Beberapa kali kita menyempatkan bicara dengan nurani
sendiri? Jujur bertanya tentang semua yang telah kita dapatkan, benarkah semua
ini yang benar-benar dapat kita inginkan? Setelah semua lelah hamper berujung, sedang puas itu tak
pernah menyapa. Puja puji manusia ramai menjadi tak nyata sebab kita tahu apa
yang sebernarnya terjadi. Seandainya mereka tahu sebagian dari apa yang kita
lakukan, niscaya tak satu lisanpun melontarkan pujian, demikian Dawud at-Tahi
pernah berucap.
Api ingkar yang membakar jiwa kita menggelisahkan. Dan meski
berat, hal ini harus kita jaga nyalanya. Karena ketenangan hati atas dosa,
adalah sebuah dosa lain yang jauh lebih besar dari yang pertama, demikian Ibnul
Qayyim pernah menyampaikan. Ia adalah hukuman dari Allah karena banyaknya dosa
yang telah menjadi kebiasaan. Bukankah nafsu berjalan menyelisihi kebenaran?
Mengejar nikmat dan lezat, tak peduli jika ia adalah maksiat. Terlena oleh
pembayaran yang kontan. Yang bagi pada hedonis, ia adalah segalanya.
Sedang iman membawa informasi akhirat. Suatu masa yang
membangkrutkan semua perolehan sebab ia tak lagi bisa dibanggakan. Ia hanyalah
pesona masa lalu yang pergi bersama waktu; using, berdebu, palsu dan tak laku.
DI sana hanya penerimaan Allah akan amal kita yang tersisa, dan kepada
rahmatNya kita mendamba. Saat semua kebenaran disingkapkan dan keadilan
ditegakkan dengan sebenarnya.
Bagi yang percaya, inilah tenaga luar biasa untuk bertahan
dari godaan. Bersabar dalam derita dan nestapa karena meyakini hari pembalasan.
Menjadikan kuat, berani, memiliki harga diri, dan siap mati mempertahankan
keimanannya. Karena nikmat iman adalah pemberian terhebat melebihi apapun. Yang
perolehannya bisa menggantikan semua kehilangan dan ketiadaannya adalah
seburuk-buruk keadaan.
Sesal adalah iman, gelisah adalah energy, jika ia membimbing
kita untuk mencara kenyamanan. Mendekat dan pasrah kepada Allah karena ialah
sumber segela ketenangan jiwa. Membebaskan diri dari benih dosa yang terus
ditaburkan, sebelum ia tumbuh dan berkembang menjadi dosa yang kedua, ketiga
dan seterusnya. Sebelum ia membinasakan dan membuat kita terhina. Sehingga kita
butuh kekuatan jiwa untuk berhenti dan mengakhiri atau sekedar mengurangi
kesalahan.
Dan itu bermula dari gelisah ini. Yang membuat kita menangis
dan menyesali diri. Merasa kotor dan tidak berharga, malu karena menuruti nafsu
yang mengusir ketakwaan dari dalam jiwa. Merasa terancam hukuman dari Allah,
yang itu sangat menyiksa. Membuat kita dicekam ketakutan saat sepi dan sendiri.
Kita ingin berhenti sampai dan tidak terus seperti ini.
Inilah jalan kejujuran bagi perindu keselamatan. Bukan yang
bermain-main dan ragu. Sebab yang bermain-main dan ragu. Sebab yang mangkir
akan minggir tersingkir, yang ragu akan tergelincir. Hingga tersisa mereka yang
tulus memperbaharui kekuatan jiwa untuk membebaskan diri dari jerat shahwat
yang hebat. Terus mendekat kepada Allah Yang Maha Kuat. Ya Allah, bimbinglah
kami ke jalanMu yang lurus.
Daftar Pustaka :
Gambar diambil dari https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1iCSlx5pXNc4Vyzt902DDecyB_uGPlmeswzrNgMntaqe7_6l08vXDAwbSxJLmgRx2CiTGWVOg8M6CE6AvL1mTd1SeamMzE-wOMHQ3cXsZxB5AbId6yxXPUda2yb1wHQciXnocX42nuv8/s1600/gelisah+bingung+sedih.jpg
Ar-Risalah, Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...