Akhir-akhir ini,
penggunaan kata "Tiongkok" untuk menggantikan sebuatan negara China
menarik untuk dicermati. Setelah SBY mengesahkan penggunaan kata
"Tiongkok" April lalu, maka secara resmi surat menyurat dan
administrasi yang berhubungan dengan China akan dirubah penulisannya menjadi
Tiongkok. SBY menyatakan, bahwa sebuatan Cina dirasa kurang menghargai etnis
Tionghoa yang ada di Indonesia. Kemudian diakhir pemerintahannya SBY
mengembalikan sebutan "Tiongkok" yang telah lama hilang dari peredaran.
Penyebabnya saya kira adalah semakin kuatnya lobi China di Indonesia. Semua
orang tahu siapalah Imelda Tan atau Syamsul Nursalim yang menjadi konglomerat
keturunan Tiongkok.
Peran Tiongkok memang
besar di Indonesia, sejarah ini dimulai saat Orde Baru zaman Presiden Soeharto.
Etnis China diberikan kekuasaan untuk mengelola kekayaan dan sumberdaya yang
ada di Indonesia. Mereka terlalu diberikan kekuasaan dalam bidang ekonomi,
sehingga mereka merajai ekonomi Indonesia.
Sakit hati bangsa Indonesia mencapai puncaknya ketika
pengemplang utang yang sebagian besar etnis Tionghoa lari keluar negeri dengan
membawa uang rampokan, ya BLBI salah satu blunder dan kesalahan terbesar
Presiden Soeharto yang membawa bangsa ini menuju kehancuran dan lilitan utang
yang sampai kini belum terbayarkan.
Era reformasi bahkan menyebabkan
dominasi ekonomi tionghoa kian menjadi-jadi karena diberlakukannya ekonomi
pasar bebas/free fight competition. Ketertinggalan dalam penguasaan ekonomi
golongan pribumi menyebabkan pribumi tidak pernah mampu bersaing dengan Tionghoa. Meski demikian, penguasaan ekonomi yang dominan oleh Tionghoa saat ini
tidak terlalu kelihatan karena banyak konglomerat tionghoa gunakan proxy. Proxy
atau kuasa atau boneka konglomerat-konglomerat tersebut umumnya adalah pribumi.
Dan satu konglomerat Tionghoa bisa gunakan banyak proxy.
Penggunaan proxy yang mayoritas
pribumi oleh konglomerat ini dimaksudkan untuk mencegah konglomerat Tionghoa
tampil langsung di depan publik. Mereka belajar dari pengalaman pahit masa
kerusuhan MEI 1998 dulu dimana kelompok Tionghoa kaya jadi sasaran pelaku
kerusuhan. Disamping itu, tujuan utamanya adalah untuk menyembunyikan diri atau
sembunyikan kekayaannya. Karena banyak dari konglomerat tersebut adalah
konglomerat tionghoa yang sama, yang pernah terlibat sebagai pelaku perampokan
atau pembobolan bank-banknya sendiri dan mendapatkan BLBI.
Sebagian dari mereka
sudah mendapatkan predikat LUNAS dengan skema MSAA (master settlement &
acquisition agreement). Sebagian lagi yang belum selesaikan kewajibannya berdasarkan
skema MSAA tersebut. Mereka itulah yang dikenal dengan sebutan konglomerat
buronan BLBI. Sebagian besar mereka sekarang tinggal di singapura dan gunakan
proxy di RI.
Ayin atau
arthalita suryani adalah salah satu contoh proxy. Dia adalah kuasa syamsul
nursalim (BDNI) dalam menjalankan bisnisnya di RI. Proxy-proxy ini juga
dimaksudkan agar konglomerat-konglomerat yang sudah masuk daftar hitam bisa
beli kembali asset mereka yang pernah disita Negara. Setelah dominan menguasai
ekonomi RI , kini sejumlah elit Tionghoa mengkonsolidasi semua kekuatan
Tionghoa RI untuk berkuasa secara politik.
Apalagi
setelah keberhasilan Ahok dalam pilgub DKI tahun lalu. Ini adalah test the
water dari elit Tionghoa untuk dapat berkuasa. Jokowi yang semula hanya terkait
dengan segelintir konglo tionghoa seperti Imelda Tan & Edward
Suryajaya, kini jadi proxy hampir semua konglomerat. Elit konglo tionghoa ini
mau memaksakan diri agar dapat berkuasa secara politik dgn menjadikan Jokowi atau
Dahlan Iskan sebagai presiden. Kini dimasa Presiden Joko
Widodo, dominasi China menjadi sangat kentara. Maklum saja bagaimana pengusaha
China menjadi lumbung dana kegiatan kampanye Jokowi dan partai banteng.
Bagaimana jika usaha
/strategi konglomerat Tionghoa untuk berkuasa secara politik, kendalikan
pemerintah/presiden RI ini berhasil ? Bagi kami tidak ada persoalan. Namun
harus disadari bahwa dominasi ekonomi dan politik oleh konglo-konglo Tionghoa,
bisa timbulkan masalah besar. Bagaimanapun juga kecemburuan ekonomi dari
pribumi terhadap golongan Tionghoa masih sangat besar dan tidak akan terhapus
selama terjadi ketimpangan.
Sumber Gambar
: http://images.detik.com/ content/2014/11/11/10/061845 _jokowiberbajutiongkok.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...