Saat itu awal tahun 1453. SInggasana Kristen Romawi
Timur Byzantium seakan dilanda gempa.
Serbuan jenderal muda berusia 21 tahun yang memimpin pasukan Turki telah
membuat gentar tentara Kristen. Di bawah kepemimpinan jenderal muda itu pasukan
Turki tersohor sebagai rahib di malam hari, singa di siang hari. Mereka mengisi
malam-malam yang berlalu dengan tunduk dan merendah di hadapan Rabb mereka.
Sedu-sedu tangis tak pernah henti terdengar sepanjang malam di sela-sela
lantunan lirih bacaan ayat Al Qur’an yang menggetarkan hati siapa saja yang
mendengarnya. Sementara di siang hari belum pernah terlihat pasukan yang
mencari kematian seperti mereka. Kota-kota dan desa-desa di sekitar
Konstantinopel telah ditaklukan. Al-Fatih, begitu orang-orang menyebut nama
jenderal muda itu,menyiapkan serangan untuk menaklukan Konstantinopel dengan
sangat matang. Ia memang dikenal berotak brilian, ahli strategi perang dan ahli
membuat senjata.
Hari itu, 6 April 1453 pengepungan utama kota Konstantinopel
dilaksanakan. Al-Fatih dan pasukannya telah mendirikan kemah lebih kurang lima
mil dil luar tembok kota dan menancapkan panji-panji Turki di gerbang Kota
St.Romanus. Ruh jihad meluapi dada seluruh prajurit Turki. Meriam besar yang
dibuat dari peleburan logam dan kaca menjadi senjata baru. Senjata ini dapat
menembakkan bola-bola batu yang cukup besar sejauh satu mil atau lebih.
Kerusakan yang diakibatkan oleh meriam ini amat parah, bahkan dapat meruntuhkan
benteng. Namun begitu, para prajurit Kristen memiliki tukang-tukang batu yang
terampil yang dengan cepat memperbaikinya kembali. Ada juga senjata lain yang
dibawa Al-Fatih. Menara kayu kecil dilengkapi dengan beberapa roda sehingga
tampak seperti benteng berjalan. Dari dalam menara kayu ini tentara muslim menembakkan
senjata mereka melalui celah khusus.
Pengepungan telah memasuki pecan ketiga namun benteng
Konstantinopel tetap berdiri kokoh.
Bahkan dari arah laut kapal-kapal tongkang dari Venesia bergerak pelan tapi
pasti untuk membantu pasukan Kristen. Al-Fatih tidak tinggal diam. Ia
perintahkan sebagian pasukannya untuk mencegat kapal-kapal itu. Pertempuran
dahsyat terjadi. Prajurit-prajurit Venesia sangat gigih. Kegigihan mereka
mengantarkan mereka ke pusat kota dan bergabung dengan pasukan Byzantium.
Al-Fatih memerintahkan pasukannya untuk mundur dan dalam
waktu singkat mengadakan evaluasi. Ia merubah strategi tempur. Konstantinopel
harus diserbu dari darat dan dari laut sekaligus, meski laut dijaga ketat oleh
armada Byzantium dan Venesia. Dengan berani Al-Fatih mengirim kapal-kapal ke
pelabuhan yang dijaga ketat oleh pasukan gabungan. Bukan! Bukan dari laut
kapal-kapal Al-Fatih berdatangan. Tetapi dari daratan. Sebuah jalan yang terbuat dari kayu sepanjang
10 mil dibentangkan dengan memasangan plang-plang kayu yang kuat. Bagian atas
kayu-kayu tersebut telah dilumuri dengan lemak domba dan sapi jantan. Delapan
puluh perahu kecil dan kapal-kapal kecil lain yang bertiang dua disusun diatas
gelindingan yang kemudian didorong ke depan oleh pasukan khusus dengan dibantu lembu
dan kuda jantan. Perahu-perahu itu diwakili oleh prajurit-prajurit yang pilih
tanding. Ketika perahu-perahu pasukan Al-Fatih sampai di pelabuhan secara
tiba-tiba dan tanpa diduga sedikitpun armada Byzantium dan Venesia panic.
Kalang kabut.
Selanjutnya, dimulailah pertempuran yang sangat mengesankan.
Para prajurit muslim dari darat dan laut sama-sama mengarahkan serangan mereka
ke pusat kota Konstantinopel. Gema takbir membahana memenuhi angkasa raya dan
membangkitkan semangat para prajurit muslim sekaligus menggetarkan pasukan
salib. Beberapa orang prajurit muslim mulai memanjat tembok benteng. Pasukan
Byzantium terlambat menyadari hal itu dan untuk itu mereka harus membayar
dengan harga yang sangat mahal. Meski demikian pasukan yang memanjat itu
berhasil mereka lemparkan kembali, tetapi tidak sedikit yang berhasil ke puncak
benteng dan segera memasang tali yang sudah disusun sedemikian rupa sehingga
dapat difungsikan sebagai tangga. Dan dalam sekejab saja pasukan Al-Fatih telah
menguasai puncak benteng. Dari atas benteng mereka leluasa untuk menyerang
pasukan Byzantium.
Kota bersejarah Konstantinopel yang telah berhasil
membendung para penakluk selama ratusan tahun akhirnya takluk juga ditangan
pasukan Islam di bawah kepemimpinan Muhammad Al-Fatih.
Keesokan harinya Al-Fatih meminta uskup agung untuk
menghadapnya. Dia menerima kedatangan uskup agung dengan sangat baik, sama
baiknya dengan sikapnya kepada semua tawanan. Tak ayal, dengan cepat penduduk
tahu bahwa yang baru saja menggantikan raja mereka adalah seorang pemimpin yang
baik, tidak lalim dan korup seperti raja-raja mereka sebelumnya. Hukum yang
dulu hanya diberlakukan bagi masyarakat kelas dua kini tak lagi memandang
kelas. Dan sejarah mencatat, inilah penjajah yang ditunggu-tunggu oleh rakyat
karena mereka justru mendapat kebebasan yang sebenarnya.
Muhammada Al-Fatih wafat 28 tahun sejak ia dan pasukannya
menaklukan Konstantinopel. Tepatnya pada tanggal 3 Mei 1481 M dan ia dikuburkan
di sana.
Daftar Pustaka :
Gambar diambil dari http://3.bp.blogspot.com/ -UUmM6vqfBHI/ UZeLJqDTIUI/AAAAAAAABYI/ v0k6FPwmarw/s1600/Sultan+Muhammad+4.jpg
Ar-Risalah, April 2006
Saya jadi termotivasi oleh cerita ini!
BalasHapusBenteng yang segitu gede aja bisa ditaklukan, masa pelajaran sekolah gk bisa sih??
Tetap Semangat dan Ganbatte !!!!!!
ganbate kudasai juga...he4
Hapusmakasih sudah berkunjung....