
selama 30 menit.
Jangan
samakan dengan Jakarta, 30 menit mungkin hanya beberapa kilometer. Karena di
sini, jalanan begitu lengang dan lebar. Jadi terawangan saya nih dalam mengukur
kecepatan kali waktu tempuh, kira2 sekitar 20 kilo meter lah jarah sekolah
dengan terminal.
Satu
yang membuat saya lagi-lagi kagum, adalah bagaimana di setiap sudut jalan dan
rumah. Ada bendera Turki. Begitu cintanya mereka dengan bangsanya, tak ayal
bangsa Turki memang jadi bangsa pemimpin di masa lampau.
Karena
baru musim dingin, jadi tak banyak tumbuhan yang hidup di sini, hanya ada
rumput-rumput itupun tertutupi es. Banyak marka yang mengisyaratkan kalo
jalanan licin dan meminta pengendara berhati-hati.
Seperti
kota-kota di negara-negara di benua Eropa, infrastruktur di sini sangat rapih
dan tertata dengan baik. Warga tidak
sembarangan berjualan di bahu jalan atau mendirikan rumah-rumah liar di bawah
jembatan. Pengendara di sini, sangat taat Aturan, mereka akan berhenti tepat
dibelakang garis marka lampu lan-tas saat warna merah tanda berhenti. Kalo di
Indonesia kita akan menyaksikan hal yang serupa dengan Yogyakarta, warganya
yang amat patuh dengan Sultan dan bangga akan keistimewaanya, sangat patuh
dengan peraturan lalu lintas, pantaslah Jogja saya sandingkan dengan Ankara
soal ketertiban jalannya. Tapi jangan bandingkan dengan Jakarta deh, ah...,
lampu hanya sekedar simbol garis tak ubahnya lukisan penghias jalan. Tak ada
rasa malu ketika melanggarnya. Jakarta semrawut, layak sudah…
Pukul
9.30 pagi, aku sampai di sekolah tujuanku. SAMANYOLU LISELERI, begitu papan
nama sekolah ini. Gedung utama ada 2 kompleks yang terdiri masing-masing 5
lantai yang dihubungkan dengan jembatan, dan kemudian ada tiga kompleks asrama
yang memiliki 6 lantai di setiap kompleksnya. Lain kali dah saya akan bercerita
tentang sekolah ini. Saya langsung di antar menuju ke kamar tamu dan di persilakan untuk istirahat,
dan kami diminta untuk menuju ke ruang makan pukul 14.00 untuk santap siang.
Karena
saya capek luar biasa, perjalanan selama 6 jam dari Istanbul, harus di bayar
lunas. Akhirnya saya memutuskan mandi dulu lalu tidur…
Pukul
13.00, saya bangun untuk melakukan sholat dhuhur. Waktu sholat di sini tidak
terlalu berbeda, adzan sekitar pukul 13an (bukanya sok tahu lagi, saya pake
software adzan). Selepas wudhu ketika hendak sholat, ada yang mengetuk pintu…
saya tidak tahu siapa dia,ternyata seorang pemuda, bukan room service (he4, eh
lupa bukan di hotel) dia mencoba berkomunikasi dengan bahasa campur isyarat.
Jelas lah saya g bisa menangkap yang dia omongin. Namun sekali lagi saya
gunakan instink, saya membaca maksudnya, dia mengajak saya sholat berjamaah.
Oh, Alhamdulillah kalo gitu, saya pun mengiyakan ajakanya.
Setelah
mengangguk tanda setuju, saya pun di ajak masuk dalam sebuah ruangan yang di
dalamnya sudah banyak orang menunggu. Setelah berbincang-bincang sedikit dalam
bahasa Inggris, saya tahu ternyata mereka juga tamu, sama seperti saya. Mereka
berasal dari Van, kota paling timur di Turki yang saat itu baru saja dilanda
gempa. Mereka mengungsi di Ankara, dan mendapat undangan dari sekolah ini
beberapa hari sebagai bentuk simpati. Saya sebagai saudara sesame muslim juga
mengucapkan simpati atas bencana yang menimpa mereka.
Iqomah telah berkumandang. Sholat dhuhur pun kami mulai. Hal yang tak saya duga terjadi saat rekaat kedua, pada takhiat pertama mereka salam. Saya bingung, ini kan baru rekaat kedua, dan tak ada satupun jamaah yang mengucap “subhanalloh” sebagai pertanda imam salah dalam gerakan. Saya ragu mau meneruskan sholat, dan akhirnya saya ikut salam pula mengikuti imam.
Iqomah telah berkumandang. Sholat dhuhur pun kami mulai. Hal yang tak saya duga terjadi saat rekaat kedua, pada takhiat pertama mereka salam. Saya bingung, ini kan baru rekaat kedua, dan tak ada satupun jamaah yang mengucap “subhanalloh” sebagai pertanda imam salah dalam gerakan. Saya ragu mau meneruskan sholat, dan akhirnya saya ikut salam pula mengikuti imam.
Ini
pengalaman menarik berikutnya, dalam mahzab Hanafi (menurut cerita orang-orang
tadi), ketika kita berada dalam perjalanan (musafir) kita boleh meringkas
sholat. Walaupun saya memiliki paham yang berbeda, bahwa maksud perjalanan ini
adalah bener-bener di jalan, bukannya setelah sampai tempat tujuan itu tidak
berlaku lagi? Entahlah, tapi saya tak mau berdebat, setelah dzikir, saya
memutuskan pamit ke kamar, dan mengulang sholat… (dari pada ragu-ragu
maksudnya)
Pukul
14.00 pemuda tadi mengetuk kamar saya lagi, kali ini dia mengajak saya makan…
oh ya, kebetulan perut sudah berontak, he4.
Oh
ya, saya belum sempat berkenalan denganya. Kami pun berkenalan saat perjalanan
ke ruang makan, namanya Ahmed, nama yang terkenal di Turki (banyak orang dengan
nama Ahmed). Dia lumayan bahasa Inggrisnya (bukanya saya sok kemaki), dia juga
merupakan seorang mahasiswa Jurusan Tarbiyah yang kuliah di Ankara.
Setelah sampai di dapur, kami putuskan untuk segera makan. Menu istimewa hari ini katanya, kebab…
Setelah sampai di dapur, kami putuskan untuk segera makan. Menu istimewa hari ini katanya, kebab…
wow,
makan makanan yang legendaris itu di negara aslinya? Tapi tak seperti yang saya
bayangkan, ternyata kebabnya berupa daging iris tipis. Tak tau deh, berbeda
dengan bayangan saya kalo kebab mirip kayak burger gitu, ya ga papa, keburu
laper soalnya.
selain itu ada juga minuman putih kayaknya susu saya pun memutuskan mengambil satu cup, terus lagi, ada buah bulat item unyu2… yang sempat saya makan di pesawat…
wah g pagi, ga siang ada ajah ni buah… oke deh ga pa2 saya ambil 2 biji… (ngikut mas-masnya tadi).
selain itu ada juga minuman putih kayaknya susu saya pun memutuskan mengambil satu cup, terus lagi, ada buah bulat item unyu2… yang sempat saya makan di pesawat…
wah g pagi, ga siang ada ajah ni buah… oke deh ga pa2 saya ambil 2 biji… (ngikut mas-masnya tadi).
Makanan
pun dengan lahap saya makan, dengan roti tawar. Roti merupakan makanan pokok
kayak nasi di Indonesia. Karena keseretan, saya pun memutuskan minum dari cup
yang saya ambil tadi. Astaga, rasanya kaya kencing kuda (kkkkkk), minuman g
jelas…rasanya kaya tahu mentah yang diblender? Bisa mbayangin? ini minuman yang
ga bakal saya bisa minum sampai program saya di Turki selesai, yah AYRAN,
begitulah namanya… minuman begizi tinggi dan syarat vitamin dan mineral ini
merupakan favorit warga Turki, tak ada makan kalo g ada ayran, begitu katanya.
Jadi Cuma satu teguk, saya tak berani melanjutkan…he4
Sambil
pura2 menikmati, takut mas nya tersinggung, yah saya teruskan sambil ngobrol
ngalor ngidul tentang Turki. Kami ngobrol banyak hal, terutama tentang
destinasi menarik di Ankara (pikirannya udah piknik2 aja kan?) ya gapa2. Kapan
lagi bisa menginjakan kaki di negeri orang? Selesai makan kami lanjutkan dengan
Sholat Ashar jamaag di mushola sekolah dan kembali ke kamar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...