Siang itu masih bulan Mei 2014, kakiku terasa ringan meskipun menggendong ransel besar dan berat.... Lalu lintas di jalan Solo-Jogja terasa lengang ketika diriku menuju Bandara Adi Sucipto. Pada kesempatan kali ini, aku berkesempatan melakukan perjalanan tunggal (solo traveling) yang sudah menjadi cita-cita semenjak SMA mungkin, berkeliling Asia Tenggara. Pilihan ber-backpacker-ria sendirian sudah kupikirkan masak-masak dan telah daku kalkulasi sedetail mungkin.
Banyak alasan mengapa aku melakukan perjalanan sendiri. Ketika kita sendirian, kita akan belajar mengenal diri kita lebih baik, seperti kata RA Kartini, dengan membantu (mengenal) diri sendiri, kita akan membantu orang lain lebih baik... (he4, sok filsuf). Kemudian dengan pergi sendirian, kita akan mempu mengatur tujuan pribadi, pengeluaran pribadi hingga lama waktu tinggal dan pergi terserah kita. Kita tidak perlu menunggu teman, tidak butuh persetujuan orang lain, dan nikmatnya itu kita bisa sepuas mungkin berada di lokasi favorit kita tidak perlu berfikir ego temen kita...he4, yah mungkin saya sudah sering backpacker-an dengan banyak teman, dan saya rasa tidak terlalu menantang...he4
Demi perjalanan ini, saya rela selama setahun tidak cuti. Dengan begitu, saya bisa mengambil cuti selama 12 hari jatah cuti dari tempat bekerja untuk saya ambil sekaligus. Meskipun beraktifitas di Jakarta, namun aku memilih berangkat dari Jogja. Selain pulang kampung, tiket pesawat dari Jogja lebih murah karena promo. Tiket dari Jogja ke Phnom Penh seharga 420 ribu perak terbeli setahun yang lalu, bayangkan ketika dari Jakarta bisa tiga kali lipat harganya.
Sampai di bandara Adi Sucipto sekitar pukul 3 sore, karena jadwal boarding jam 6 sore. Pengalaman penting bahwa kita harus datang jauh lebih awal akan sangat membantu kita. Pengalaman pahit terjadi ketika saya di Bandara Attaturk di Istanbul datang 1 jam sebelum jadwal boarding. Tanpa terduga sebelumnya, antrian check in panjang mengular dan waktu satu jam jauh dari kata cukup. Apesnya lagi, gate pesawat saya ada di paling ujung dan waktu tinggal 10 menit, alhasil saya lari-larian dan susah payah... sampai di gate basah karena keringat, menyebalkan, untungnya di sambut pramugari yang ehem..., yah cukup terobati.
Bandara Adi Sucipto sangat sibuk, terlalu sibuk dan padat mungkin untuk ukuran bandara Internasional kecil. Dari fasilitas, bandara Jogja jauh kalah dari tetangganya Adi Sumarmo di Solo. Gedung bandara lumayan compang-camping. Yah saya maklum, akan ada bandara baru yang kabarnya keren yang akan menggantikan Adi Sucipto.
Saya masuk pesawat pukul 17.45. Menumpang Tiger Air adalah yang pertama bagi saya, pilihan maskapai dalam negeri menjadi pilihan tentu. Namun ke Phnom Penh, saya relakan dengan maskapai asing karena tidak ada tujuan ke sana.
Kalo dilihat, interior pesawat lumayan... setara lah dengan Lion Air atau Sriwijaya. Jenis pesawatnya pun sama Boeing 737 900 ER. Tepat Pukul 18.00 pesawat lepas landas, perjalanan di mulai... tantangan di negeri seberang telah menunggu untuk di tempuh. Bismillah...
Pukul 20.00 waktu setempat, pesawat mendarat di bandara Cangi, salah satu bandara representatif di dunia yang konon pesawat-pesawat Indonesia yang akan melintas di sekitar Singapura juga di atur dari sini.
Ini pengalaman transit yang cukup lama selama 9 jam, dimana pukul 6 esok pagi pesawat kembali berangkat menuju Phnom Penh. Ternyata dengan maskapai Tiger Air ini kita tak perlu lagi check in ulang karena ada fasilitas Tiger Conect, atau jika kita mau jalan-jalan keluar bandara, kita bisa check in kapanpun tanpa harus menunggu 2 jam sebelum keberangkatan.
Tapi kalo masalah keindahan, Singapur ma gak ada levelnya dengan Indonesia. Di sini hanya ada gedung membosankan, layak pastinya bagi penikmat wisata belanja yang emang ga sesuai dengan saya...he4
Setelah muter-muter hampir satu jam, saya putuskan kembali ke Cangi untuk nginep. Ini juga merupakan fasilitas Tiger Air, ada tempat khusus transit jadi kita bisa tiduran atau main internet di Bandara. Hilanglah rasa bosan saya di sini. Untuk sholat juga khawatir, ada fasilitas mushola juga. Pokoknya ngirit budget dan nyaman. Untuk makan, tak perlu khawatir, terdapat food court dimana-mana dan semacam minimarket dengan makanan murah, dan keran minum gratis juga di mana-mana. Tak perlu khawatir kelaparan di Cangi.
Pukul 5 pagi saya sempatkan mandi dan shubuh di bandara Cangi. Kemudian, jam 6 tepat pesawat meluncur ke Phnom Penh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...