13 Juni 2017

Menggali Makna Tadarus, Tilawah dan Ngaji


Pak Jlembus sedang kebingungan karena mendapat pertanyaan dari anaknya. Sehari semalam sudah dia berfikir keras tentang pertanyaan yang sepele itu. Ustadz di ”sanlat” anaknya menyuruh tiap malam untuk tadarus Al Qur’an, sedangkan guru sekolahnya menyarankan tilawah Al Qur’an. Sebenarnya maksudnya apa?


Yang benar “tadarus” atau “tilawah”?
Keduanya benar, namun dari zaman dulu ketika penulis masih imut pun tadarus lebih dikenal dikalangan luas. Tadarus berasal dari kata daroosa-yadruusu, yang artinya mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji dan mengambil pelajaran. Kemudian, mendapat awalan “ta’” yang akhirnya berubah menjadi tadaroosa-yatadaraasu, yang maknanya bertambah menjadi saling belajar atau mempelajari lebih mendalam.
Makna tadarus lebih kepada saling belajar dengan membaca bergantian ayat-ayat Al Qur’an dengan memperhatikan hukum-hukum bacaanya dengan didampingi seorang yang fasih di bidang tajwid. Bisa juga di damping ustadz yang ahli di bidang membaca Al Qur’an yang bertugas men-tashih Al Qur’an.
Sedangkan kalo di pelosok Jawa Tengah sana, kata “ndarus” lebih populer. “Ta” dibuang di ganti satu huruf “n” yang menjadikannya kata kerja, walaupun “tadarus” sudah merupakan kata kerja. Tapi ngapain di pusingkan, karena “ndarus” kesannya lebih membumi walaupun jadinya tak bermakna.
Jadi kita pake yang bener aja yah, “tadarus” he4. Masa bodo juga orang Jawa mau ngomong apa.
Namun yang terjadi di masyarakat saat ini, tadarus lebih dipahami persis yang di tafsirkan KBBI yaitu membaca Al Qur’an secara bersama-sama di bulan Ramadhan. Bodo amat pake ustadz atau tidak, masih mending mau baca Qur’an.
Kata yang lebih tepat ketika membaca Al Qur’an dengan saling menyimak saja satu dengan yang lain adalah dengan tilawah wal istima, “membaca dan menyimak” kemudian saling mengoreksi sesuai pemahaman masing-masing.
Tapi kalo sudah mengerti hukum-hukum bacaanya, maka boleh membaca Al  Qur’an sendiri inilah yang disebut tilawah, ingat kalo sudah mengerti hukum-hukumnya. Kalo belum mengerti sebaiknya dimulai dari buku-buku belajar mengaji atau mendengarkan murotal saja, lebih bijaksana.
Tapi Pak Jlembus masih bingung, dulu orang tuanya ketika menyuruh ke TPQ bukan buat tadarus, tapi disuruh ngaji. Bagaimana pula ini bedanya?
“Ngaji” jika ditelisik maknanya, ternyata berasal dari bahasa Jawa. Ngaji dari kata “sanga” artinya sembilan dan “siji” artinya satu. Bahwa “ngaji” dimaknai sembilan lubang dari tubuh manusia menuju ke satu kebaikan yaitu Islam.
Istilah “ngaji” sebenarnya kurang tepat jika dilihat dari EYD, kata yang tepat adalah “mengaji”. Mengaji berasal dari kata “kaji” yang merupakan kata yang spesial, karena memiliki 2 kata turunan yang mengalami peleburan dan tanpa peleburan yaitu “mengaji” dan “mengkaji”. Berbeda dengan kata “kubur” atau kata lain sejenis yang akan mengalami peleburan jika mendapat awalan “me-“ menjadi “mengubur”.
KBBI memberi penjelasan khusus. Kata ”mengaji” adalah kata kerja yang berarti membaca (mendaras) sedangkan arti lainya adalah belajar membaca dan menulis tulisan Arab.  Sedangkan kata “mengkaji” lebih tepatnya adalah memeriksa, belajar, mempelajari, menyelidiki, menguji atau menelaah.
Jadi kalo kita menyuruh anak kita ke TPQ gunakan kata “mengaji” bukan tilawah atau tadarus. Perkara orang Jawa menyuruh anaknya “ngaji” ya suka-suka merekalah…he4…

Tapi pak Jlembus masih ada yang mengganjal. Di radio sering mendengar kata “qiroah” dan “tahsin”. Apa pula itu artinya? Pak lain kali pak ya...he4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan komentar anda, bila tidak memiliki akun, bisa menggunakan anonim...