Batu
lama menempati posisi penting dalam kebudayaan manusia. Bahkan, jejak manusia
pada batu bisa jadi penanda evolusi kebudayaan manusia. Zaman batu adalah era
tertua dalam evolusi kebudayaan manusia di bumi. Di fase awal ini, sekitar 2,6
juta tahun lampau, yang dikenal dengan nama Paleolitik atau Zaman Batu Tua,
masih hidup dari berburu dan meramu. Alat pertama yang digunakan adalah palu
batu dan batu serpih tajam yang ditemukan di alam.
Sekitar
10.000 tahun lalu, peradaban manusia memasuki masa Mesolitik atau Zaman Batu
Pertengahan. Zaman ini ditandai dengan kemahiran membentuk batu menjadi alat
bantu, misalnya untuk mata tombak dan berbagai alat lain yang bisa menopang
aktivitas bercocok tanam. Kemahiran mengolah batu kian memuncak pada era Batu
Muda atau Neolitik.
Di
penghujung era ini, alat-alat logam, utamanya perunggu mulai ditemukan.
Lahirlah Zaman Perundagian. Alat-alat dari batu mulai digantikan logam yang
tebih liat dan tajam. Namun batuan tidak ditinggalkan. Bahkan fase ini melahirkan
pemuliaan terhadap batuan dengan munculnya monument-monumen batu raksasa yang
dikenal dengan Peradaban Megalitik atau Batu Besar.
Pada
era ini, batu tidak lagi dihargai karena fungsinya sebagai alat bantu, tetapi
karena nilainya sebagai penopang ritual, sarana penguburan, bahkan sampai
kebudayaan melekatkan sifat-sifat keilahian dalam batuan ini. Biasanya,
batu-batu besar ini diukir menjadi figur tertentu.
Di
Indonesia, tradisi megalitik ini tersebar luas sebelum masa Hindu-Budha. Bahkan
hingga kini, sebagaian masyarakat Nusantara masih melestarikan kebudayaan ini
dalam bentuk asli, seperti Nias, Batak, Sumba dan Toraja. Beberapa sudah
mengalami akulturasi dengan lapisan kebudayaan setelahnya, seperti terjadi di
Bali dan Sunda.
Berakhirnya
era Batu Besar tidak memutus ikatan manusia pada batuan. Era ini ditandai
dengan menguatnya pemuliaan terhadap batu-batu yang dianggap unik dan langka,
yang biasanya dicirikan dengan bentuka Kristal dan warna-warna menawan, mulai
dari zamrud, ruby, safir hingga berlian.
Hampir
setiap peradaban besar pada masa lalu memiliki jejak pemuliaan terhadap batuan
ini, mulai dari Yunani hingga Mesir kuno. Tak hanya pemuliaan karena keindahan
dan keunikannya, bangsa – bangsa kuno juga menganggap batu-batu ini memiliki
kekuatan magis. DI Barat kepercayaan pada kekuatan batu ini bertahan hingga
Abad Pertengahan ketika rasionalisasi
ilmu mereka menyingkap mekanisme pembentukannya di alam dan upaya peniruannya
di laboratorium mulai dilakukan.
Dari
aspek geologis, pembentukan batuan mulia ini memang tak berbeda dengan mineral
alam lain, misalnya melalui diferensiasi magma, metamorfosa, atau sedimentasi.
Namun, dari sekitar 3000 jenis mineral di Bumi, hanya terdapay 200an yang
termasuk jenis batuan mulia, yang menempatkan batuan ini dalam jajaran elit.
Beberapa
di anatara jajaran mineral ini, intan adalah yang paling elit. Paling langka
dan keras di antara semua jenis batuan ala,. Dalam jajaran batu mulia, skala
kekerasan intan mencapai 10 mohs, disusul batuan safir dan rubi (merah delima)
mencapai 9 mohs, zamrud 7-8 mohs. Batuan akik yang digolongkan batuan setengah
mulia memiliki kekerasan kurang dari 7 mohs
Jadi
awalnya, orang memburu dan memuliakan batuan ini karena keindahan dan
kelangkaannya. Siapa memilikinya seolah ada dalam jajaran elit, seperti
dipraktikan raja-raja masa lampau yang berlomba menyematkan batu mulia dalam
mahkota.
Hingga
kini, sekalipun Kristal buatan dengan keindahan nyaris menyerupai buatan alam
berhasil diciptakan, perburuan batuan mulia buatan alam tak berhenti. Pemulian
batu-batuan alam ini tak hanya persoalan pemenuhan akan keindahan, tetapi juga
memenuhi kerindukan pada jejak awal evolusi peradaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...