Sebuah
pengalaman menarik rasanya perlu saya bagi ke teman-teman BP mania semua. Hari terakhir
saya di Siem Reap bertepatan dengan hari Jumat, artinya bisa ga bisa saya harus
mencari masjid untuk menjalankan ibadah sholat Jumat. Saya menemukan kabar
menarik, bahwa ada perkampungan muslim disekitar Siem Reap, lega juga…he4.
Saya
putuskan untuk mengagendakan kunjungan ke perkampungan Muslim di kota Siem Reap
Kamboja. Sebagaimana kata Baginda Rosulullah, ketika kamu bepergian ke suatu
tempat asing, maka tempat tujuan pertama yang harus kamu cari adalah masjid. Aneh
gak ya, kalo kita pergi ke kuil atau candi yang notabene adalah tempat ibadah
umat lain, justru kita melupakan masjid sebagai tempat ibadah kita. Nah,
mencoba menjalankan amanah beliau itu (he4), ketika berada di Siem Reap saya
sempat-sempatkan berkunjung ke satu-satunya masjid di kota ini yang berada
disebuah perkampungan muslim.
Berdasarkan
informasi yang telah saya dapatkan, perkampungan ini berada diselatan pusat
kota Siem Reap. Sehabis mencari cideramata eh…maksud saya cinderamata (nge-joug
dikit, he4) di Central Market Siem Reap saya putuskan untuk menuju ke
perkampungan itu. Tidak jauh, hanya jalan kaki sekitar 3 km kita akan sampai di
tempat tersebut. Kita akan merasa miris, jalan menuju perkampungan ini melewati
pub dan bar serta miras dijual dimana-mana. Nah, inilah duka orang muslim yang
tinggal di tempat mayoritas non muslim, berbeda dengan kita yang tinggal di
negara mayoritas muslim. Privasi kita sangat dihormati dan ketentuan-ketentuan
Islam juga masuk dalam perundangan. Sungguh salut dengan muslim di sini, yang
teguh menjaga keimanannya ditengah gempuran.
Setelah
berjalan 30 menit kita akan memasuki kampung ini, namanya saya lupa…he4. Gak
sempet nanya, soalnya ga pada bisa bahasa Inggris. Saya sebetulnya mau pake
bahasa Arab, tapi taunya cuma “ukhibuka ya ukhti”…he4, yang artinya kata itu
kira-kira adalah “saya mengerti cuma sedikit…”, becanda…he4.
Nah,
masuk ke kampung, ketika berpapasan dengan penduduk setempat, subhanalloh saya
mendengar salam “Assalamu’alaikum” yang ditujukan ke saya… hati saya
bener-bener terharu dan langsung saya jawab ajah “wa’alaikum salam…”, dari mana
mereka tahu saya muslim? Ah…instink mereka mungkin…tak taulah…, tapi salam
memang menjadi paten kita dan saya bangga akan hal tersebut.
Nah,
udah sekitar pukul 11an siang, dan udah mendekati waktu sholat Jumat, saya
segera bergegas menuju masjid. Dan fuila… ada sebuah masjid ditengah perkampungan
ini, namanya masjid An-Ni’mah. Warna cat masjid ini kurang lazim di Indonesia
yang biasanya putih, ini dicat dengan warna Pink, mungkin nih, analisis saya,
warna merah muda menyimbulkan kelembutan, sehingga dipilih warna ini supaya
jama’ahnya berhati dan bersikap lembut.
Langsung dah saya ambil wudhu dan masuk ke dalam dan fuila lagi… bapak Imam masjid melihat saya dengan tatapan aneh, dan mengahmpiri saya dengan senyum, yang pasti bisa bikin lumer senyum itu, he4. Tak taulah, kenapa senyumnya orang-orang yang khusu’ selalu menentramkan hati siapa saja. Sungguh karunia yang luar biasa. Selain itu mungkin karena wajah saya beda kali, dan beliau ternyata bisa bahasa Inggris. Sesuatu yang amazing bingits. Dan kata pertama adalah “Malaysia?”, kenapa bukan Indonesia? Yah ga papa, saya balas “Indonesia”. Saya diajak ngobrol kesana-kemari diteras masjid tentang tujuan saya ke Kamboja dan kegiatan saya disini hingga menjelang adzan berkumandang. Begitu ramah pak Imam menyambut saya, inilah persaudaraan muslim sejati tak kenal rasa tau suku bangsa. Damai sekali rasanya. Setelah adzan berkumandang, saya masuk ke dalam masjid untuk menjalankan ibadah Jum’ah. Dan tentu khotbah Jumat dalam bahasa Kmer, yang jelas saya tak makfum…he4, tak apa asikin ajah.
Setelah
selesai sholat Jumat, biasalah… perut berontak minta jatah. Nah, pastinya nih
kampung muslim pasti ada warung makan berlabel halal… dan fuila…, saya
menemukan sebuah resto halal. Masakan Tradisional Kmer tapi halal, super sekali. Jadilah saya makan
makanan lokal.
Menunya
banyak, dan ditulis dalam tulisan Kmer,
taulah yang bentuk tulisannya kaya cacing. Yang kelihatan cuma harga dalam
dolar. Jadilah pesennya dengan nunjukin gambar menu. Saya pesen seporsi makanan
dan segelas es teh (tidak masuk agenda keuangan nih…, he4, tapi gapapa, kapan
lagi ngerasain kuliner asli Kmer).
Rasanya lumayan, seperti lidah Indonesia yang suka bumbu kaya rempah. Selidik punya selidik, ni restoran adalah kepunyaan imigran asal Malaysia, tapi mak cik dan pak cik disini ga bisa bahasa Melayu, buktinya mereka ga mahfum pas ku tanya pake bahasa Melayu, berarti ini keturunan yang kesekian pastinya. Setelah selesai makan dan membayar tagihan, saya terus pulang dan menikmati hari terakhir saya di Siem Reap dengan berjalan-jalan di pusat kota Siem Reap.
Rasanya lumayan, seperti lidah Indonesia yang suka bumbu kaya rempah. Selidik punya selidik, ni restoran adalah kepunyaan imigran asal Malaysia, tapi mak cik dan pak cik disini ga bisa bahasa Melayu, buktinya mereka ga mahfum pas ku tanya pake bahasa Melayu, berarti ini keturunan yang kesekian pastinya. Setelah selesai makan dan membayar tagihan, saya terus pulang dan menikmati hari terakhir saya di Siem Reap dengan berjalan-jalan di pusat kota Siem Reap.